FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA *) Oleh Wahya

dokumen-dokumen yang mirip
FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA. Wahya*

INOVASI BENTUK LEKSIKAL VARIASI GEOGRAFIS BAHASA MELAYU DI PERBATASAN BOGOR-BEKASI #) Oleh Wahya

PERUBAHAN LEKSIKAL PARSIAL DALAM BAHASA SUNDA BOGOR: TINJAUAN DATA LINGUAL DALAM PERSPEKTIF GEOGRAFIS 1) Oleh Wa\hya 2(

ISTILAH ALAT TEKNOLOGI TRADISIONAL PERTANIAN SAWAH Sunda WULUKU BAJAK DAN PERSEBARANNYA SECARA GEOGRAFIS

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data.

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

MENGENAL SEKILAS DIALEKTOLOGI: KAJIAN INTERDISIPLINER TENTANG VARIASI DAN PERUBAHAN BAHASA

MENGENAL SEKILAS DIALEKTOLOGI: KAJIAN INTERDISIPLINER TENTANG VARIASI DAN PERUBAHAN BAHASA *)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi

SEKILAS TENTANG UNSUR RELIK DALAM DIALEK SUNDA 1) oleh Wahya 2)

PROGRAM TELEVISI SEBAGAI DATA BAHASA

PROGRAM PASCA SARJANA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi?

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

Seminar Tahunan Linguistik 2015

BAHASA INDONESIA; SEBUAH PIJINKAH? Restu Sukesti Balai Bahasa Yogyakarta

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

THE LEXICAL INNOVATION OF RIAU MALAY RANTAU KUANTAN DIALECT IN KUANTAN MUDIK DISTRICT

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahasa, terdapat aturan-aturan pemakaian bahasa yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Rendi Rismanto* ABSTRAK

ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUBDIALEK TAMBELAN KABUPATEN BINTAN

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

SILABUS SOSIOLINGUISTIK BIL008. Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd.

Tugas bahasa indonesia

VITALITAS BAHASA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHSA DAN SENI SILABUS MATA KULIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAHASA SUNDA DI DESA KEDIRI, KECAMATAN BINONG, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT: KAJIAN GEOLINGUISTIK *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAHASA INDONESIA DAN KEKAYAAN REGISTERNYA 1) oleh Wahya 2)

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

BAB III METODE PENELITIAN

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

Bab V. Kesimpulan dan Saran

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Pokok Penelitian Universitas Indonesia

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

Peraturan Akademik ITS Tahun

Matriks Perubahan Pasal-Pasal dalam Permendikbud No. 49 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

TEORI GELOMBAIIG DALAM BAHASA JAWA DIALEK BAhIYUMAS Yulia Esti Katrini. Keywords : Banyumas dialect, standard Java language, and the wave theory.

SILABUS FONOLOGI BAHASA INDONESIA BIL002. Ardhana Reswari, MA.

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI

FONOTAKTIK DAN TEKANAN DALAM BAHASA GAYO LUT

BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH ASAL DENGAN BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH RANTAU MALAYSIA: KAJIAN DIALEKTOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

Sarjana S-1 UMI SHOLIKATI A

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Selain

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

PERUBAHAN SILABEL KOSAKATA (SILABEL AWAL) BAHASA MINANGKABAU DAN BAHASA INDONESIA: ANALISIS KOMPARATIF

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

PROSEDUR PELAKSANAAN PERKULIAHAN SILABUS LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF DR418. dibuat oleh

INOVASI BENTUK DALAM VARIASI GEOGRAFIS BAHASA SUNDA: KEDINAMISAN DAN KEHARMONISAN DALAM PERUBAHAN BAHASA IBU 1) Oleh Wahya 2)

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

Transkripsi:

