BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kedokteran dasar di Indonesia. Dari sistem konvensional berupa teacher

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pengetahuan yang diinginkan (Slameto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. setingkat dengan perguruan tinggi (Siswoyo, 2007). Berdasarkan Indonesian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. perubahan paradigma dalam dunia pendidikan kesehatan, termasuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. V.1. Kesimpulan

Tingkat Self Directed Learning Readiness (SDLR) pada Mahasiswa Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan

BAB V PEMBAHASAN. jenis kelamin sama, yaitu jumlah responden mahasiswa perempuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan

Kata Kunci: Dasar Hukum implementasi KBK, Implementasi KBK.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. universitas dimana mahasiswa sebagai komponen didalamnya sebagai peserta

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar mandiri merupakan faktor penting dalam sistem pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. manajemen waktu dapat dilakukan dengan metode Problem Based. pendekatan SCL adalah metode pembelajaran dengan Problem Based

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan proses pengembangan kreativitas. berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. A. Persepsi Responden terhadap Lingkungan Pembelajaran. dan nilai konsistensi menggunakan rumus Alpha Cronbach adalah 0,735 yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Directed Learning. Menurut Gibbons (2002; ) self-directed learning adalah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

BAB V PEMBAHASAN. A. Profil Responden Berdasarkan Variabel yang Diteliti. Pada tabel 4.1 terdapat 95 responden achiever dan 97 responden

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dunia pendidikan, dan memicu dunia pendidikan untuk selalu berinovasi

BAB 1 PENDAHULUAN. quality teaching and learning (Halpern, 1997 dalam Supratiknya & Kristiyani,

BAB I PENDAHULUAN. pada suatu lingkungan belajar. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005).

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat digolongkan menjadi dua yaitu: tenaga pendidik (guru) dan tenaga

BAB I BAB I PENDAHULUAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

P e n g a n t a r SELF-DIRECTED LEARNING. Self-directed learning: batasan. Self-directed learning (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

Penyusunan RPKPS dengan strategi student-centered learning. Harsono Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN MERENCANAKAN EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS X-3 SMA NEGERI 1 SIMO

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

Visi Visi Universitas Dhyana Pura adalah Perguruan Tinggi Teladan dan Unggulan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Keperluan korespondensi, HP: ,

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses penting dari perubahan. perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan permasalahan-permasalahan baru di masyarakat, salah satunya pada

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK. UGM) menerapkan metode Problem Based Learning (PBL)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan warga asing masuk ke perguruan tinggi Indonesia adalah untuk melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

(PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMP Negeri 2 Gemolong) SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang

Bab 1 KURIKUKULUM BERBASIS KOMPETENSI DAN PROBLEM-BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang. sebagai bekal untuk belajar sepanjang hayat (Konsil Kedokteran

BAB III METODE PENELITIAN. satu kali dalam kesempatan yang sama. 1. Populasi Sumber : Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui

RANI DIANDINI, 2016 PENDAPAT SISWA TENTANG PELAKSANAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN TATA HIDANG DI SMK NEGERI 2 BALEENDAH

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan globalisasi, lulusan pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem Kesehatan Nasional dan mengikuti perkembangan global ilmu kedokteran untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat (AIPKI, 2012). Lulusan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan globalisasi dapat dihasilkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh institusi pendidikan kedokteran (Hanik, 2008). Efektifitas proses pembelajaran tersebut didukung oleh kualitas lingkungan pembelajaran (Genn, 2001). Lingkungan pembelajaran yang didefinisikan sebagai iklim, atmosfer dan suasana sangatlah beragam. Lingkungan pembelajaran juga diartikan sebagai identitas sebuah institusi pendidikan (Holt, 2004). Lingkungan, proses pembelajaran dan organisasional yang mencakup berbagai hal yang terjadi dalam institusi pendidikan kedokteran terwujud dalam konsep kurikulum (Genn, 2001). Telah disepakati secara luas bahwa lingkungan belajar yang optimal merupakan faktor penting untuk pembelajaran yang efektif (Dent & Harden, 2009; Newble, Cannon, & Kapelis, 2001). Persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran merupakan salah satu hal yang memengaruhi perilaku belajarnya (Till, 2004).

2 Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat (1) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat peserta didik (PP No 19 Tahun, 2005). Untuk melibatkan peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran, muncul sistem pembelajaran Student Centered Learning (SCL). Dimana dalam sistem ini dosen bertindak sebagai fasilitator dan peserta didik bertindak sebagai agen yang memiliki kemandirian untuk mencari tahu dan mendiskusikan dengan dosen. Diharapkan dengan sistem ini peserta didik akan aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar (Hadi, 2007; Blumberg, 2004). Sistem SCL ini memiliki pendekatan peserta didik dalam experience learning. Peserta didik diharapkan dapat mempelajari dan mengkaji masalah bersama dengan dosen atau yang biasa dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) (Hadi, 2007). Penerapan PBL dalam sistem perguruan tinggi jurusan Pendidikan Dokter pertama kali diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada, tahun 1969, sebagai sebuah cara belajar dengan konsep SCL dalam pendidikan kedokteran (Halonen, 2010). Universitas Sebelas Maret menjadi salah satu instansi pendidikan kedokteran yang mengadopsi sistem ini sejak tahun 2007. Sesuai dengan pengertian pendidikan dokter menurut Konsil Kedokteran Indonesia, Program Studi Kedokteran Fakultas

