UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UU 25/1964, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

DAFTAR ISI. III DASAR TEORI Aspek Teknis Aspek Ekonomi...22

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 05 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK KEKAYAAN 1932 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBUATAN LAPORAN PEMBUKUAN SIMPAN PINJAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK KEKAYAAN TAHUN 1932 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1963 TENTANG TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

LAMPIRAN. Poliklinik Ibu Hamil Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2011.

LAMPIRAN 1: KISI-KISI KUESIONER SIKAP DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

LAMPIRAN A FREKUENSI SAMPEL PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kemampuan Menggunakan Kalimat Efektif Dalam Mengungkapkan Pengalaman Oleh Siswa Kelas VII SMP TPI Al-Hasanah Pematang Bandar

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI KONFRONTASI TAHUN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rahmad Kartolo Silitonga Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan USI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1970 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PENDAPATAN 1944 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG SURAT HUTANG LANDREFORM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,,

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

Studi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1984 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1983/1984 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 3, No 1 Januari 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kemampuan Menulis Artikel Siswa Kelas XI SMA Surya Murni Pematangsiantar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 08 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR: 23 TAHUN 1991 SERI A NO: 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA BIDANG PEMBERDAYAAN LINGKUNGAN DAN BIDANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERSEROAN 1925 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PENDAPATAN 1944 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1964 TENTANG PUNGUTAN ISTIMEWA ATAS IMPOR UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JALAN RAYA LINTAS SUMATERA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 29 TAHUN 1964 (29/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA)

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1994 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1993/94

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 1981 (5/1981)

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERSEROAN 1925 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DATA MAHASISWA. : Nabila Balqish binti Azahar Tempat / Tarikh Lahir : Kg Kok Keli, Kelantan / 12 Juni 1988

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1964 TENTANG PENGELUARAN PINJAMAN OBLIGASI PEMBANGUNAN TAHUNAN 1964 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1993 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1992/93

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PARKIR DI KABUPATEN SIDOARJO

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

VERSI PUBLIK. PARA PIHAK 2.1 Perusahaan pengambilalih: Fairfax Asia Limited 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN PASAL 1

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 061 TAHUN 2016 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEJABAT PENGADAAN BARANG/ JASA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 24 TAHUN 1964 (24/1964) Tanggal: 25 NOPEMBER 1964 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 14 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PARKIR

1 of 6 18/12/ :54

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA (Undang-Undang Darurat Nomor 21 Tahun 1951 Tanggal 29 September 1951)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 207 TAHUN 1961 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN MENTERI PERTAMA, WAKIL MENTERI PERTAMA DAN MENTERI

: El(O ANTONO; : HADI SUKRIANTO; SURAT KETERANGAN Nomor : 1173/Not.BHD/IV/2015. Yang bertandatangan dibawah ini :

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921 PRESIDEN, Menimbang : bahwa tarip-tarip dalam Aturan Bea Meterai 1921, yang masih berlaku dewasa ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan- perkembangan harga, sehingga perlu diadakan perubahan dan tambahan; Mengingat : 1. pasal 5 ayat 1 dan pasal 23 ayat 2 Undang-undang Dasar; 2. Aturan Bea Meterai 1921 (Lembaran Negara 1921 No. 498) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undangundang No. 18 Prp tahun 1959 dan No. 24 Prp tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 111 dan No. 141); Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.Gotong Royong; MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA METERAI 1921. Pasal 1. Aturan Bea Meterai 1921 (Lembaran Negara 1921 No. 498), sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang- undang No. 18 Prp dan No. 24 Prp tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 111 dan No.. 141) diubah dan ditambah sebagai berikut : I. Ketentuan

