BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKSAAN PERJODOHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAIN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

I. PENDAHULUAN. memberikan pengaruh kepada manusia untuk memenuhi segala macam kebutuhan

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

PEDOMAN PRAKTIS BERPERKARA

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB IV CERAI TALAK DALAM PERSPEKTIF YURIDIS. DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs PENGADILAN AGAMA GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

A. Analisis Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum Putusan PA Nomor. Agama Pasuruan, yang mana dalam bab II telah dijelaskan tentang sebab

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

Contoh Surat Gugatan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

PENETAPAN Nomor 0004/Pdt.P/2014/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERBANDINGAN HUKUM ACARA PERCERAIAN ANTARA SUAMI DAN ISTERI DI PENGADILAN AGAMA

Dusun Margodadi Barat. Dusun Margodadi Barat 5 Pendidikan terakhir sebelum mondok di pesantren

AKIBAT PERCERAIAN DISEBABKAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Putusan Nomor : 1098/Pdt.G/2008/PA.Dmk Di Pengadilan Agama Demak

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB VII PENUTUP. Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendapat ulama Banjar terhadap akad nikah tidak tercatat secara resmi di

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB III PERKAWINAN DI BAWAH ANCAMAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

P U T U S A N. Nomor xxxx/pdt.g/2017/pta.bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BISMILLAHIRAHMANNIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. dua orang yang berbeda saling mengenal. Di dalam Islam, perjodohan seringkali

P U T U S A N. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkiraan seandainya anaknya perempuan, maka anaknya

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

Contoh Format Gugatan / Permohonan. Diketik rangkap 7. {tab=cerai Gugat} Muntok, Hal : Cerai Gugat. Kepada. Yth. Ketua Pengadilan Agama Mentok

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III MURTAD SEBAGAI SEBAB PUTUSNYA PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM. A. Latar Belakang Lahirnya Kompilasi Hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

Transkripsi:

74 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKSAAN PERJODOHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAIN A. Pemaksaan Perjodohan di Desa Murbatah, Kec. Banyuates, Sampang Perjodohan, atau dalam bahasa sederhana penulis; memasangkan seseorang dengan orang lain, adalah hal yang mubah. Sebagaimana yang disebutkan dalam kerangka teori, Nabi Muhammad memberikan contoh bahwa beliau sempat menjodohkan seorang sahabat dengan anak perempuan sahabat yang lain. Namun, adalah konteks yang berbeda apabila proses perjodohan ini mengandung unsur-unsur pemaksaan di dalamnya. Dalam rangka bangun kajian fiqh, dalam kesimpulan penulis, terdapat dua pendapat yang berbeda; pertama, ulama atau pakar fiqh yang berpendapat bahwa proses pemaksaan dalam menjodohkan anak adalah hal yang dibolehkan, meski cenderung dimakruhkan. Logika hukum yang dibangun adalah, sesuai dengan hadits Nabi yang menyebutkan bahwa seorang ayah harus meminta persetujuan dari anaknya yang masih perawan. Hukum meminta persetujuan anak berdasarkan hadist tersebut adalah sunnah. Sedangkan, keberadaan ayah sebagai wali dalam nikah merupakan kewajiban. Oleh sebab itulah, maka memaksakan kehendak kepada anak untuk menikah sesuai pilihan orang tua adalah makruh. Alasan lain yang mendukung pendapat ini adalah adanya kewajiban orang tua untuk menikahkan anaknya dikala sudah mencapai umurnya. Kewajiban dalam bahasa penulis memiliki konotasi pemaksaan untuk 74