FENOMENA DIFUSI LEKSIKAL UNSUR BAHASA *) Oleh Wahya Abstrak Difusi leksikal merupakan fenomena lingusitik yang dapat terjadi pada bahasa apa pun. Difusi leksikal merupakan unsur inovasi bahasa yang menyebar dari satu leksikal ke leksikal lain. Pengamatan terhadap difusi leksikal harus diawali dengan pengamatan terhadap inovasi leksikal bahasa. Dengan mengamati difusi leksikal, kita dapat mengamati bagaimana kebertahapan perubahan unsur bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan bahasa tidak terjadi secara sporadis, tetapi terjadi secara sistematis. 1. Pendahuluan Artikel ini merupakan hasil penelitian disertasi penulis enam tahun yang lalu (2005). Tujuan penulis menyajikan hasil penelitian ini bukan melaporkan kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan datanya dapat dianggap usang, namun ingin menunjukkan bahwa fenomena difusi leksikal merupakan fenomena bahasa yang menarik dan bersifat universal. Fenomena ini dapat terjadi dalam bahasa apa pun, di mana pun, dan kapan pun sepanjang ada faktor yang menungkinkan terjadinya. Faktor dalam pemahaman ini terkait dengan inovasi bahasa atau perubahan bahasa. Perubahan bahasa akan terus terjadi alamiah melewati sistem bahasa itu sendiri, kondisi sosial penuturnya, atau kondisi geografis. Dalam artikel ini akan dipaparkan data difusi yang terjadi dalam lingkungan sistem bahasa, yakni difusi leksikal. Data yang dipaparkan bersumber pada bahasa Melayu di perbatasan Bogor-Bekasi. 2. Difusi sebagai Terminologi Linguistik Dalam kajian linguistik, istilah difusi sering dijumpai dalam linguistik lapangan, yakni dialektologi, sosiolinguistik, geolingusitik, dan lingusitik historis. Para pakar lingusitik di dunia, memiliki pandangan yang berbeda terhadap konsep ini sehingga banyak pengertian di dalamnya. Namun, dari perbedaan tersebut ada benang merah yang menyamakan pandangan mereka, yaitu difusi berkaitan dengan penyebaran suatu unsur bahasa. *) Artikel ini dimuat dalam Jurnal Sosioteknologi, Edisi 23 Tahun 10 Agustus 2011, ITB. 1

Difusi sebagai konsep di atas diadopsi dalam tulisan ini, hanya unsur yang menyebar dibatasi pada unsur inovasi, bukan unsur bahasa dalam pengertian umum. Inovasi ini dapat terjadi karena dipicu faktor internal sistem bahasa, dapat juga dipicu oleh faktor eksternal bahasa, yakni isolek lain (isolek adalah konsep umum sistem bahasa yang tidak membedakan bahasa dan variasinya). Dalam tradisi linguistik, inovasi pertama disebut inovasi internal, sedangkan inovasi kedua disebut inovasi eksternal. Dengan demikian, difusi harus dimulai dengan tahap inovasi. Inovasi yang menyebar disebut difusi. Istilah menyebar atau bergerak dari satu posisi ke posisi lain dapat terjadi dalam lingkungan sistem bahasa, sistem sosial, dan sistem geografis. Sebagai kajian yang membahas pergerakan atau penyebaran unsur bahasa, difusi tidak dapat dilepaskan dari Teori Gelombang: gelombang akan terus menyebar atau merambat ke segala arah dari pusat atau sumber gelombang sepanjang tidak ada penghambatnya (Bynon, 1977: 192; Lehman, 1973: 134; Petyt, 1980: 191; Crystal, 1989: 332, Hudson, 1988: 41). Tulisan ini hanya membicarakan difusi dalam lingkungan sistem bahasa, bukan lingkungan sosial atau geografis. Para penutur bahasa yang terlibat dalam difusi ini tidak akan dibicarakan. Tulisan ini hanya memaparkan bagaimana unsur bahasa beroperasi dalam sistem bahasa melalui fernomena difusi. Dalam hal ini difusi leksikal. Difusi leksikal adalah difusi yang terjadi dari satu kata ke kata lain dengan memperlihatkan adanya perubahan atau inovasi pada bunyi sehingga mengubah struktur kata atau fonotaktik kata sebelumnya (Chambers dan Trudgill, 1980: 175). Sebagai sebuah perubahan bentuk, inovasi dan difusi dapat diamati jika ditemukan data yang berbeda antara bentuk asal sebagai bentuk lama dari bentuk barunya sebagai bentuk inovatif. Oleh karena itu, perlu ditentukan dahulu mana bentuk lama dari bentuk yang mengalami inovasi itu agar kedua bentuk tersebut dapat diperbandingkan. Dua bentuk tersebut dapat berasal dari satu variasi bahasa, yakni variasi geografis, yang terdapat di lapangan saat penelitian dilakukan, dapat pula berupa bentuk yang berbeda dari tempat asalnya, yakni satu bentuk inovatif dari lapangan dan satu bentuk pembanding sebagai bentuk asal dari bahasa baku di daerah lain atau yang terdapat dalam kamus bahasa baku. Penelitian ini menggunakan data pembanding berupa bahasa yang terdapat di lapangan atau kata yang terdapat dalam kamus. 2