- 2 - I. Ketentuan Umum yang berbunyi : "Bea Meterai ditetapkan sekurangkurangnya satu rupiah", seperti tertera dalam pasal II Undang-undang No. 18 Prp dan No. 24 Prp tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 No. 111 dan No. 141) dicabut. II. Sesudah pasal 22 diadakan pasal baru yang diberi nomer pasal 22a, yang berbunyi sebagai berikut : "(1) Bea meterai ditetapkan sekurang-kurangnya sepuluh rupiah. (2) Pembulatan bea meterai sebanding yang diatur dalam bab-bab yang berikut sepanjang mengenai pembulatan yang kurang dari lima rupiah, dilakukan ke atas, sehingga jumlah bea meterai tersebut merupakan pergandaan dari lima rupiah". III. A. Bab II, angka 1 diubah sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut : "1. Tentang bea meterai umum Rp. 25,- untuk semua tanda bukti yang tidak disebutkan di bagian lain". B. Pada pasal 23 kata-kata : "bea meterai tetap sebanyak tiga rupiah" diubah dan dibaca : "bea meterai tetap sebanyak duapuluh lima rupiah". B.1. Pasal 23 angka 2 dihapuskan. C. Pada pasal 25 ayat (1) kata-kata : "berjumlah empat rupiah untuk..." diubah dan dibaca : "berjumlah empatpuluh rupiah untuk...". D. Pada pasal 25 ayat (2) kata-kata : "berjumlah dua rupiah lebih..." diubah dan dibaca : "berjumlah duapuluh rupiah lebih...". E. Pada pasal 26 ayat (1) kata-kata : "Bea meterai dari tiga rupiah dan..." diubah dan dibaca : "Bea meterai dari duapuluh lima rupiah dan...". F. Pada

- 3 - F. Pada pasal 28 kata-kata : "... dibubuhi teraan dari empat rupiah atau enam rupiah" dibuah dan dibaca : "..... dibubuhi teraan dari empatpuluh rupiah atau enampuluh rupiah". G. Pada pasal 38 kata-kata : "... dikenakan bea tetap dari satu rupiah" diubah dan dibaca : "... dikenakan bea tetap limapuluh rupiah tanda-tanda yang disebut pada huruf-huruf a, b, c, d, e, f, dan dikenakan bea tetap sepuluh rupiah tanda-tanda yang disebut pada huruf-huruf g, h, i, j, k, l, dan m". H. Pasal 38 huruf h diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut : "tanda-masuk, tanda langganan, tanda-tanda keanggotaan dari sositet dan perkumpulan yang semuanya memberi hak termasuk di dalamnya dan diberikan untuk memenuhi atau keharusan untuk memenuhi suatu jumlah yang terhutang". I. Pada pasal 38 huruf 1 kata-kata : "... setinggi-tingginya seribu rupiah" diubah dan dibaca : "... setinggi-tingginya sepuluhribu rupiah". J. Pada pasal 39 ayat (3) kata-kata : "... terhutang bea sebanyak satu rupiah untuk..." diubah dan dibaca : "... terhutang bea sebanyak limapuluh rupiah untuk..." K. Pada pasal 41 angka 1 kata-kata : "... jika mengenai jumlah uang duapuluh lima rupiah atau kurang asalkan..." diubah dan dibaca : "... jika mengenai jumlah uang limaribu rupiah atau kurang untuk tanda-tanda yang disebut pada pasal 38 huruf-huruf a, b, c, d, e, f dan jika mengenai jumlah uang seratus rupiah atau kurang untuk tandatanda yang disebut pada pasal 38 huruf-huruf g, h, i, j, k, l dan m, asalkan..." L. Pada pasal 44a ayat (1) kata-kata : "Dikenakan bea meterai satu rupiah" diubah dan dibaca : "Dikenakan bea meterai sepuluh rupiah..." M. Pada

- 4 - M. Pada pasal 44a (2) kata-kata : "Dikenakan bea meterai satu rupiah..." diubah dan dibaca: "Dikenakan bea meterai sepuluh rupiah..." N. Pada pasal 44 c ke-3 kata-kata: "... berjumlah puluh rupiah atau kurang..." dan "... tidak terhitung lebih dari sepuluh rupiah" diubah dan dibaca: "... berjumlah seratus rupiah atau kurang..." dan "... tidak terhutang lebih dari seratus rupiah". O. Pada pasal 45 ayat (1) huruf a kata-kata: "... dikenakan bea meterai tetap sebanyak jumlah yang diharuskan..." diubah dan dibaca : "... dikenakan bea meterai tetap sebanyak sepuluh kali jumlah yang diharuskan...". P. Pada pasal 45 ayat (1) huruf b kata-kata : "... dikenakan bea tetap sebesar Rp. 0,30 (tigapuluh sen)" diubah dan dibaca: "... dikenakan bea tetap sebesar sepuluh rupiah." Q. Pada pasal 45 ayat 4 kata-kata: "dikenakan bea tetap empat rupiah limapuluh sen......" diubah dan dibaca: dikenakan bea tetap limapuluh rupiah...". R. Pada pasal 45 ayat (5) huruf c kata-kata: ".... dikenakan bea sebanyak limaratus rupiah untuk..." diubah dan dibaca: "... dikenakan bea sebanyak limaribu rupiah untuk..." S. Pada pasal 45 ayat (6) alinea ke-1 kata-kata: "Dikenakan bea tetap sebanyak seratus rupiah..." diubah dan dibaca : "Dikenakan bea tetap sebanyak seribu rupiah...". T. Pada pasal 45 ayat (6) alinea ke-2 kata-kata: "Dikenakan bea tetap sebanyak tiga rupiah..." diubah dan dibaca : "Dikenakan bea tetap sebanyak tigaratus rupiah...". U. Pada pasal 45 ayat (6a) huruf A kata-kata : "tiga rupiah" diubah dan dibaca : "tigaratus rupiah... Pada

