Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 10 TAHUN 2010 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 55/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PENYULUH PERTANIAN BERPRESTASI

PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

2016, No Kehutanan tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 199

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

5. Badan adalah Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bulungan. 6. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

G U B E R N U R J A M B I

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 6 Tahun : 2011 Seri : D Nomor : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 6 TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 46 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI PAKPAK BHARAT

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANJAR. BAB I KETENTUAN UMUM.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

PERAT URAN DAERAH K ABUP AT EN BAT ANG NOMOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

i cepat GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan petani merupakan arah dan tujuan pembangunan pertanian yang

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Rencana Kinerja Tahunan 2013

DAFTAR ISI PENGANTAR... I DAFTAR ISI... II DAFTAR TABEL... V DAFTAR GAMBAR... VI BAB I PENDAHULUAN... I-1

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 54/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 2

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG MEKANISME KERJA DAN METODE PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

Daftar Isi. KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 91/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN EVALUASI KINERJA PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban untuk mewujudkan visi dan misi organisasinya sehingga visi dan misi Pemerintah dapat terwujud dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, setiap SKPD harus meng-optimalkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya untuk pencapaian visi dan misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi dapat dikategorikan menjadi empat jenis yaitu : (1) Sumberdaya finansial, (2) Sumberdaya fisik, (3) Sumberdaya manusia dan (4) Sumberdaya teknologi dan sistem. Sumberdaya yang paling penting dalam organisasi adalah sumberdaya manusia dan merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Sebahagian besar ekonom modern sepakat bahwa sumberdaya manusia (human resource) merupakan faktor yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi bangsa yang bersangkutan. Sumberdaya manusia merupakan modal dasar dan keyakinan suatu bangsa. Modal fisik dan sumberdaya alam hanyalah faktor produksi yang pada dasarnya bersifat pasif, manusialah agen-agen aktif yang akan mengumpulkan modal, mengeksploitasi sumber-sumber daya alam, membangun berbagai macam organisasi sosial, ekonomi dan politik serta melaksanakan pembangunan nasional. Jadi jelaslah bahwa jika suatu negara tidak segera mengembangkan keahlian dan pengetahuan rakyatnya dan tidak memanfaatkan potensi mereka secara efektif dalam pembangunan dan pengelolaan ekonomi, maka untuk selanjutnya negara

tersebut tidak akan dapat mengembangkan apapun. Cara yang paling efektif dan efesien dalam mengembangkan sumberdaya manusia adalah meningkatkan pengetahuan rakyatnya melalui pemberian pelayanan pendidikan dan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pendidikan ini mencakup pendidikan formal dan pendidikan non formal termasuk pelatihan dan penyuluhan. Di Indonesia kegiatan penyuluhan telah memberikan kontribusi yang sangat sifnifikan. Pembangunan pertanian dan perdesaan yang berhasil membawa Indonesia bebas dari kelaparan, sehingga menjadi salah satu negara berkecukupan pangan (Penghargaan FAO tahun 1985) merupakan salah satu bukti yang menonjol dari kegiatan penyuluhan (Pambudy, 2003). Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha; meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya petani, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya di perdesaan, meningkatkan pendapatan nasional; serta menjaga kelestarian lingkungan. Untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian (Pusat Penyuluhan Pertanian, 2011). Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, dimana untuk kelancaran

penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan maka mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kabupaten dan kecamatan dibentuk instansi yang menangani penyuluhan untuk semua tingkatan tersebut. Instansi pada tingkat pusat dalam bentuk Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. Instansi di tingkat provinsi dalam bentuk Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, instansi di Tingkat kabupaten dalam bentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sedangkan instansi di Tingkat Kecamatan dalam bentuk Balai penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien. Penyuluhan pertanian sangat perlu dilakukan karena penyuluhan pertanian tersebut dapat berfungsi untuk : a. Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha; b. Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; c. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; d. Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;

e. Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; f. Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan g. Melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan. Penyuluhan dapat dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya. Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan (Mentan, 2008). Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu (THL-TB) Penyuluh Pertanian adalah tenaga bantu penyuluh pertanian yang direkrut oleh Kementerian Pertanian selama kurun waktu tertentu dan melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Tingkat motivasi kerja penyuluh pertanian pada saat ini sangat berhubungan erat dengan (1) Perubahan-perubahan organisasi penyuluhan. Pengorganisasian penyuluhan pertanian yang berubah-ubah menyebabkan penyuluh pertanian

