BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan prinsip syariah. penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat). 2. Instrumen Kebijakan Bank Syariah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dalam kegiatannya mengeluarkan produk-produk syari ah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB II LANDASAN TEORI

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 6 SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH. AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer

PERBANKAN SYARIAH SISTEM DAN OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH

BAB II LANDASAN TEORI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah.

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

PRODUK PERHIMPUNAN DANA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Prosedur Pembiayaan Murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Prinsip prinsip Islam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

Bank Konvensional dan Syariah. Arum H. Primandari

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat; kedua, penyaluran dana (financing) merupakan kegiatan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, serta memberikan jasa

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar sangat strategis dalam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

OPERASIONAL BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI DENGAN BUNGA DEPOSITO PADA BANK KONVENSIONAL

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

PRODUK SYARIAH DI INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. keuangan menerapkan prinsip-prinsip syariah diantaranya adalah:

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. MUI, yaitu dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI)

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

Mura>bahah adalah istilah dalam fikih Islam yang

Perbedaan antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

Bank Kon K v on e v n e sion s al dan Sy S ar y iah Arum H. Primandari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURA<BAHAH MUSIMAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perbankan Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Menurut Sudarsono (dalam Ibrahim, 2013) bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi utntuk memberikan pembiayaan dan jasa-jasa perbankan lainnya di dalam lalu lintas pembayaran berdasarkan prinsip syariah. Lembaga keuangan syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat yang berdiri pada tahun 1992. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia sekarang ini mengalami kemajuan yang pesat sebagai salah satu infrastruktur sistem perbankan nasional (Saputra, 2015). Bank syariah memilik dua fungsi yaitu funding (melakukan penghimpunan dana dari masyarakat) dan financing (melakukan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat). 2. Instrumen Kebijakan Bank Syariah Instrumen kebijakan Bank Syariah adalah landasan hukum yang digunakan perbakan syariah sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berikut adalah instrumen kebijakan bank syariah (Sulilo, 2017): a. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang ini merupakan tanda awal mula terbentuknya bank syariah. 10

11 b. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan terhadap UU no. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan beberapa hal penting yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat dapat melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensial atau berdasarkan prinsip syariah. c. UU No. 23 Tahun 2003 tentang Bank Indonesia. Demi kelancaran operasional berbasis syariah dengan penerapan Dual Bank System, disusunlah Undang-Undang yang menegaskan Bank Indonesia untuk mempersiapakan segala aturan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan. d. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kewajiban mencantumkan kata Syariah bagi bank syariah merupakan hal penting yang dijelaskan dalam Undang-Undang ini. e. PBI No.7/35/PBI/2005 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. f. PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah.

12 3. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Konvensional Menurut Rivai, Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional dapat dilihat seperti pada tabel berikut: Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Parameter Bank Syariah Bank Konvensional Landasan Hukum Return Hubungan dengan Nasabah Prioritas pelayanan Orientasi Risiko Investasi Monitoring pembiayaan/ kredit Sumber: Susilo, 2017 UU Perbankan dan Landasan Syariah Bagi hasil, margin pendapatan sewa, komisi/fee Kemitraan 1. Tidak bebas nilai (prinsip syariah) 2. Uang sebagai alat tukar 3. Bagi hasil, jual beli, sewa Kepentingan Publik 1. Dihadapi bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran 2. Tidak mungkin terjadi negative spread Memungkinkan bank ikut dalam manajemen nasabah UU Perbankan Bunga, komisi/fee Debitur-kreditur 1. Bebas nilai (prinsip materialis) 2. Uang sebagai komoditi 3. Bunga Kepentingan pribadi 1. Risiko bank terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank 2. Kemungkinan terjadi negative spread Terbatas pada akad adminstrasi

