TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung termasuk dalam kelas monocotyledoneae, ordo poales, famili graminae, genus zea dan spesies Zea mays L. Sistem perakaran tanaman jagung mempunyai perakaran yang tersebar kesetiap jurusan akan tetapi bagian yang tersebar tumbuh kearah bawah pada saat tanaman berkecambah. Penyebaran sistem perakaran tergantung pada genotif, keadaan fisis dan khermis serta biologis tanah. Keadaan aerasi yang baik, keadaan kelembaban yang sedang dan tanah yang subur akan cenderung berkembangnya akar. Akar-akar penguat berkembang pada pangkal ruas. Akar permanen mulai tumbuh setelah berkecambah berumur 6-10 hari dan tumbuh secara laternal samapi umur 9-12 hari, kemudian tumbuh kearah bawah (Rukmana, 1997). Batang tanaman jagung termasuk herbaceus dan terdiri dari ruas-ruas. Jumlah ruas berkisar antara 6-20 ruas dan tinggi antara 1,5-3 meter diatas permukaan tanah. Ruas batang pendek dan tebal pada bagian bawah dan sebelah atas ruasnya lebih panjang dan tebal kemudian meruncing sampai pada ujung bunga jantan (poros malai). Diameter batang dapat mencapai 3-4 cm (Rubatzky and Yamaguchi, 1995). Pada setiap buku terdapat daun, terdiri dari atas kelopak daun, lidah daun (ligula), dan helai daun. Pada permukaan atas dari helaian daun terdapat sel-sel
higrokopis. Apabila mengalami kekeringan maka turgor dari sel-sel tersebut tidak ada, sehingga sel mengerut sehingga daun menjadi mengerut dan daun menggulung demikian penguapan dapat dikurangi. Jumlah stomata per cm 2 pada bagian bawah daun berkisar 10-15 ribu, sedangkan pada bagian paling atas daun berkisar antara 8-10 ribu stomata. Pada umumnya daun bagian atas menyerap CO2 dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan daun bagian bawah sehingga dapat meningkatkan fotosintesis (Dahlan dan Sugiayanti, 1992). Pola distribusi luas daun mulai dari daun bagian bawah hingga daun bagian atas pada tanaman sangat menentukan produktivitas tanaman. Posisi daun jagung pada tanaman, baik sudut maupun kelengkungannya, mempengaruhi intersepsi cahaya yang akhirnya juga menetukan produktivitas tanaman. Evaluasi bentuk kanopi tanaman melalui distribusi daun hingga saat masih sangat jarang diungkap. Oleh karena itu, evaluasi bentuk-bentuk tanaman jagung yang ada perlu evaluasi, sehingga diperoleh informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar perekayasaan bentuk tanaman jagung yang ideal. Gambaran bentuk tanaman untuk menghasilakan tanaman yang mempunyai produktivitas yang tinggi (Mayo, 1987). Tanaman jagung termasuk golongan berumah satu (monocius) dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada tanaman yang sama. Bunga jantan lebih dulu masak dari bunga betina (protandry). Bunga jantan terdapat pada bagian ujung batang dalam bentuk bunga majemuk. Bunga betina terletak pada bagian tengah batang dan pada salah satu ketiak daun. Bunga betina masak bila pada ujungnya terdapat tangkai putik yang panjang berbentuk benang disebut rambut (silk). Serbuk sari menempel
pada rambut dan segera berkecambah, sehingga terjadi pembuahan, pertumbuhan rambut terhenti dan rambut menjadi kering. Rambut berfungsi sebagai menerima serbuk sari sehingga terjadi penyerbukan. Biasanya tanaman menghasilkan 1-2 tongkol yang berbentuk pada buku keenam atau kedelapan dari atas (Dahlan dan Sugiayanti, 1992). Tongkol bentuknya selindris dimana pistil dan style dapat berkembang. Panjang tongkol bervariasi berkisar antara 5-40 cm dan jumlah biji berkisar 200-1000 butir. Buah jagung adalah bulir/biji yang terbentuk dari pembuahan sel telur. Dalam keadaan normal buah masak lebih kurang 50 hari sesudah pembuahan. Ukuran dan berat biji berbeda dan tergantung pada varietas. Berat 1000 biji berkisar antara 200-300 gram. Biji jagung berbeda dalam hal warna, struktur dan komposisi kimia. Warna biji tergantung dari kulit