bersikap agak negatif terhadap profesinya. Penyuluh Pertanian merasakan profesinya sebagai kelinci percobaan, merasakan profesinya diremehkan sehingga semangat kerjanya menurun, (2) Penghargaan terhadap penyuluh pertanian relatif sangat rendah. Dulu penghargaan terhadap penyuluh pertanian sangat tinggi, diperhatikan baik oleh pemerintah maupun oleh petani, (3) Tugas penyuluh pertanian sebagai pengawal program-program pemerintah, dimana untuk mempertemukan tujuan organisasi dengan kebutuhan kebanyakan petani, bukan hal yang mudah sehingga dapat merusak dan menjauhkan hubungan antara penyuluh pertanian dengan para petani. (4) Kegiatan penyuluh pertanian lapangan bersifat rutin dari tahun ke tahun. Penyuluh pertanian sering merasa jenuh karena yang dikerjakan itu-itu saja dari tahun ke tahun (Puspadi, 2003). Tingkat motivasi kerja tersebut berdampak pada menurunnya kinerja Penyuluh Pertanian terutama sejak berlakunya otonomi daerah, sehingga banyak penyuluh pertanian yang beralih fungsi menjadi pejabat struktural atau tetap menjadi penyuluh pertanian tetapi tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada awalnya Penyuluh Pertanian merupakan aparat pusat yang bekerja di daerah untuk membantu petani di pedesaan. Setelah mengalami perubahan bentuk kelembagaan dengan adanya otonomi daerah, maka Penyuluh pertanian tersebut berubah statusnya menjadi aparat Pemerintah Daerah yang bertugas membina petani di pedesaan (Siregar, 2010). Dampak menurunnya motivasi kerja penyuluh pertanian juga terjadi di Kabupaten Karo hal dapat terlihat dari adanya sebahagian para penyuluh pertanian yang beralih status kepegawaiannya dari pegawai fungsional menjadi pegawai struktural. Pada tahun 2009 jumlah penyuluh pertanian PNS di Kabupaten Karo

ada sebanyak 59 orang tetapi pada tahun 2012 hanya tinggal sebanyak 45 orang. Pengurangan jumlah penyuluh pertanian PNS tersebut sebahagian besar disebabkan karena beralih fungsinya menjadi pegawai struktural, walaupun sebahagian ada yang telah memasuki masa pensiun. Untuk menanggulangi kekurangan jumlah penyuluh pertanian, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 telah mengalokasikan penyuluh pertanian dengan status Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu (THL-TB) Penyuluh Pertanian di Kabupaten Karo sebanyak 93 orang yang penempatannya tersebar di seluruh seluruh wilayah Kabupaten Karo. Dengan kondisi tersebut maka Penyuluh Pertanian baik yang berstatus sebagai PNS maupun THL TB Penyuluh Pertanian yang tersedia dibagi habis untuk membina seluruh desa-desa di Kabupaten Karo, sehingga seorang Penyuluh Pertanian dapat mempunyai wilayah binaan lebih dari 1 desa, bahkan bisa mencapai 2-3 desa binaan Penyuluh Pertanian. Disamping hal tersebut dampak lain yang diakibatkan dari penurunan motivasi kerja penyuluh pertanian di Kabupaten Karo adalah terlihat dari kurang maksimalnya para penyuluh pertanian memberikan penyuluhan kepada para petani/kelompok tani dan gapoktan. Hal ini terbukti dari menurunnya produktivitas berbagai komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Karo, seperti komoditi sayuran (Bawang daun, Kentang, Petsei/Sawi, Wortel, Lobak dan Kol Bunga) dan Buah-buahan (Jeruk, Advokat, Mangga, Sawo dan Jambu Air). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Produktivitas (Kw/Ha) Berbagai Komoditi Sayuran dan Buah buahan di Kabupaten Karo Tahun 2008 2012 No. Komoditi Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012* Sayuran 1. Bawang Daun 150,03 149,49 149,34 98,76 92,55 2. Kentang 157,64 156,66 156,17 171,69 164,91 3. Petsei/Sawi 248,84 225,52 212,46 126,18 133,63 4. Wortel 268,05 258,20 265,15 217,31 211,60 5. Lobak 312,99 312,47 253,95 211,72 208,56 6. Kol Bunga 189,51 189,48 157,81 156,39 135,71 Buah-buahan 1. Jeruk 420,48 420,42 422,41 594,34 335,70 2. Advokat 236,01 236,01 94,00 121,61 110,58 3. Mangga 250,64 251,92 129,08 195,57 123,36 4. Sawo 72,18 72,27 72,11 193,74 66,01 5. Jambu Air 165,84 165,89 53,85 145,16 36,92 Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Karo, 2012 Data Tahun 2012* masih berupa Angka Sementara Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja penyuluh pertanian di Kabupaten Karo. Pada Penelitian yang akan dilaksanakan penulis mencoba menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi kerja Penyuluh Pertanian yang berstatus sebagai PNS dan yang berstatus sebagai THL TB PP di Kabupaten Karo yaitu faktor kematangan pribadi, tingkat pendidikan, kelelahan dan kebosanan, keinginan, kepuasan kerja, kompensasi dan peraturan. Faktor kematangan pribadi merupakan faktor yang turut mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Orang yang telah matang kepribadiannya akan mempunyai motivasi kerja yang lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhannya. Tingkat pendidikan juga turut menentukan motivasi kerja seseorang. Seorang pegawai yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan lebih termotivasi karena sudah mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang lebih rendah tingkat pendidikannya. Kelelahan dan Kebosanan

