39 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi dan Iklim Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6º12 LS dan 106º48 BT. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km 2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km 2. Wilayah Jakarta memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan. Dari sejumlah sungai/kanal yang ada, hanya terdapat 3 sungai yang peruntukannya adalah untuk air baku air minum, yaitu Krukut, Mookervart, dan Kalibaru Barat. (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2008). Wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan satu kabupaten administratif, yaitu Kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kabupaten Kepulauan Seribu masing-masing dengan luas daratan 141,27 km 2, 188,03 km 2, 48,13 km 2, 129,54 km 2, 146,66 km 2, dan 8,70 km 2. Daerah di sebelah selatan dan timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas mencapai 121,40 Ha. Kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah pemukiman penduduk. Adapun wilayah Jakarta Barat masih tersedia cukup lahan untuk dikembangkan sebagai daerah perumahan. Kegiatan industri lebih banyak terdapat di daerah Jakarta Utara dan Jakarta Timur sedangkan untuk kegiatan usaha dan perkantoran banyak terdapat di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Secara umum Jakarta beriklim panas dengan rata-rata suhu udara maksimum berkisar 34,1ºC pada siang hari dan minimum berkisar 23,5ºC pada malam hari. Kelembaban udara maksimum rata-rata sebesar 88,0% dan minimum rata-rata sebesar 71,8%, dengan rata-rata curah hujan sepanjang tahun sebesar 174,8 mm 2.
40 5.2. Kependudukan Jumlah penduduk DKI Jakarta, berdasarkan hasil estimasi Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2007 penduduk DKI Jakarta sebanyak 9,06 juta jiwa. Dengan luas wilayah 662,33 km 2 berarti kepadatan penduduknya mencapai 13,7 ribu/km 2, sehingga menjadikan provinsi ini sebagai wilayah terpadat penduduknya di Indonesia.Dari jumlah tersebut penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, seperti yang tampak dari Sex Ratio yang kurang dari 100 yaitu 99,49. Pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan dari 0,15 persen pada periode 1990-2000 menjadi 1,11 persen pada periode 2000-2007. Hal ini bukan berarti program KB dinilai kurang berhasil, namun dengan jumlah penduduk yang sudah terlampau besar serta pendatang baru yang cenderung terus bertambah, maka pengaruh keberhasilan program KB tersebut tidak terlihat nyata hasilnya. Tabel 8 memaparkan data kependudukan Provinsi DKI Jakarta. Tabel 8. Penduduk, Rumah Tangga, dan Rata-rata Jumlah Anggta Rumah Tangga di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007 Kota/Kabupaten Penduduk Rumah Tangga Rata-rata Anggota Rumah Tangga Jakarta Selatan 2.100.930 522.288 4,02 Jakarta Timur 2.421.419 617.952 3,92 Jakarta Pusat 889.680 226.800 3,92 Jakarta Barat 2.172.878 535.296 4,06 Jakarta Utara 1.453.106 357.696 4,06 Kep. Seribu 19.980 4.480 4,46 Jumlah 9.057,993 2.264.512 Sumber: Jakarta Dalam Angka 2008 5.3. Kapasitas Produksi dan Konsumsi Air Bersih PAM DKI Jakarta PAM DKI Jakarta belum mampu melayani seluruh kebutuhan air bersih di Provinsi DKI Jakarta dan hanya memiliki jangkauan pelayanan (service coverage) kurang dari 50%. Kapasitas produksi air bersih PAM DKI Jakarta dari tahun 2004
41 sampai 2008 relatif tidak berubah seperti ditunjukkan dalam Tabel 9, hal ini disebabkan jumlah dan kapasitas produksi instalasi produksi air bersih juga tidak berubah. Tabel 9. Kapasitas Air Bersih PAM DKI Jakarta Tahun 2008 (dalam m 3 ) Instalasi 2004 2005 2006 2007 2008 Pejompongan I 48.379.753 54.795.195 55.583.504 57.004.060 57.266.263 Pejompongan II 89.853.290 103.036.160 99.422.690 95.264.240 95.569.580 Cilandak 10.324.974 11.920.650 9.933.805 9.064.908 10.727.336 Pulo Gadung 121.024.980 120.889.910 119.994.420 116.993.480 117.371.440 Buaran 158.377.660 154.393.490 160.767.072 137.103.210 149.268.640 Taman Kota 4.511.350 5.102.529 3.209.972 203.174 - Condet - - - - - Ciburial 2.072.295 1.350.538 603.464 78.417 - Cengkareng 2.208.304 2.565.954 2.662.372 2.413.972 - DW Rawabambu 32.355 31.770 12.399 13.596 30.076 Cisadane (DCR-4) 50.648.690 53.605.595 52.666.874 55.892.063 60.401.744 Cisadane (DCR-5) 31.556.694 28.916.517 30.130.678 25.726.597 24.459.914 Total 518.990.345 536.608.308 534.987.250 495.757.717 515.094.993 Sumber: Jakarta Dalam Angka 2005-2009 Sampai akhir tahun 2008 jumlah pelanggan PAM DKI Jakarta sekitar 778.044 pelanggan dan kubikasi air terjual sekitar 258.939.302, seperti ditunjukkan dalam Tabel 10. Jumlah air yang hilang, dalam artian tidak menghasilkan pendapatan atau NRW (non-revenue water) dari tahun ke tahun cukup besar, kurang lebih sekitar separuh dari jumlah air yang diproduksi. Pelanggan air PAM DKI Jakarta terdiri dari kelompok sosial, non niaga, niaga, industri, khusus/rumah susun, dan kelompok lain-lain. Pada tahun 2008, pelanggan terbesar adalah non niaga dan niaga. Rincian jenis pelanggan tahun 2004 sampai 2008 dipaparkan dalam Tabel 11.
