PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

KEBUTUHAN HARGA DIRI DAN KONSEP DIRI NIKEN ANDALASARI

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemandirian Anak Usia Prasekolah. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-potensi itu akan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN BODY IMAGE DENGAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan merupakan sesuatu yang akan menjadi pengalaman individu masingmasing.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga tumbuh kesadaran pentingnya untuk bersosialisasi dan berbaur dengan kelompoknya. Masa transisi yang diikuti dengan perubahan tersebut menimbulkan dampak tidak saja pada masa kini namun juga memberikan suatu sikap bagi remaja untuk bertindak di masa yang akan datang. Penerimaan dari kelompok teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting karena remaja membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh kelompoknya. Menurut Mu tadin (dalam Safaria dan Cahyani, 2007), kemandirian seperti halnya kondisi psikis lainnya yang dapat berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus berupa tugas tanpa bantuan, yang disesuaikan dengan usia serta kemampuan seseorang. Saat anak memasuki usia remaja, ia memasuki tahap persiapan dimana potensi anak untuk memisahkan diri dari peraturan mulai berkembang, hal ini akan mendorong remaja untuk memusatkan tenaga pada tugas serta pemecahan masalah sehingga mereka akan berusaha untuk lebih mandiri dan tidak tergantung pada orang tua ataupun (Ausebel dalam Santrock, 2005). Masa remaja juga merupakan masa persiapan untuk tumbuh dan perkembang, pada perkembangan akhir masa remaja, fase remaja merupakan fase trnasisi dan persiapan menuju masa kedewasaan. Dalam perkembangan secara psikologis pertumbuhan remaja juga disertai perubahan pada pribadi, sosial dan juga panutan moral yang akan menjadi titik tolak bagaimana rema akan bersikap pada masa selanjutnya. (Sri Rumini & Siti Sundari 2004). Ketergantungan remaja pada kelompoknya membuat remaja berusaha untuk sedapat dan semampu mungkin untuk tetap bersama kelompoknya dan berusaha sebagai anggota kelompok yang baik. Ketergantungan remaja pada kelompoknya dapat memberika pengaruh yang kurang baik, sebagai contoh ketergantungan remaja pada kelompok yang bersifat anarkis akan menjadikan kepribadian remaja menjadi anarkis dan anti kemapanan sosial. Dari sisi sosial dan kepribadian, 1

2 ketergantungan tersebut dapat menjadikan remaja memiliki krisis harga diri dan merasa berdaya jika lepas dari kelompoknya. Orang tua merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal oleh anak. Orang juga yang memberikan pengaruh terkuat dalam perkembangan kepribadian anak baik secara langsung maupun tidak langsung (Gerungan, 2002). Salah satu hal yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak adalah pola didik atau pola asuh yang diberikan oleh orang tua terhadap anak. Pola asuh yang baik yang adalah pola asuh dengan memberikan prioritas kepada kepentingan anak namun orang tua masih bertindak sebagai pengawas dan mengendalikan anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pola asuh yang demikian disebut sebagai pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua masih memiliki batas dan kontrol terhadap perilaku yang dilakukan atau dikerjakan oleh anak (Danarti 2010). Dengan suasana yang demokratis anak dapat berkembang menuru bakat, minat dan kemampuan masing-masing (Sofyan, 2008). Pertumbuhan sosial pada remaja juga dipengaruhi oleh bagaiamana kehidupan remaja tersebut dalam asuhan orangtuanya, kuat atau tidaknya pribadi, citra diri dan rasa self esteem. Hal ini terlihat pada banyaknya kasus yang terjadi, diantaranya banyak remaja yang mengalami krisis self esteem, baik dalam diri sendiri maupun lingkungan masyarakat. Proses self esteem dapat dikatakan berhasil jika seorang remaja mampu untuk memenuhi tuntutan lingkungan, dan diterima oleh lingkungan sekitar sebagai bagian dari masyarakat. Bila seorang remaja merasa gagal menyesuaikan diri dan merasa ditolak oleh lingkungan, maka akan menjadi regresif atau mengalami kemunduran. Lalu secara tidak sadar akan menjadi kekanak-kanakan (Suryanto, 2003). Gunarsa (2002) mengatakan bahwa self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself. Pendapat ini menerangkan bahwa self esteem merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Lebih lanjut lagi menurut Gunarsa (2002) bahwa individu dalam melakukan penilaian terhadap kehormatannya tersebut bisa berkisar pada rentang nilai yang positif sampai negatif. Self esteem merujuk pada sikap seseorang terhadap dirinya sendiri mulai dari sangat negatif sampai sangat positif.