Tulisan ini tidak menyoroti bagaimana mekanisme terjadinya inovasi leksikal yang melibatkan inovasi fonetis, tetapi langsung memaparkan bagaimana kata yang mengalami inovasi leksikal tersebut mengalami difusi, yakni difusi leksikal. Tidak setiap kata inovatif menjadi pemicu untuk terjadinya difusi leksikal. Difusi leksikal hanya terjadi pada kata inovatif tertentu. Pernyataan ini menguatkan teori bahwa difusi tidak terjadi secara bebas, tetapi terkendali. Difusi unsur inovasi bahasa, termasuk difusi leksikal, mengarahkan unsur bahasa yang dilalui difusi tersebut kepada penyeragaman atau konvergensi. Karena difusi melewati satu kata ke kata lain, penyeragaman ini terjadi secara bertahap. Misalnya, setiap kata menghilangkan bunyi yang terdapat di awal kata, selanjutnya bunyi yang terdapat di tengah kata, dan dilanjutkan pada bunyi di akhir kata. Tidak semua bunyi dapat dihilangkan. Hanya bunyi yang rentan terhadap penghilanganlah yang akan mengalaminya. 3. Unsur Bahasa yang Mengalami Difusi Leksikal. Ada lima gejala difusi leksikal yang dibahas dalam tulisan ini. Kelima gejala itu adalah (1) penghilangan silabe pertama konsonan + Ә (K+Ә), (2) penambahan konsonan h pada akhir kata, (3) penambahan konsonan h pada awal kata dan antarvokal, dan (4) penggantian vokal Ә dengan vokal a pada silabe akhir antarkonsonan. Sebagaimana dikemukakan di atas, ada empat gejala difusi leksikal. yang akan dipaparkan. Keempat gejala difusi leksikal ini terdiri atas dua gejala difusi leksikal yang berkaitan dengan inovasi internal dan dua gejala difusi leksikal yang berkaitan dengan inovasi eksternal. Kedua gejala difusi leksikal yang berkaitan dengan inovasi internal adalah (1) penghilangan silabe pertama K+Ә dan (2) penambahan konsonan h pada akhir kata. Kedua difusi leksikal yang berkaitan dengan inovasi eksternal adalah (1) penambahan konsonan h pada awal kata dan antarvokal dan (2) penggantian vocal Ә dengan vokal a pada silabe akhir antarkonsonan. Dua gejala difusi leksikal inovasi eksternal ini berkaitan dengan penyerapan unsur bahasa Indonesia. Berikut ini akan dibahas secara berurutan keempat difusi leksikal tersebut. Data inovasi yang mengalami difusi leksikal ditemukan di beberapa titik pengamatan. Dalam tulisan ini tidak ditunjukkan titik-titik pengamatan tersebut. Jumlah titik pengamatan penelitian in adalah 9 tempat. Jumlah temuan di beberapa titik pengamatan dalam penelitian ini disebut frekuensi. Frekuensi kemunculan bentuk inovatif dapat memprediksi bentuk mana 3

yang kemungkinan muncul lebih dahulu dan muncul kemudian. Bentuk yang pertama muncul ditengarai dengan frekuensi kemunculan yang lebih sering dibandingkan dengan kemunculan bentuk lain. Sebaliknya, bentuk yang kurang sering muncul dianggap bentuk yang munculnya kemudian. Dengan demikian, ada dua kriteria untuk penentuan bentuk inovatif yang pertama kali muncul dan pertama kali mengalami difusi leksikal, yaitu (1) jumlah kata yang mengalami inovasi dan (2) frekuensi kemunculan satu varian inovatif secara geografis. Pendapat ini merupakan usul penulis dan dicoba diterapkan dalam penelitian ini. Tentu masih ada kendala mengingat keterbatasan data. 3.1 Penghilangan Silabe Pertama K+ Ә Ada sepuluh varian inovatif yang memperlihatkan penghilangan silabe awal konsonan+ bunyi Ә (K+ Ә) yang mengalami difusi lesksikal. Kesepuluh varian ini adalah ponakan keponakan, paya pepaya, timun mentimun, lada, ladah selada, dondoŋ kedondong, pitiŋ kepiting, timus ketimus, pala kepala, dan dikit sedikit. Berdasarkan frekuensi kemunculan, kata timun memiliki jumlah terbanyak, yakni 6. Dengan demikian, bentuk ini dianggap bentuk yang pertama kali muncul di antara bentuk inovatif lainnya. Bentuk inovatif dengan frekuensi terkecil adalah ponakan, lada, ladah, pitiŋ, dan dikit dengan jumlah yang sama, yaitu masing-masing 1. Dari data dapat diamati bahwa penghilangan terjadi pada silabe kә, pә, dan sә. Frekuensi kata yang menghilangkan silabe kә lebih tinggi daripada frekuensi kata yang menghilangkan silabe pә dan pә. Selanjutnya, penghilagan silabe sә lebih tinggi daripada penghilangan silabe pә. Dengan demikian, dapat diduga bahwa penghilangan silabe kә lebih awal daripada penghilangan Tabel 3.1Varian Inovatif, yang Memperlihatkan Penghilangan Silabe Awal K+Ә No. Glos Varian Inovatif Frekuensi 1 keponakan ponakan 1 2 pepaya paya 3 3 mentimun timun 6 4 selada lada 1 ladah 1 4