42 Tabel 10. Jumlah Pelanggan, Produksi Air Bersih PAM DKI Jakarta, dan Jumlah Air yang Terjual Tahun 2004-2008 (dalam m 3 ) Tahun Jumlah Pelanggan Produksi Jumlah Air Terjual NRW (%) 2004 705.890 518.990.345 270.908.257 47,80 2005 708.919 536.608.308 267.080.481 50,23 2006 725.441 534.987.250 266.221.436 50,24 2007 755.555 499.757.717 252.017.908 49,57 2008 778.044 504.194.835 258.939.302 48,64 Sumber: Jakarta Dalam Angka 2005-2009 Tabel 11. Komposisi Pelanggan Air Bersih PAM DKI Jakarta 2004-2008 Jenis Pelanggan 2004 2005 2006 2007 2008 1. Sosial 5.529 5.594 5.480 7.976 7.998 A. Sosial Umum 5.151 5.210 5.087 7.630 7.651 B. Sosial Khusus 378 384 393 346 347 2. Non Niaga 634.044 635.709 650.604 662.495 679.490 A. Rumah Tangga 632.680 634.296 649.174 659.661 676.648 B. Kudutaan 70 131 127 129 126 C. Instansi Pemerintah 1.294 1.282 1.303 2.705 2.716 3. Niaga 61.467 62.855 64.420 82.442 87.917 A. Niaga Kecil (a) 24.450 25.341 25.637 19.842 22.632 B. Niaga Kecil (b) 2.392 2.421 2.481 23.284 23.695 C. Niaga Besar (a) 34.339 34.790 35.979 38.969 41.234 D. Niaga Besar (b) 286 303 323 347 356 4. Industri 1.254 1.246 1.260 1.648 1.675 A. Industri Kecil 299 289 295 342 374 B. Industri Besar 955 957 965 1.306 1.301 5. Khusus/Rumah Susun 2.321 2.312 2.424 33 34 6. Lain-lain 1.275 1.203 1.253 961 930 Total 705.890 708.919 725.441 755.555 778.044 Sumber: Jakarta Dalam Angka 2005-2009
43 Kapasitas produksi PAM DKI Jakarta yang relatif tidak bertambah dan jumlah pelanggan yang terus bertambah, seperti ditunjukkan dalam Tabel 11 dan 12, akan menimbulkan kelebihan permintaan yang terus bertambah dari tahun-ke tahun sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan niaga, industri, sosial, dan urbanisasi pada umumnya. Jika situasi ini tidak berubah, pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta juga akan terus meningkat dari tahun ke tahun. 5.4. Pemakaian Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta Pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta dilakukan melalui sumur bor dan sumur pantek. Definisi sumur bor menurut Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 1998 adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan cara pemboran dengan kedalaman lebih dari 40 meter dan menggunakan pipa berdiameter 4 inchi (10 cm) atau lebih, sedangkan sumur pantek adalah sumur yang pembuatannya dilakukan dengan manual pemboran dengan kedalaman tidak lebih dari 40 meter dan menggunakan pipa diameter maksimal 3 inci (7½ cm). Sampai bulan akhir tahun 2008 jumlah pelanggan sumur bor dan sumur pantek 3.959 sumur, terdiri dari pelanggan/kode tarif sebagai berikut: instansi pemerintah dan sosial 239 sumur, non niaga 251 sumur, niaga kecil 384 sumur, industri kecil 59 sumur, niaga besar 2.381 sumur, dan industri besar 645 sumur. Jumlah pelanggan sumur bor dan sumur pantek setiap bulan dari tahun 2004 sampai 2008 dipaparkan dalam Tabel 12. Sampai akhir tahun 2008 jumlah pemakaian air tanah sebesar 21.879.412 m 3, terdiri dari pemakaian melalui sumur bor sebesar 18.805.854 m 3 dan pemakaian melalui sumur pantek sebesar 3.073.558 m 3. Pemakaian air tanah dari tahun 2004 sampai 2008 dipaparkan dalam Tabel 13.