3 Memiliki self esteem yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri dan memiliki self esteem yang rendah berarti seorang individu kurang menyukai dirinya sendiri. Lebih jauh Hendrianti (2006) mengungkapkan tentang individu yang memiliki rasa self esteem yang sehat, bahwa rasa self esteem yang sehat adalah kemampuan untuk menggambarkan dan melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh kasih sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam hubungan dengan orang lain. Kebalikannya, orang yang merasa rendah diri biasanya memiliki suatu gambaran diri yang negatif dan hanya sedikit mengenal dirinya, sehingga menghalangi kemampuannya untuk: menjalin hubungan, merasa tidak terancam, merasa berhasil, mengalami pertalian yang erat dengan dunia, memperlihatkan keyakinan dirinya, mengatasi rasa takut serta emosi-emosi yang kuat, dan menyatakan cinta kasihnya kepada orang lain. Faktor-faktor yang melatar belakangi self esteem yaitu: lingkungan, pola asuh dan kondisi sosial ekonomi (dalam Sriati, 2008). Pengalaman merupakan hal-hal yang pernah dialami individu dan memiliki makna khusus bagi kehidupan individu tersebut, baik yang bersifat emosional, tindakan ataupun kejadian. Pola asuh disini merupakan sikap yang digunakan oleh orang tua untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Lingkungan disekitar individu bisa terdiri orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar. Sosial ekonomi merupakan pendapatan berupa finansial yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berasal dari faktor pola asuh dan lingkungan yang disebutkan di atas, dapat diartikan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mempengaruhi self esteem anak. Interaksi individu dengan individu lain dari awal mula kehidupannya adalah interaksinya dengan orang tuanya. Selft esteem mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai

4 orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai perasaan self esteem (Sundari, 2008). Kasus yang berkenaan dengan kemandirian berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden, dalam wawancara yang didapat, responden yang merupakan dosen pembimbing klinik pada program pendidikan profesi dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta menyatakan bahwa pada mahasiswa Coass sering nampak sikap ragu-ragu dalam mejalanakan tugas-tugas yang diberikan bahkan muncul sifat tergantung terhadap teman sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas tersebut dan hal itu mempengaruhi terhadap nilai yang di perolehnya dalam setiap stase yang di jalaninya. Dalam evaluasi pembelajaran di peroleh hasil bahwa coass yang memiliki sikap ragu-ragu dan tergantung pada temannya di latar belakangi oleh pola asuh orang tuanya yang cenderung memanjakan dan terkadang memaksakan kehendaknya pada anak untuk menjadi seperti yang di inginkan orang tua tersebut, rata-rata mahasiswa coas berlatar belakang keluarga mampu dan orang tua berprofesi dokter atau pengusaha. Setelah di terlihat perbedaan antara anak yang memiliki latar belakang pola asuh yang otoriter, demokrasi maupun pola asuh yang memanjakan anak. Anak dengan pola asuh otoriter dan selalu dimanja oleh orangtua akan menjadikan anak mudah patah semangat, tidak yakin akan kemampuannya pada saat akan mengambil suatu keputusan, hal yang berbeda dialami oleh anak dengan pola asuh mandiri yang terlihat lebih yakin akan kemampuannya dalam pengambilan keputusan. Dari sisi keberanian dan daya tanggap, anak dengan pola asuh demokratis cenderung lebih berani dan lebih mampu dalam mengekspresikan keinginan dan kemampuan yang mereka miliki. Juga dirasakan oleh mahasiswi baru pada suatu universitas yang bernama Lita, yang disebabkan oleh kurangnya self esteem sehingga remaja tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus barunya di Bandung, Sewaktu SLTA Lita bersekolah di luar Bandung. Lita merasa kehilangan teman teman SMA, merasa tidak betah, tidak punya teman. Sampai sampai dia ingin keluar kuliah karena dia kuliah di universitas tersebut juga atas keinginan orang tuanya bukan keinginan sendiri (Anonim, 2005). Kasus kasus tersebut terlihat sebagai wujud dari tidak adanya self esteem (self esteem). Maslow (Sundari, 2008) berpendapat bahwa salah satu ciri dari self