5 kedondong dondoŋ 3 6 kepiting pitiŋ 1 7 ketimus timus 4 8 kepala pala 5 9 sedikit dikit 1 silabe pә dan sә. Penghilangan silabe sә lebih awal daripada penghilangan silabe pә. Selanjutnya, dapat diduga pula bahwa penghilangan silabe kә terjadi pertama kali pada kәtimun karena kata ini memiliki frekuensi kemunculan lebih tinggi dibandingkan dengan varian inovatif lainnya. Dengan demikian difusi leksikal terjadi pada silabe kә, kemudian berlanjut ke silabe pә. 3.2 Penambahan Konsonan h pada Akhir Kata Inovasi fonetis kedua yang mengalami difusi leksikal adalah penambahan konsonan h pada akhir kata. Ada sembilan belas varian yang memperlihatkan gejala di atas, yaitu babah ayah labuh labu, sәladah selada maŋgah mangga, inih ini, ituh itu, sinih sini, situh situ, sonoh sana, gu w ah, sayah saya, Әluh kamu, di y ah dia, apah apa, si y apah siapa, ŋapah mengapa, manah mana, bәrapah berapa, yah ya. Dari data dapat diamati Tabel 3.2 Varian Inovatif, yang Memperlihatkan Penambahan Konsonan h pada Akhir Kata No. Glos Varian Frekuensi Inovatif 1 ayah babah 2 2 labu labuh 5 3 selada sәladah 6 4 mangga maŋgah 7 5 ini inih 4 6 itu ituh 4 7 sinih sinih 4 8 situh situh 2 5

9 sana sonoh 5 10 saya gu w ah 4 sayah 3 11 kamu Әluh 6 12 dia di y ah 5 13 apa apah 4 14 siapa si y apah 3 15 mengapa ŋapah 3 16 mana manah 1 17 berapa bәrapah 2 18 ya yah 3 bahwa frekuensi penambahan bunyi h pada silabe akhir kata yang memuat vokal a sebelum bunyi h lebih tinggi daripada silabe kata yang memuat vokal u, i. dan o sebelum h. Demikian pula penambahan bunyi h pada silabe akhir kata yang memuat vokal u sebelum h lebih tinggi daripada silabe kata yang memuat vokal i dan o sebelum h. Selanjutnya, penambahan bunyi h pada silabe akhir kata yang memuat vokal i lebih tinggi daripada silabe kata yang memuat vokal o. Dengan demikian, dapat diduga bahwa penambahan bunyi h secara berurutan terjadi pada silabe akhir kata yang memuat vokal a, u, i, dan o. Demikian pula difusi leksikal bunyi h terjadi pada silabe akhir kata yang memuat vokal a, kemudian berlanjut ke silabe akhir kata yang memuat vokal u, i, dan o. 3.3 Penambahan Konsonan h pada Awal Kata dan Antarvokal Ada tujuh varian yang memperlihatkan penambahan konsonan h, lima varian yang memperlihatkan penambahan konsonan h pada awal kata dan dua varian yang memperlihatkan penambahan konsonan h antarvokal. Lima varian pertama adalah babi hutan babi hutan, hujan hujan, hutan hutan, hiduŋ hidung, dan hati hati, sedangkan dua varian terakhir adalah pahit pahit dan matahari matahari. Dari data dapat diamati bahwa frekuensi penambahan bunyi h pada awal kata lebih tinggi daripada pada antar vokal. Dengan demikian, penambahan bunyi h terjadi pertama kali pada awal kata, kemudian berlanjut pada antar vokal. Hal ini menunjukkan bahwa difusi leksikal penambahan bunyi h terjadi pada awal kata, kemudian berlanjut ke antarvokal. 6