- 5 - Pada pasal 45 ayat (6a) huruf B kata-kata : "enam rupiah" diubah dan dibaca : "enamratus rupiah". Pada pasal 45 ayat (6a) huruf C kata-kata : "duabelas rupiah" diubah dan dibaca : "seribu duaratus rupiah". Pada pasal 45 ayat (6a) huruf D kata-kata : "duapuluh rupiah" diubah dan dibaca : duaribu rupiah". V. Pada pasal 45 ayat (7) kata-kata : "Bea meterai ditetapkan sekurangkurangnya satu rupiah" diubah dan dibaca : "Bea meterai ditetapkan sekurang-kurangnya duapuluh lima rupiah". W. Pada pasal 45 ayat (8) kata-kata : "Dikenakan bea tetap seratus rupiah..." diubah dan dibaca: "Dikenakan bea tetap seribu rupiah..." dan "Bea ini dikurangi hingga lima rupiah..." diubah dan dibaca : "Bea ini dikurangi hingga limaratus rupiah...". X. Pada pasal 45 ayat (8a) kata-kata : "... dikenakan bea meterai sama dengan jumlah dan..." diubah dan dibaca: "... dikenakan bea meterai sebanyak sepuluh kali jumlah yang..." Y. Pada pasal 45 ayat (9) kata-kata : "Dikenakan bea tetap tiga rupiah..." diubah dan dibaca : "Dikenakan bea tetap sepuluh rupiah..." Z. Pada pasal 45 ayat (10) kata-kata : "... dikenakan bea meterai sama dengan jumlah dan..." diubah dan dibaca : "... dikenakan bea meterai sebanyak sepuluh kali jumlah yang...". Aa. Pasal 45 ayat (11) huruf a diubah seluruhnya sehingga sekarang berbunyi : "permohonan untuk pendaftaran dari jenis landasan dalam keadaan berat muatan untuk kendaraan bermotor, permintaan untuk memperoleh nomer polisi, surat keterangan percobaan dan pengujian untuk kendaraan bermotor, demikian juga dari surat keterangan Internasional

- 6 - internasional untuk kendaraan bermotor dan surat keterangan mengemudi internasional "seperti dimaksud dalam perjanjian internasional di Paris, mengenai lalu-lintas dengan kendaraan bermotor dari 24 April 1926 (Staatsblad 1930 No.:184) dan surat izin untuk mengangkut orang dan barang dengan kendaraan bermotor dikenakan bea tetap limapuluh rupiah" Ab. Pada pasal 45 ayat (11) huruf b kata-kata : "... dikenakan bea meterai limabelas rupiah" diubah dan dibaca: "..... dikenakan bea meterai seratus limapuluh rupiah". Ac. Pada pasal 45 ayat (11 huruf c kata-kata: "... dikenakan bea tetap tujuh rupiah limapuluh sen" diubah dan dibaca: dikenakan bea tetap seratus rupiah". Ad. Pada pasal 45 ayat (11) huruf d kata-kata : "... dikenakan bea tetap satu rupiah limapuluh sen" diubah dan dibaca: "... dikenakan bea tetap limabelas rupiah". Ae. Pada pasal 45 ayat (12) kata-kata : "... dikenakan bea tetap sepuluh rupiah untuk..." diubah dan dibaca : "... dikenakan bea tetap duaratus limapuluh rupiah untuk..." Af. Pada pasal 48 angka ke-1 kata-kata : "... empatpuluh rupiah", "delapanpuluh rupiah", "seratus duapuluh rupiah", "seratus enampuluh rupiah", dan "duaratus rupiah" diubah dan dibaca : "empatribu rupiah", "delapanribu rupiah", "duabelas ribu rupiah", "enambelasribu rupiah", dan "duapuluhribu rupiah". Ag. Pada pasal 48 angka ke-2 kata-kata: "empatratus rupiah" dan "tiga rupiah" diubah dan dibaca:..empatpuluhribu rupiah" dan "tigaratus rupiah". Ah. Pada pasal 48 angka ke-3 kata-kata:"seratus rupiah" diubah dan dibaca : "sepuluhribu rupiah". Ai. Pada