75 dilakukan. Maka dari itu, ada dua pertemuan kewajiban dalam konteks ini; yakni kewajiban orang tua mencarikan calon jodoh pada anaknya, serta kewajiban anak untuk mengikuti arahan orang tuanya. Dengan demikian, maka menjustifikasi hukum memaksakan kepada ada pada level haram, sebagaimana pendapat selanjutnya ini, tidak memiliki alasan kuat. Kedua, memang ada sebagian ulama yang menyebut bahwa memaksakan kehendak untuk menikahkan anaknya sesuai pilihan orang tua adalah haram. Alasannya lebih menggunakan aspek-aspek rasionalistik, yakni, sebuah perkawinan harus dibangun dengan dasar saling menyayangi, mencintai, dan menghargai. Sedangkan, pemaksaan bukan bagian dari kerangka berfikir tersebut. Landasan utama yang mereka gunakan adalah sama dengan mereka yang menghukumi makruh. Namun, kesimpulan akhir yang mereka ambil bukan logika hukum sunnah melainkan wajib. Imbasnya, mafhu>m muh{alafah dari kata wajib adalah haram. Terlepas dari kerangka fiqh di atas, dalam kompilasi Hukum Islam, struktur bangunan etis meminang seseorang diatur pada BAB III Pasal 11-13. Di dalamnya terkandung sebuah kerangka kesamaan hak antara yang meminang dan dipinang. Proses peminangan harus dilakukan berdasarkan pada saling mau menerima. Sebuah peminangan bisa terjalin apabila ada sikap menerima dari pihak yang dan begitu juga sebaliknya akan putus apabila ada yang menolaknya. Pemutusan hubungan pinangan diatur sesuai dengan koridor hukum Islam serta tatanan kebudayaan yang dianut oleh kedua mempelai.

76 Jika kita telisik dari korpus hukum di atas, maka memaksakan kehendak untuk menikahkan anak laki-laki dan perempuan merupakan hal yang kurang elok (baik dalam konotasi haram ataupun makruh). Tapi, kita juga perlu melihat bangunan kebudayaan yang terjadi di dalam masyarakat kita. Sebagaimana yang disebutkan dalam paparan data; fenomena menjodohkan anak perempuan atau laki-laki di Desa Murbatah, Kec. Banyuates, Sampang merupakan hal yang lumrah dan membudaya. Kehidupan sosial mereka yang terbangun tentunya sudah menunjukkan kesadaran mendalam bahwa menjodohkan anak merupakan kewajiban orang tuanya. Bahkan, sebagai mana kasus yang terjadi pada seluruh subjek penelitian ini, menunjukkan bahwa mereka tidak perlu meminta pertimbangan anak terlebih dahulu untuk menjodohkan antara yang satu dengan yang lain. Satu kasus disebutkan bahwa dia sudah dijodohkan bahkan sebelum dia lahir ke dunia. Selain ada domain hukum budaya yang berperan, adapula peran keyakinan keberagamaan yang kuat kalau orang tua memiliki kewajiban untuk menikahkan anaknya. Ini menambah problem yang perlu diperhatikan secara arif. Kendati demikian, ada aspek-aspek lain pula yang membuktikan kalau pemaksaan penjodohan ini memberi dampak tidak harmonisnya hubungan pasangan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Dalam analisa penulis, berdasarkan pada fakta yang didapat di lapangan dan wawancara yang peneliti lakukan memiliki kesimpulan bahwa memaksanakan kehendak untuk menikahkan anak tanpa persetujuan anak

77 tersebut bisa dikategorikan haram. Apabila pada proses lanjutannya ada penolakan yang ditunjukkan oleh anak tersebut. Tiga kasus yang peneliti dapatkan di lapangan menunjukkan bahwa di awal perjodohan mereka menerima perjodohan ini karena alasan sudah biasa dan tradisi, namun ada penolakan di tengah-tengah prosesnya. Inilah yang kemudian menjadikan perjodohan mereka tidak berjalan lama pasca dinikahkan. Kondisi berbeda apabila kendati mereka dipaksa menikah, namun pada fase-fase selanjutnya menerima kenyataan bahwa dia sudah dinikahkan. Hal ini, jelas, bisa dihukumi makruh. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan pula, bahwa ada banyak pasangan di Desa Murbatah yang awalnya menolak dijodohkan oleh orang tuanya. Namun, di kemudian hari, mereka bisa beradaptasi dengan keadaan dan kebutuhan rumah tangga mereka. B. Analisis Hukum Islam Pemaksaan Perjodohan sebagai Alasan Perceraian di Desa Murbatah, Kec. Banyuates, Sampang Pada bagian ini peneliti memang harus mengakui bahwa sedikit kesulitan mencari kerangka analisa teoritis, normatif, ataupun yuridis. Pasalnya, secara teoritis-formal, sebuah perkawinan putus apabila dikarenakan tiga hal; kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Perceraian sendiri, dalam kerangka normatifitas hukum islam, bisa dilakukan dengan cukup sederhana, yakni; mengucapkan kalima t}alaq. Meskipun secara yuridis hal itu tidak bisa disahkan apabila tidak ada putusan pengadilan.