lapisan aleuron, pada umumnya kuning dan putih. Perbedaan warna biji pada tongkol yang sama disebabkan oleh zenia. Zenia adalah pengaruh dari tepung sari yang langsung dapat dilihat pada biji yang sedang berkembang. Jagung berbiji putih mendapat tepung sari dari jagung berbiji kuning, maka biji yang dihasilkan akan berwarna kuning muda. Peristiwa ini terjadi karena warna kuning terdapat pada pati bagian endosprem (Dahlan dan Sugiayanti, 1992). Salah satu fase pertumbuhan tanaman jagung yaitu fase vegetatif, periode vegetatif adalah fase yang diawali perkecambahan benih dan diakhiri dengan inisiasi bunga. Dalam keadaan normal jumlah daun telah terbentuk pada kurang lebih 30 hari. Perkembangan akar berlangsung cepat dan fungsi akar primer dan sekunder telah digantikan sepenuhnya oleh akar tetap. Pada tanaman berumur 4 minggu dalam akar
mencapai lebih kurang 45 cm. Tinggi rendah nya hasil suatu tanaman merupakan hasil akhir dari suatu proses fisiologis. Proses fisiologis ini terdiri dari periode vegetatif, generatif dan pengisian biji sehingga secara langsung maupun tidak langsung karakter-karakter pada periode-periode tersebut akan mempengaruhi hasil akhir suatu tanaman. Hal ini disebabkan karena periode-periode ini mempengaruhi distribusi bahan kering yang merupakan fotosinfat yang ditransfer dari sumber pembentukan fotosintat limbung. Produksi fotosintat dari jagung sangat bergantung pada kemampuan tanaman untuk menangkap energi radiasi matahari yang akan digunakan dalam proses fotosintesis (Bastari, 1988). Fase generatif adalah fase yang diawali dari inisiasi bunga sampai dengan masak fisiologis. Pada saat ini ruas bagian bawah yaitu ruas mulai keenam memanjang dengan cepat dan pertumbuhan daun berjalan dengan cepat. Tongkol terdapat pada batang ruas ke 6 sampai ke 8 dari atas pada ruas di bawah 5-7 tongkol yang tidak berkembang dengan sempurna. Selama 2-3 minggu perkembangan tongkol sangat kecil sekali. Dari inisiasi tasel sampai keluarnya serbuk sari lebih kurang 30 hari, sehingga tanaman menyerbuk pada umur kurang lebih 60 hari. Ukuran tongkol ditentukan 3 minggu sejak inisiasi. Mula-mula terbentuk jumlah baris dan jumlah bakal biji per baris (Tohari, 1995). Tanaman jagung termasuk golongan yang menyerbuk silang. Hal ini disebabkan bunga jantan dan bunga betina yang berada di satu tanaman tidak sama masaknya. Bunga jantan terlebih dahulu masak dari bunga betina (protandry). Bunga jantan yang telah masak ditandai dengan anthesis serbuk sari tersebar dari anther dan
diterbangkan melalui angin. Pecahnya serbuk sari dimulai 1-3 hari sebelum silk muncul dari tongkol pada tanaman yang sama dan biasanya dilanjutkan beberapa waktu sampai silk siap untuk menerima serbuk sari. Pada percabangan kering pecahnya serbuk sari berkahir dengan cepat dan perkembangan tongkol tertunda. Hal ini sering menyebabkan kegagalan penyerbukan karena terlambat munculnya tongkol. Dalam keadaan yang sesuai serbuk sari variabel selama 24 jam, sedangkan rambut (silk) dapat menerima 7-10 hari. Peluang terjadinya penyerbukan silang kurang lebih 95% dan penyerbukan dan 5% penyerbukan sendiri (Tohari, 1995). Syarat Tumbuh Iklim Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis basah. Jagung dapat tumbuh baik di daerah yang terletak antara 50 0 LU - 40 0 LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan selama masa pertumbuhan. Distribusi curah hujan yang tidak teratur didaerah tropis meyebabkan terjadinya penurunan produksi mencapai 15%. Keadaan air tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan jagung, serta menghasilkan produksi biji yang tinggi yaitu kandungan air 60-70% dari kapasitas lapang ait tanah. Pada keadaan kering, tingkat pertumbuhan tertunda terutama pembentukan rambut, sehingga pembentukan dan pengisian biji mengalami gangguan dan produksi menurun (Purwono dan Hartono, 2005).