- 7 - Ai. Aj. Pada pasal 48 angka ke-4 kata-kata : "seratus rupiah" diubah dan dibaca : "sepuluhribu rupiah". Pada pasal 48 angka ke-5 kata-kata : "empatratus rupiah" diubah dan dibaca : "duaribu rupiah". Ak. Pada pasal 48 angka ke-6 kata-kata : "limapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "duaratus limapuluh rupiah". Al. Pada pasal 48 angka ke-7 kata-kata : "limapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "duaratus limapuluh rupiah". Am. Pada pasal 48 angka ke-8 kata-kata : "duapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "seratus rupiah". An. Pada pasal 48 angka ke-9 kata-kata : "empatratus rupiah" : diubah dan dibaca : "empat puluh ribu rupiah". Ao. Pada pasal 48 angka ke-10 kata-kata : "limapuluh rupiah" : diubah dan dibaca : "limaribu rupiah". Ap. Pada pasal 48 angka ke-11 kata-kata : "limapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "lima ribu rupiah". Aq. Pada pasal 48 angka ke-12 kata-kata : "limapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "limaribu rupiah". Ar. Pada pasal 48 angka ke-13 kata-kata : "sepuluh rupiah" diubah dan dibaca : "seribu rupiah". As. Pada pasal 48 angka ke-14 kata-kata : "limapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "limaribu rupiah". At. Pada pasal 48 angka ke-15 kata-kata : "duaratus rupiah" diubah dan dibaca : "duapuluhribu rupiah". Au. Pada pasal 48 angka ke-16 kata-kata : "empatratus rupiah" dan "limapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "sepuluhribu rupiah" dan "duaratus limapuluh rupiah". Av. Pada

- 8 - Av. Pada pasal 48 angka ke-18 kata-kata : "duaratus rupiah" diubah dan dibaca : "limaribu rupiah". Aw. Pada pasal 48 angka ke-19 kata-kata : "duaratus rupiah" diubah dan dibaca : "limaribu rupiah". Ax. Pada pasal 48 angka ke-20 kata-kata : "limapuluh rupiah" dan "tiga rupiah" diubah dan dibaca : seribu rupiah" dan enampuluh rupiah". Ay. Pada pasal 49 kata-kata : "tiga rupiah" diubah dan dibaca : "duapuluh lima rupiah". Az. Pada pasal 57 ayat (1) kata-kata : "... duapuluh empat sen..." diubah dan dibaca : "... lima rupiah...". Ba. Pada pasal 57 ayat (4) kata-kata : "bea meterai tetap satu rupiah" diubah dan dibaca "bea meterai tetap duapuluh lima rupiah". Bb. Pada pasal 61 ayat (1) huruf a kata-kata : "bea tetap empat rupiah" diubah dan dibaca : "bea tetap sepuluh rupiah". Bc. Pada pasal 61 ayat (1) huruf b kata-kata : "bea tetap dua rupiah" diubah dan dibaca : "bea tetap sepuluh rupiah". Bd. Pada pasal 62 ayat (1) kata-kata : "... tidak lebih dari limapuluh sen..." diubah dan dibaca : "... tidak lebih dari sepuluh rupiah..." Be. Pada pasal 63 ayat (1) kata-kata : "Bea meterai tiga rupiah terhutang..." diubah dan dibaca : "Bea meterai duapuluh lima rupiah terhutang..." Bf. Pasal