44 Tabel 12. Jumlah Pelanggan Sumur Bor dan Sumur Pantek 2004-2008 Bulan 2004 2005 2006 2007 2008 Inst. Pemerintah dan Sosial 206 206 219 223 239 Non Niaga 226 226 237 245 251 Niaga Kecil 353 354 371 371 384 Industri Kecil 55 55 56 56 59 Niaga Besar 1.915 1.915 1.994 2.079 2.381 Hotel Bintang 1,2, dan 3 118 118 121 129 Hotel Bintang 4 dan 5 64 64 69 66 Industri Besar 626 625 607 619 645 Sumber Keterangan : Jakarta Dalam Angka berbagai tahun (BPS Provinsi DKI Jakarta) : Mulai tahun 2008 hotel bintang 1, 2, dan 3 masuk kelompok niaga kecil sedangkan hotel bintang 4 dan 5 masuk kelompok niaga besar. Tabel 13. Banyaknya Pemakaian Air Tanah Menurut Jenis Sumur, 2004-2008 Tahun Sumur Bor Sumur Pantek Jumlah 2004 17.675.841 3.164.272 20.840.113 2005 17.384.128 3.178.498 20.562.626 2006 19.912.660 2.880.378 22.793.038 2007 19.561.704 2.643.649 22.205.353 2008 18.805.854 3.073.558 21.879.412 Sumber: Jakarta Dalam Angka berbagai tahun (BPS Provinsi DKI Jakarta) 5.5. Penurunan Muka Air Tanah, Amblesan dan Instrusi Air Laut di Provinsi DKI Jakarta Air tanah di Provinsi DKI Jakarta terdapat dalam cekungan air tanah Jakarta. Tresnadi (2007) menyatakan muka air tanah cekungan Jakarta terus mengalami perubahan sesuai dengan berjalannya waktu. Pada tahun 1992 air tanah tak tertekan (kedalaman < 40 m) terletak pada kedalaman 2,49 m bml
45 (dibawah permukaan laut) dan pada tahun 1994 mengalami penururnan terdalam menjadi 3,48 3,50 m bml. Untuk air tanah tertekan atas (kedalaman 40 140 m), pada tahun 1992 terletak pada kedalaman 18,64 35,50 m bml dan pada tahun 1994 turun menjadi 31,78 56,90 m bml. Penurunan muka air tanah juga terjadi pada air tanah tertekan bawah (kedalaman > 140 m). Djaja et.al. (2004) menyatakan bahwa di Provinsi Jakarta telah terjadi amblesan berdasarkan pemantauan GPS yang dilakukan pada bulan Desember 1997, Juni 1999, Juni 2000, Juni 2001, dan Oktober 2001. Laju penurunan permukaan tanah atau amblesan yang terpantau melalui GPS rata-rata bervariasi antara 7,5 cm sampai 32,8 cm selama empat tahun periode pengamatan. Pemantauan terhadap penurunan muka air tanah pada sumur-sumur yang terletak berdekatan dengan lokasi GPS menunjukkan korelasi positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa amblesan juga disebabkan oleh pengambilan air tanah. Abidin et.al. (2009) menyatakan telah terjadi amblesan di Jakarta, seperti ditunjukkan dalam Tabel 14. Tidak seluruh amblesan disebabkan pengambilan air tanah, tetapi juga disebabkan beban konstruksi bangunan, konsolidasi alamiah tanah aluvial, dan tektonik. Amblesan menyebabkan beberapa kerugian diantaranya keretakan pada bangunan gedung dan jalan, rusaknya sistem drainase, memperluas daerah banjir, dan memicu terjadinya intrusi air laut. Tabel 14. Amblesan di Provinsi DKI Jakarta Metode Tahun Amblesan (cm/tahun) Leveling Surveys 1982-1991 0 9 1991-1997 0 25 GPS Surveys 1997-2008 0 25 InSAR 2006-2007 0 12 Sumber : Abidin et.al. (2009) Delinom (2008) menyatakan intrusi air laut telah terjadi di beberapa kota pantai di Indonesia, termasuk Jakarta. Terjadinya intrusi air laut yang
46 mengakibatkan tingginya salinitas air tanah juga dinyatakan oleh Schmidt et.al. (1990).