5 esteem yang baik adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkat kebutuhan yang sifatnya hirarkis dengan unsur sebagai berikut: fisiologis, rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan rasa self esteem. Kegagalan dalam self esteem dapat menimbulkan sikap yang apatis. Menurut Freud yang dikemukakan oleh Prawiro Harjo (Muntaha, 2003) kegagalan self esteem dapat dilihat dari tanda-tanda kecemasan tinggi, rasa rendah diri, depresi, ketergantungan pada orang lain dan tanda-tanda psikomatis lainnya. Dalam penelitian Makmun (2003) menyebutkan bahwa self esteem dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kepribadian, jenis kelamin, inteligensi, pola asuh dan konsep diri. Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebut dikemukakan oleh Muntaha (2003), yang terdiri dari body mage (gambaran diri), ideal diri, self esteem, peran dan identitas diri. Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Makmun, 2003). Pengaruh yang disebabkan oleh perbedaan pola asuh tidak saja memberikan dampak terhadap anak hingga remaja namun juga pada saat anak yang bersangkutan telah dewasa dan menghadapi dunia kerja. Pada bidang kedokteran, mahasiswa yang telah selesai menyelesaikan pendidikan dan akan terjun ke dalam dunia kerja akan menghadapi semacam pengenalan dunia kerja dan bagaiaman suasana kerja yang sebenarnya itu atau lebih sering disebut sebagai COAS. Dalam coas tidak saja digunakan untuk menerapkan pengetahuan yang didapat selama masa pendidikan namun juga merupakan latihan untuk melihat sejauh mana tanggungjawab, inisiatif, kemampuan untuk berhubungan dengan rekan sejawat, atasan maupun dengan pasien. Kemampuan-kemapuan tersebut, tanggungjawab, inisiatif, kemampuan berhubungan dengan rekan sejawat, atasan, ataupun berhubungan dengan pasien, sangat berhubungan dengan pola asuh yang diterima oleh mahasiswa tersebut. Perbedaan pola asuh yang diterima oleh mahasiswa akan terlihat dan dapat dikenali dari bagaimana tanggungjawab mereka terhadap tugas, kepatuhan terhadap aturan yang ditetapkan, inisitaif mencari pemecahan masalah

6 yang dihadapi, maupun cara mereka berhubungan dengan rekan kerja, atasan maupun dengan pasien. Yusuf (2001) mengemukakan bahwa kemandirian adalah keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dan dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Arti ini memberikan penjelasan bahwa kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain, keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatankegiatan dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi. Lebih lanjut Musdalifah (2007) mengemukakan bahwa kemandirian sangat dipengaruhi rasa percaya diri yang dimiliki oleh orang tersebut dan bagaimana pendidikan serta pengasuhan yang diterima pada masa yang lalu. Berkaitan dengan hal tersebut fenomena yang peneliti dapatkan saat melakukan observasi langsung terhadap mahasiswa COAS, yang berkaitan dengan kemandirian adalah ketergantungan mereka terhadap rekan dan belum adanya kepercayaan terhadap kemampuan yang mereka miliki. Ketergantungan terhadap rekan sesama peserta COAS yang paling terlihat adalah selalu menanyakan apakah yang dilakukan pada saat ini sudah tepat dan apa tindakan selanjutnya, dari sisi pretasi akedemik mahasiswa tersebut memiliki kemampuan akademik yang baik, sehingga seharusnya dia dapat dan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi dan bukannya menanyakan kepada rekannya. Terdapat juga fenomena mahasiswa COAS yang terlampau manja, dalam hal ini adalah ketergantungan kepada rekan untuk melakukan kegiatan pribadi, misalnya yang terlihat pada mahasiswa COAS yang bernama AB, yang selalu meminta bantuan kepada rekannya SE dalam menyelesaikan tugas-tugas yang di berikan, pada saat peneliti menanyakan kenapa harus meminta bantuan temannya, AB mengemukan bahwa dia tidak yakin bisa menyelesaikan tugas yang di bebankan kepadanya hingga bisa memenuhi syarat untuk di uji pada setiap stase. Dua contoh fenomena yang terjadi pada mahasiswa yang sedang COAS tersebut menunjukkan bahwa kemandirian yang dimiliki oleh mahasiswa COAS tidak sama dan tidak semunya memiliki kemandirian tersebut.

7 Berkaitan dengan fenomena di atas, maka peneliti bermaksud untyuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan hubungan rasa selft esteem dan pola asuh demokratis terhadap kemandirian pada mahasiswa coas. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan sebagai tersebut diatas penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hubungan pola asuh demokratis dan self esteem dengan kemandirian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Bagaimanakah hubungan pola asuh demokratis dengan kemandirian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3. Bagaimanakah hubungan self esteem dengan kemandirian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Hubungan pola asuh demokratis dan self esteem dengan kemandirian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Hubungan pola asuh demokratis terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3. Hubungan self esteem terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 4. Variabel yang memberikan hubungan terkuat pada kemandirian mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan psikologi maupun kepentingan praktis. 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi pendidikan dan

8 perkembangan mengenai pengaruh self esteem dan pola asuh demokratis pada mahasiswa terhadap kemandirian mahasiswa. 2. Praktis a. Bagi mahasiswa coas diharapkan memberikan wawasan mengenai pola asuh dan rasa self esteem yang baik. b. Bagi pimpinan fakultas diharapkan memberikan wawasan mengenai rasa self esteem dan pola asuh demokratis sehingga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kemandirian mahasiswa. c. Bagi peneliti yang hendak mengambil tema yang sama dapat dijadikan sebagai bahan referensi.