13 4. Produk-Produk Bank Syariah Sesuai dengan Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia (2007), produk-produk perbankan syariah di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Produk Penghimpunan Dana Bank syariah mempunyai beberapa bentuk penghimpunan dana berdasarkan prinsip-prinsip yang terdiri atas: 1) Wadi ah Wadi ah adalah titipan. Wadi ahi dibagi menjadi dua yaitu; Wadi ah Amanah dan Wadi ah Yad Dhamanah. Pada wadi ah amanah pihak penitip menyaratkan bahwa dana yang dititipkan tidak bisa dipergunakan atau titipan murni, sedangkan wadi ah yad dhamanah titipan dari penitip dapat dimanfaatkan. Wadi ah yad dhamanah inilah yang dipakai oleh bank syariah untuk produk-produk simpanan giro. 2) Mudharabah Dalam akad penghimpunan dana, bank syariah berperan sebagai mudharib (pengelola dana) dan nasabah sebagai pemilik dana (shahibul maal). Dalam akad ini shahibul maal sebagai pemilik dana memercayakan dananya 100% kepada mudharib sebagai pihak yang memiliki skill

14 mengelola dana. Bagi hasil dari pengelolaan dana ini dibagi sesuai nisbah yang telah disepakati kedua belah pihak. Mudharabah terbagi menjadi dua; mudharabah mutlaqah, yaitu perjanjian kerjasama tanpa adanya syarat tententu yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengelola dana dalam menggunakan dananya selama tidak melanggar ketentuan syariah. Mudharabah muqayyadah, yaitu usaha kerjasama yang dalam perjanjiannya akan dibatasi sesuai dengan kehendak shahibul maal (pengelola dana) selagi dalam bentuk yang dihalalkan. b. Produk Penyaluran Dana (Pembiayaan) Berikut pembahasan mengenai produk-produk penyaluran dana Bank Syariah: 1) Pembiayaan Bagi Hasil (Natural Uncertainty Contract) a) Mudharabah Pembiayaan ini merupakan bentuk kerjasama antara bank dengan nasabah. Bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) menyediakan 100% kepada nasabah selaku pengelola dana (mudharib). Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank selama kerugian tersebut bukan disebabkan karena kelalaian atau kecurangan nasabah selaku pengelola.

15 b) Musyarakah Pembiayaan ini merupakan bentuk kerjasama antara bank selaku pemilik dana dengan nasabah selaku pengelola dana. Modal berasal dari kedua belah pihak. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung oleh kedua belah pihak sesuai dengan persentasi besarnya modal yang diberikan. 2) Pembiayaan Non Bagi Hasil (Natural Centainty Contract) a) Jual beli Murabahah Pembiayaan dengan prinsip jual beli yang mewajibkan bank mengungkapkan harga beli barang dan margin keuntungan yang diperoleh bank kepada nasabah. Salam Pembiayaan dengan prinsip jual beli pesanan dengan syarat tertentu, barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli (nasabah) melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

16 Istishna Pembiayaan dengan prinsip jual beli pesanan dengan syarat dan kriteria tertentu yang diberikan oleh pembeli, barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli (nasabah) melakukan pembayaran dimuka, dicicil, atau secara tangguh sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari. b) Prinsip Sewa (Ijarah) Ijarah merupakan akad pemindahan hak sewa guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah) tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Pembayaran sewa dapat dilakukan dimuka, dicicil, atau secara tangguh sesuai dengan kesepakatan antara penyewa dan pemberi sewa. c) Jasa (fee-based service) Alih Utang-Piutang (Al-Hiwalah). Pengalihan utang atau piutang dari satu pihak ke pihak lainnya. Gadai (Rahn) merupakan perjanjian penyerahan barang dari nasabah (rahin) untuk dijadikan jaminan atau agunan dari fasilitas pembayaran yang diberikan oleh bank (murtahin).