- 9 - Bf. Pasal 63 ayat (2) diubah seluruhnya sehingga sekarang berbunyi : "Bea meterai duapuluh lima rupiah terhutang untuk tanda yang dimaksud dalam pasal 61 mengenai asuransi orang jika pembayaran kembali asuransi atas satu orang semuanya atau tersendiri berjumlah tidak lebih dari limaribu rupiah untuk modal atau seratus rupiah sebulan untuk bunga, jika dalam hal asuransi sakit jumlah ini dinaikkan dari seratus rupiah sampai limaratus rupiah untuk tiap-tiap bulan". Bg. Pada pasal 65 ayat (1) kata-kata : "... untuk mana dilunasi bea meterai limabelas sen..." diubah dan dibaca : "..... lunasi bea meterai limabelas sen..." diubah dan dibaca: "... untuk mana dilunasi bea meterai sepuluh rupiah...". Bh. Pada pasal 69 ayat 2 kata-kata : "Bea meterai ditetapkan sekurangkurangnya satu rupiah" diubah dan dibaca : "Bea meterai ditetapkan sekurang-kurangnya sepuluh rupiah". Bi. Bj. Pada pasal 69 ayat 3 kata-kata : "... dikenakan bea tetap satu rupiah" diubah dan dibaca : "... dikenakan bea tetap sepuluh rupiah..." Pada pasal 73a ayat 1 kata-kata : "... berjumlah lebih dari Rp. 1.000,-" diubah dan dibaca : "... berjumlah lebih dari Rp. 10.000,-". Bk. Pada pasal 76 ayat 3 kata-kata : "... untuk mana semula dilunasi bea neterai sekurang-kurangnya lima puluh sen," diubah dan dibaca : "... untuk mana semula dilunasi bea meterai sekurang-kurangnya sepuluh rupiah". Bl. Pada pasal 80 ayat 1 kata-kata : "... terhutang bea tetap duapuluh rupiah" diubah dan dibaca : "... terhutang bea tetap duaratus rupiah". Bm. Pada pasal 80 ayat 2 kata-kata : "Bea tetap limapuluh sen..." diubah dan dibaca : "Bea tetap sepuluh rupiah..." Pasal 2

- 10 - Pasal 2. Pelaksanaan selanjutnya diatur oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. Pasal 3. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya dan untuk pertama kali dilaksanakan pada saat yang ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1964. PRESIDEN, ttd SUKARNO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1964. SEKRETARIS NEGARA, ttd MOHD. ICHSAN. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1964 NOMOR 116

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA METERAI 1921. UMUM. Perubahan tarip bea meterai yang terakhir terjadi pada akhir tahun 1959 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1960. Kenaikan tarip tersebut dimaksudkan untuk menambah penerimaan negara guna mengurangi defisit Anggaran Belanja Negara. Kini berhubung dengan perkembangan harga-harga ternyata, bahwa biaya untuk membuat meterai-tempel dan kertas-meterai sudah sedemikian meningkatnya, sehingga hasil-bersih pajak ini tidak jauh berbeda dari ongkos-ongkos pemungutannya. Oleh karena itu coupures meterai-meterai yang hingga sekarang paling rendah ialah sebesar Rp. 1,- dinaikkan menjadi Rp. 10,-. Selain dari pada itu tarip-tarip bea meterai lainnya, istimewa tarip bea meterai tetap untuk beberapa tanda mengalami kenaikkan luar biasa, halmana disesuaikan dengan kenaikan harga yang bertalian dengan segala sesuatu yang disebutkan dalam tanda yang bersangkutan. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. I dan II.Ketentuan umum seperti disebut dalam Pasal II Undang- undang No. 18 Prp dan No. 24 Prp tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 111 dan No. 141), yang berbunyi: "Bea meterai ditetapkan sekurang-kurangnya satu rupiah" tidak ditempatkan secara sistimatis dalam aturan Bea Meterai 1921 yang berlaku, padahal ketentuan-ketentuan umum demikian itu diatur dalam Bab X Pasal 1 s/d 22. Berhubung dengan itu maka Pasal 11 dimaksud di atas dicabut dan ketentuan umum bersangkutan sesudah diubah dimasukkan dalam Aturan Bea Meterai 1921 yaitu dalam Pasal 22a ayat (1). Untuk mengurangi coupures meterai-tempel yang harganya kurang dari pada lima rupiah, dan yang biaya pembuatannya sudah mendekati harga-jualnya, sehingga sukar untuk dapat dipertanggung-jawabkan, maka diadakan pembulatan seperti yang diatur dalam pasal 22a ayat (2). III. Agar supaya hubungan antara Pemerintah dan rakyat lebih dekat dan lebih mudah maka pengenaan bea meterai atas surat-surat permohonan dan sebagainya serta jawaban atau putusan atas permohonan tersebut, seperti dimaksud dalam pasal 23 angka 2, dihapuskan. Pasal 2

- 2 - Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Oleh karena pembuatan meterai-meterai-tempel itu memakan waktu dan persediaan meterai-meterai tempel yang sesuai dengan tarip-tarip baru ini belum mencukupi maka saat berlakunya perobahan tarip-tarip ini akan ditetapkan kemudian. Mengetahui : Sekretaris Negara, MOHD. ICHSAN. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 2706