Tabel 3.3 Varian Inovatif, yang Memperlihatkan Penambahan Konsonan h pada Awal Kata dan Antarvokal Kata No. Glos Varian Inovatif Frekuensi 1 babi hutan babi hutan 2 2 pahit pahit 4 3 matahari matahari 5 4 hujan hujan 3 5 hidung hiduŋ 3 6 hutan hutan 1 7 hati hati 4 3.4 Penggantian Vokal Ә dengan Vokal a pada Silabe Akhir Antarkonsonan Ada sebelas varian yang memperlihatkan penggantian vokal Ә dengan vokal a pada silabe akhir kata. Kesebelas varian ini adalah pagar pagar, tikar tikar, ular ular, gatal gatal asam asam pәdas pedas, tajam tajam, hitam hitam, asap asap, tәŋgәlam tenggelam, dan Әnam enam. Dari data dapat diamati bahwa frekuensi tertinggi penggantian vokal Ә dengan a pada silabe akhir antarkonsonan terjadi pada silabe yang berakhir dengan bunyi m, yakni pada lima ini: asam, tajam, hitam, tәŋgәlam, dan Әnam. Dengan demikian, dapat diduga bahwa penggantian bunyi Ә dengan a terjadi pertama kali pada silabe yang berakhir dengan konsonan m, kemudian dilanjutkan pada silabe yang berakhir dengan konsonan r, kemudian l, s, atau p. Dengan demikian, difusi leksikal terjadi pada silabe akhir antarkonsonan yang berakhir dengan m, kemudian berlanjut ke antarkonsonan yang berakhir dengan r, dan l, s, atau p. Tabel 3.4 Varian Inovatif, yang Memperlihatkan Penggantian Vokal Ә dengan Vokal a Silabe Akhir Kata No. Glos Varian Inovatif Frekuensi 1 pagar pagar 5 2 tikar tikar 1 3 ular ular 2 4 gatal gatal 3 7

5 asam asam 4 6 pedas pәdas 3 7 tajam tajam 2 8 hitam hitam 2 9 asap asap 2 10 tenggelam tәŋgәlam 2 11 enam Әnam 1 4. Simpulan Difusi leksikal sebagai fenomena linguistik dapat diamati pada bahasa atau variasinya. Untuk mengamati terjadinya difusi leksikal, perlu diamati lebih dahulu terjadinya inovasi atau pembaruan leksikal pada sebuah bahasa atau variasinya. Karena proses difusi leksikal merupakan kelanjutan dari inovasi. Tidak semua bunyi dan silabe dapat mengalami inovasi. Hanya bunyi dan silabe tertentu yang dapat mengalami inovasi. Demikian pula tidak setiap bentuk inovatif dapat megalami difusi leksikal. Frekuensi kemunculan bentuk inovatif dapat dijadikan dugaan bentuk inovatif yang pertama kali muncul dan yang pertama kali mengalami difusi leksikal. Pendapat yang dikemukan penulis di atas bukanlah pendapat yang final, Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data yang lebih banyak dari lapangan. Daftar Pustaka Bynon, Theodora. 1977. Historical Linguistics. London, New York, Melbourne: Cambridge University Press. Chambers, J.K. and Peter Trudgill.1980. Dialectology. Cambridge, New York, Melbourne: Cambridge University Press. Crystal, David.1989. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge University. Hudson, R.A. 1988. Sosiolinguistics. Cambridge, New York, Melbourne: Cambridge University Press. Lehman, Winfred P. 1973. Historical Linguistics an Introduction. New York: Holt, Rinehart and Winston. Petyt, K.M. 1980. The Study of Dialect An Introduction to Dialectology. London: Andre Deutsch. 8

Wahya. 1995. Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek. Tesis Magister Humaniora. Bandung: Universitas Padjadjaran. ----------. 2000. Fonem /h/ dalam Dialek-Dialek Bahasa Sunda. Dalam Jurnal Sastra, Vol. 8, No. 5. Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. ---------. 2005. Inovasi dan Difusi-Geografis Leksikal Bahasa Melayu dan Bahasa Sunda di Perbatasan Bogor-Bekasi: Kajian Geolinguistik. Disertasi Doktor. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. 9