Biji tanaman jagung dapat berkecambah pada temperatur 10 C. Perkecambahan akan lebih cepat apabila temperatur tanah berkisar antara 16-18 C. Suhu 25-30 C adalah optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Tanaman tidak dapat tumbuh bila rata-rata temperatur dibawah 13 C pada malam hari dan suhu diatas 45 C pada siang hari. Temperatur diatas 35 C dapat mengurangi produksi karena temperatur yang sangat tinggi diikuti kelembaban udara yang sangat rendah selama stadia berbunga dapat merugikan terjadinya penyerbukan dan pembuahan. Jika pada saat yang sama kadar air tanah rendah pembentukan rambut tertunda sehingga mengganggu pembentukan biji dan produksi menjadi rendah. Pada waktu tanaman mulai tua terutama waktu menuju masaknya biji, tanaman jagung memerlukan keadaan yang panas dan sinar matahari yang cukup. Keadaan suhu di Indonesia sudah optimal bagi pertumbuhan jagung, akan tetapi waktu panen yang jatuh pada musim kemarau lebih baik dari pada pemanenan yang jatuh pada musim hujan (Rukmana, 1997). Cahaya merupakan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bagian hijau daun menggunakan cahaya matahari,co2 dari udara dan air dari tanah untuk menghasilkan persenyawaan organik untuk fotosintesis yang diperlukan untuk perkembangan tanaman dan untuk akumulasi dalam tongkol biji. Pada mulanya tanaman jagung merupakan tanaman berhari pendek, tetapi adanya perkembangan dalam budidaya, maka tanaman jagung dikenal dengan tanaman berhari netral. Jagung merupakan tanaman C4 yang sangat efisien dalam pemamfaatan radiasi surya. Sifat yang menguntungkan dari tanaman jagung sebagi tanaman C4 adalah :
1. Aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi. 2. Fotorespirasi sangat rendah. 3. Transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat ini merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang sangat menguntungkan dalam kaitan produksi. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor, seperti intensitas radiasi surya yang tinggi disertai suhu tinggi, serta kesuburan tanah yang relatif rendah (Najiyati dan Danarti, 1999). Tanah Pada tanah andosol banyak mengandung humus, tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik asalkan ph-nya memenuhi syarat. Demikian juga pada tanah latosol, yang mengandung bahan organik yang cukup banyak. Pada tanah berpasir pun tanaman jagung bisa tumbuh dengan baik asalkan kandungan unsur hara yang ada di dalamnya tersedia dan mencukupi. Pada tanah berat atau sangat berat, misalnya tanah grumosol, jagung masih dapat tumbuh dengan baik asalkan drainase dan aerase diperhatikan. Adapun tanah yang paling baik untuk ditanami jagung hibrida adalah tanah lempung berpasir, lempung berdebu dan lempung (Warisno, 1998). Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran ph 5,5-7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah pada ph 6,8. Pada tanah yang memiliki keadaan ph 7,5 dan 5,7 produksi jagung cenderung turun (Rukmana,1997).
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkingan munculnya variasi yang akan menentukan hasil akhir tanaman tersebut, bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotif individu anggota populasi (Mangoendidjojo,2003). Varietas Varietas adalah sekelompok tanaman yang memiliki sifat yang dapat dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003). Hibrida dibuat dengan mempersilangkan dua inbrida yang unggul. Karena itu pembuatan inbrida unggul merupakan langkah pertama dalam pembuatan hibrida. Varietas hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dari pada varietas bersari bebas karena hibrida menggabungkan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari galur penyusunnya, dan hibrida mampu memanfaatkan gen aditif dan non aditif. Varietas hibrida memberikan keuntungan yang lebih tinggi bila di tanam pada lahan yang produktivitasnya tinggi (Kartasapoetra, 1988). Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan
tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995). Varietas Bersari Bebas Yang dimaksud dengan varietas bersari bebas adalah varietas yang benihnya diambil dari pertanaman sebelumnya, atau dapat dipakai terus-menerus dari setiap pertanamannya dan belum tercampur atau diserbuki oleh varietas lain. Benih yang digunakan tentunya berasal dari tanaman atau tongkol yang mempunyai ciri-ciri dari varietas tersebut. Berdasarkan bahan penyusunnya, varietas jagung bersari bebas dibedakan menjadi varietas komposit dan varietas sintetik. 1. Varietas Komposit adalah varietas jagung yang berasal dari campuran lebih dari dua varietas yang telah mengalami persilangan bebas/acak (random mating) minimum lima kali. 2. Varietas Sintetik adalah varietas jagung yang berasal dari campuran beberapa galur murni yang telah mengalami penyerbukan sendiri (selfing) minimal satu kali penyerbukan. Pengembangan tanaman jagung menekankan pada pembentukan varietas bersari bebas. Beberapa alasan untuk melakukan hal ini adalah sebagai berikut 1. Pembentukan varietas baru memerlukan waktu yang lebih cepat dengan fasilitas yang lebih sederhana.