merupakan faktor yang dapat menurunkan kapasitas dan ketahanan kerja yang berdampak pada menurunnya motivasi kerja. Keinginan merupakan salah satu faktor pendorong bagi penyuluh di dalam melaksanakan tugasnya secara baik dan memberikan hasil yang memuaskan. Faktor Kepuasan kerja juga dapat menjadi pendorong bagi seorang penyuluh pertanian untuk bekerja secara maksimal. Faktor kompensasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh untuk memberikan dorongan kepada penyuluh pertanian untuk bekerja secara baik. Faktor peraturan adalah faktor yang juga dapat meningkatkan motivasi kerja seorang penyuluh pertanian, apabila peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan tidak ada pengecualian sama sekali. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan faktor kematangan pribadi dengan motivasi kerja penyuluh 2. Bagaimana hubungan faktor tingkat pendidikan dengan motivasi kerja penyuluh 3. Bagiamana hubungan faktor kelelahan dan kebosanan dengan motivasi kerja penyuluh 4. Bagaimana hubungan faktor keinginan dengan motivasi kerja penyuluh 5. Bagaimana hubungan faktor kepuasan kerja dengan motivasi kerja penyuluh

6. Bagaimana hubungan faktor kompensasi dengan motivasi kerja penyuluh 7. Bagaimana hubungan faktor peraturan dengan motivasi kerja penyuluh 8. Faktor apa yang paling erat hubungannya dengan motivasi kerja penyuluh I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis : 1. Hubungan faktor kematangan pribadi dengan motivasi kerja penyuluh 2. Hubungan faktor tingkat pendidikan dengan motivasi kerja penyuluh 3. Hubungan faktor kelelahan dan kebosanan dengan motivasi kerja penyuluh 4. Hubungan faktor keinginan dengan motivasi kerja penyuluh pertanian PNS dan THL TB PP di Kabupaten Karo. 5. Hubungan faktor kepuasan kerja dengan motivasi kerja penyuluh pertanian PNS dan THL TB PP di Kabupaten Karo. 6. Hubungan faktor kompensasi dengan motivasi kerja penyuluh pertanian PNS dan THL TB PP di Kabupaten Karo. 7. Hubungan faktor peraturan dengan motivasi kerja penyuluh pertanian PNS dan THL TB PP di Kabupaten Karo. 8. Faktor yang paling erat hubungannya dengan motivasi kerja penyuluh

1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukan kepada Penyuluh Pertanian di dalam meningkatkan motivasi kerjanya untuk pencapaian tujuan pribadi dan organisasi dimana mereka bertugas. 2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak pemerintah serta pengambil kebijakan lainnya dalam rangka penyusunan program dan kebijakan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja penyuluh pertanian 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kinerja penyuluh pertanian