3 Kedokteran Universitas Sebelas Maret (PSK FK UNS) terdiri atas dua tahap pendidikan, yakni tahap sarjana kedokteran dan tahap profesi dokter. Tahap sarjana kedokteran dilakukan minimal tujuh semester (112 minggu atau minimal 4480 jam atau minimal 144 SKS) dan diakhiri dengan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked). Tahap profesi dokter dilakukan minimal tiga semester (minimal 72 minggu atau minimal 2880 jam) di RS pendidikan dan wahana pendidikan lain, serta diakhiri dengan gelar Dokter (dr). Kurikulum dilaksanakan dengan pendekatan/strategi Student-centered, Problem-based, Integrated, Community-based, Elective/Early Clinical Exposure, Systemic (SPICES) (KKI, 2006). Dalam metode PBL, mahasiswa memperoleh pemicu dari kasus masalah atau skenario untuk mendefinisikan pembelajaran sesuai tujuan. Selanjutnya mahasiswa mandiri, belajar mandiri sebelum kembali ke kelompok untuk mendiskusikan perolehan pengetahuannya. Dengan demikian, PBL menggunakan masalah yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman (Diana, 2003). Dalam pelaksanaan metode PBL, kemampuan Self Directed Learning (SDL) dapat membuat seseorang tetap belajar dan memperbarui pengetahuan. Oleh karena itu, kemampuan SDL dianggap efisien dan efektif untuk mahasiswa kedokteran dan pendidikan profesi kesehatan lainnya (Murad, et al, 2010). Dalam praktik kedokteranpun, praktisi dituntut memiliki karakter self directed dan long life learner (Hoband, 2005). Oleh karena itu, mahasiswa kedokteran diharapkan

4 dapat menentukan tingkat dan kedalaman belajar, sehingga dapat mengarahkan pembelajarannya secara mandiri (Hendry, 2009). SDL didefinisikan sebagai sebuah proses di mana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, untuk mendiagnosis kebutuhan belajarnya, merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya untuk belajar, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar (Knowles, 1990). SDL sebagai prasyarat untuk belajar seumur hidup (Greveson, 2005), dapat berkembang dalam lingkungan pembelajaran tertentu (Wood, 2003). Confessore (1998) menyimpulkan bahwa lingkungan pembelajaran pada abad 21 yang mengkombinasikan pendidikan dan teknologi merupakan alasan yang cukup untuk peserta didik berkesempatan mengembangkan karakter SDL. Kemampuan SDL mahasiswa dapat diukur dan dipresentasikan melalui tingkat Self Directed Learning Readiness (SDLR) (Fisher, 2001; Guglielmino, 1997). SDLR didefinisikan sebagai sejauh mana individu memiliki sikap, kemampuan dan karakter yang diperlukan untuk belajar mandiri (Christoper, 2010). Beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat SDLR terdiri dari motivasi akademik, pengelolaan diri dan pengendalian diri (Fisher, 2001). Lingkungan pembelajaran yang baik akan mengurangi jumlah dokter yang kehilangan motivasi belajar dalam kehidupan profesi nantinya (Jennings, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan minat dan perhatian terhadap keberjalanan peran lingkungan pembelajaran mahasiswa

5 tahap sarjana pendidikan kedokteran (Bassaw, 2003). Penelitian tentang persepsi belajar mahasiswa kedokteran menggunakan kuesioner Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) telah banyak dilakukan oleh berbagai negara. Ada kompensasi mahal yang harus dibayar saat lingkungan pembelajaran tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Jamaiah, 2008). Karena pada dasarnya, lingkungan pembelajaran adalah bagian penting dari kurikulum yang memengaruhi interaksi antarmahasiswa, metode pembelajaran, penilaian dan hasil belajar (Harden, 1999). Sampai saat ini, kebanyakan lingkungan pembelajaran masih didesain dalam model mendengarkan pengajar, menghafal dan melafalkan kembali (Gueglielmino, 2008). Di sisi lain, bukti menyatakan bahwa tidak semua pembelajar memiliki kemampuan dan kemauan belajar yang sama (O shea, 2003). Masing masing tipe dan kategori pembelajar memerlukan lingkungan belajar yang sesuai untuk belajar lebih baik (Fisher, 2001). Penelitian tentang persepsi belajar mahasiswa kedokteran menggunakan kuesioner DREEM telah banyak dilakukan oleh berbagai negara. Di Indonesia, Soemantri telah melakukan penelitian tentang persepsi belajar Mahasiswa Fakultas Kedokteran UI terkait perubahan kurikulum. Hasil penelitian Soemantri menunjukkan bahwa mahasiswa tingkat dua yang menggunakan kurikulum baru memperoleh lingkungan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan mahasiswa tingkat tiga yang menggunakan kurikulum lama. Akan tetapi, mahasiswa tingkat tiga tersebut memiliki kesiapan belajar yang lebih baik dibanding mahasiswa tingkat dua

6 (Soemantri, 2008). Sebuah hasil studi tentang lingkungan pembelajaran di abad ini menyatakan bahwa baik secara kualitatif maupun kuantitatif, teknologi yang disusun dengan tujuan tertentu sebagai bagian dari lingkungan pembelajaran, dapat membuat siswa lebih memiliki kemampuan dan kesempatan untuk belajar mandiri (Christoper, 2010). Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui hubungan persepsi mahasiswa terhadap lingkungan pembelajaran dan SDLR pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran UNS. B. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara persepsi lingkungan pembelajaran dan SDLR Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membuktikan hubungan antara persepsi lingkungan pembelajaran dan kesiapan belajar mandiri (SDLR) Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2. Tujuan Khusus a. Mengukur persepsi Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret terhadap lingkungan pembelajaran. b. Mengukur kesiapan belajar mandiri (SDLR) Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

7 c. Menganalisis korelasi antara persepsi terhadap lingkungan pembelajaran dan kesiapan belajar mandiri (SDLR) pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang persepsi lingkungan pembelajaran dan kaitannya dengan SDLR Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan evaluasi lingkungan pembelajaran untuk meningkatkan SDLR Mahasiswa Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.