2. Dari populasi yang lebih heterogen diharapkan lebih mudah membentuk varietas yang kurang berinteraksi dengan linkungan. 3. Produksi benih lebih mudah sehingga harga benih menjadi menjadi lebih murah. 4. Petani tidak harus membeli benih setiap akan menanam kembali. Suatu varietas bersari bebas yang sudah dilepas dianggap sudah mencapai keseimbangan genetik (genetic equilibrium), artinya frekuensi allel dan genotipe yang dihasilkan selalu sama dari generasi ke generasi. Agar varietas tersebut tidak berubah maka keseimbangan genetik dari varietas tersebut jangan terggangu. Susunan genetik varietas tersebut tidak akan berubah apabila dipenuhi beberapa hal sebagai berikut. 1. Varietas tersebut ditanam dalam jumlah yang banyak. Minimal jumlah tanaman tidak kurang dari 400-500 tanaman, lebih banyak lebih baik. Bila varietas tersebut ditanam dalam jumlah hanya 100 tanaman, maka kemungkinan varietas tersebut akan mengalami kemunduran dalam sifatsifatnya karena adanya tekanan inbreeding sebesar 0,5%. Bila hanya ditanam 200 tanaman, faktor inbreedingnya sebesar 0,25%. 2. Terjadinya perkawinan acak (random mating), artinya terjadi perkawinan bebas secara alami di lapang. 3. Tidak ada seleksi ke arah perubahan sifat-sifat tertentu. Adanya seleksi akan mengubah beberapa variabel dan nilai rata-rata suatu sifat. Tetapi seleksi negatif, seperti halnya membuang tanaman yang menyimpang perlu dilakukan.
4. Tidak terjadi migrasi atau pencampuran varietas lain. Pertanaman harus terisolasi dari kemungkinan tercampur dengan varietas lain. 5. Tidak terjadi mutasi. Kalaupun ada mutasi, kemungkinannya sangat kecil. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor (dulu) dalam penelitiannya telah banyak menghasilkan varietas unggul bersari bebas. Varietas unggul berumur genjah yang terbaik saat ini adalah varietas Arjuna, yang dilepas pada tahun 1980. Varietas Arjuna dipanen pada umur 85-90 hari, dan mempunyai hasil rata-rata 4,3 ton/ha. Varietas ini sudah tersebar luas dan banyak ditanam oleh petani. Varietas unggul berumur dalam yang terbaik adalah varietas Kalingga, yang dilepas pada akhir tahun 1985, berumur 96 hari dan mempunyai hasil rata-rata 5,4 ton/ha atau sama dengan 93% dari hasil rata-rata varietas hibrida C-1 yang berumur 96-100 hari dengan hasil rata-rata 5,8 ton/ha. Heritabilitas Menurut Poespodarsono (1998) nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan atau persentase. Nilainya berkisar antara 0-1. Heritabilitas dengan niali 0 berarti bahwa keragaman genotifnya hanya disebabkan lingkungan sehingga heritabilitasnya rendah, sedangkan keragaman dengan nilai makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya tinggi karena keragaman fenotifnya disebabkan oleh genetik. Stansfield (1991) menyatakan bahwa suatu populasi yang secara genetik berbeda yang hidup dalam lingkungan yang identik, kemungkinan besar mempunyai
nilai heritabilitas yang berbeda bagi sifat yang sama. Begitu pula populasi yang sama kemungkinan besar memperlihatkan heritabilitas yang berbeda, karena suatu genotif tertentu tidak selalu memberikan respon terhadap lingkungan-lingkungan yang berbeda dengan cara yang sama. Tidak ada satu genotif pun yang mempunyai daya adaptasi yang superior dalam segala macam lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa seleksi alam cenderung meninmbulkan populasi-populasi yang secara genetik berbeda dalam suatu spesies. Setiap populasi beradaptasi terhadap lingkungan dimana spesies itu ditemukan.