78 Untuk mendapatkan pengesahan dalam pengadilan, perceraian hanya bisa diterima dalam bingkai hukum adalah karena alasan salah pertama, satu pihak berbuat zian, mabuk-mabukan, berjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, kedua, salah satu pihak meningkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin atau alasan yang pasti. Ketiga, salah satu pihak dikenakan hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman yang lebih berat pasca mereka menikah. Keempat, salah satu pihak terdapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tida dapat menjalanakan kewajiban suami isteri. Kelima, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. Keenam, antara suami-isteri secara terus menerus terjadi pertengkaran dan tidak bisa melanjutkan lagi bahtera rumah tangga. Ketujuh, suami melanggar taklik-talak. Kedelapan, berganti agama atau murtad yang menjadikan disharmonisasi dalam rumah tangga. Delapan alasan yang sudah diungkapkan di atas, tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa sebuah perceraian boleh terjadi apabila dikarenakan adanya pemaksaan perjodohan sebelum pernikahan itu dilanjutkan. Hal yang paling tampak dan bisa masuk dalam kategori alasan, berdasarkan pada fakta di lapangan, adalah pertama, terjadinya pertengkaran terus menerus sehingga rumah tangga tersebut tidak bisa diteruskan lagi. Kedua, terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, salah satu pihak berbuat zian (baca; selingkuh). Berawal dari kondisi ini, maka tidak ada yang keliru atau salah, akan jawaban Kepala Kantor Urusan Agama Kec. Banyuates dan KH. Zainal Abidin Muntaha yang menyebut bahwa dirinya tidak pernah menemui ada

79 putusan yang menyebutkan bahwa perceraian diakibatkan oleh proses pemaksaan perjodohan dan konklusi kiai yang mengatakan bahwa tidak sebuah perjodohan yang dipaksakan akan berimbas pada sebuah proses perceraian. Pasalnya, ruang diskursus yuridis dan normativitas keagamaan berada pada ranah yang instrumentalis dan sempit. Padahal, tidak ada musabab (akibat) tanpa didahului oleh sebuah sebab. Tidak akan ada asap apabila tidak ada api. Oleh karena itu, peneliti beranggapan bahwa alasan terkuat terjadinya perceraian pastinya berdasarkan pada subjek penelitian yang ada di Desa Murbatah, Kec. Banyuates, Kab. Sampang adalah pemaksaan perjodohan. Lagi-lagi peneliti perlu tegaskan bahwa disharmonisasi yang dialami oleh Mahbub-Yana, Sultan-Misriyah, Kurdi-Mutiah, berasal dari keterpaksaan mereka menerima keyataan untuk hidup dalam satu atap. Secara psikologis dan sosiologis, kehidupan yang dawali oleh sebuah proses keterpaksaan memang tidak akan pernah berlangsung lama. Kerikilkerikil kecil akan terlihat sangat besar apabila dihadapi dengan keadaan hati yang tidak mengenakkan. Jadi, pada kesimpulannya, betapapun alasan yang tertulis dalam kertas formal bahwa perceraian mereka dikarenakan disharmonisasi yang terjadi di dalam keluarga, hal yang tidak bisa dilepaskan adalah adanya pemaksaan dari kedua orang tua mereka untuk menikah dengan orang yang tidak disukainya.