17 Pinjaman kebaikan (Qardh) yaitu akad perjanjian pinjaman yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang mengharuskan nasabah mengembalikan pinjaman tersebut baik secara tunai atau cicil sesuai pokok pinjaman tanpa adanya tambahan dalam jangka waktu tertentu. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan dari satu pihak ke pihak lain yang dipercaya untuk mewakilinya dalam melaksanakan suatu kegiatan tertentu seperti transfer. Kafalah. Jaminan yang diberikan oleh bank selaku pihak penjamin (kaafil) kepada pihak pihak penerima jaminan (makful) untuk memenuhi kewajiban satu pihak atau yang ditanggung oleh pihak penjamin. Contohnya adalah bank garansi. B. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu perbankan syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS diperlukan untuk mendorong perkembangan ekonomi nasional dengan memberikan layanan secara luas kepada masyarakat. Kegiatan usaha bank syariah dapat meliputi menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk

18 titipan, serta menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Dalam struktur organisasi BPRS terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada BPRS sekaligus mengawasi kegiatan bank tersebut agar selalu sesuai dengan prinsip syariah. C. Pembiayaan Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah secara etimologis berasal dari kata dasar ribh (keuntungan, laba, margin). Murabahah atau jual beli barang menjadi salah satu pembiayaan yang umum diterapkan dalam aktivitas perbankan. Murabahah adalah akad atau transaksi jualbeli dengan harga jual sebesar harga pokok ditambah margin (keuntungan) yang disepakati dan penjual memberitahukan harga pokok barang kepada pembeli. Teknik murabahah yang dewasa ini digunakan oleh perbankan islami adalah sesuatu yang berbeda dengan murabahah klasik yang digunakan dalam perdagangan normal. Transaksinya diselesaikan dengan janji terlebih dahulu untuk membeli atas permintaan oleh seseorang yang berminat memperoleh barang secara kredit dari institusi keuangan mana pun (Ayub, 2016).

19 Murabahah dapat diaplikasikan dalam bentuk pembelian barang konsumsi (seperti kendaraan, rumah) maupun mengakomodasi kebutuhan untuk aktivitas dalam produksi seperti pembelian barang investasi dan modal kerja. Jual beli atau murabahah merupakan akad yang diperbolehkan dalam syariah Islam. Kegiatan murabahah didasarkan pada firman Allah SWT berikut ini: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisa: 29) Dalam Qs. An-Nisa ayat 29 tersebut menjelaskan bahwa Allah mengaharamkan orang yang beriman untuk memanfaatkan, menggunakan, atau memakan harta orang lain dengan cara yang bertentangan dengan syariat Islam kecuali dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas.

20 Praktik perbankan konvensional dilakukan dengan adanya penetapan bunga bank yang dalam penjelasan Islam bunga tersebut merupakan salah satu bentuk dari riba. Allah SWT berfirman: Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukkan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Qs. Al-Baqarah: 275)

21 Qs. Al-Baqarah ayat 275 menegaskan bahwa jual beli tidak sama dengan riba. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang memakan riba kelak di hari akhir akan dibangkitkan dalam keadaan gila seperti orang yang kemasukan setan. Dalam Qs. Ali Imran berikut, Allah kembali menegaskan tentang pelarangan memakan riba. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu beruntung. (Qs. Ali- Imran:130) Selain itu, ada pula hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi sebagai berikut:

22 Dari Shuaib Ar Rumi R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda. tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah. 2. Jenis Akad Murabahah Akad murabahah terbagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut: a. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order) Murabahah jenis ini dapat bersifat mengikat dan tidak mengikat. Bersifat mengikat artinya setelah pembeli melakukan pemesanan, maka pembeli tersebut tidak diperbolehkan membatalkan pesanannya. (1) Penjual (4) (5) Pembeli (2) (3) Produsen Sumber: Sri Nurhayati dan Wasilah, 2015 Gambar 2.1. Skema Murabahah dengan Pesanan

23 Keterangan gambar: (1) Penjual melakukan akad murabahah dengan pembeli (2) Penjual membeli barang pada produsen (3) Produsen menyerahkan barang kepada penjual (4) Penjual menyerahkan barang kepada pembeli (5) Pembeli melakukan pembayaran b. Murabahah tanpa pesanan Dalam murabahah jenis ini, penjual dalam hal ini pihak bank syariah melakukan pembelian barang atau menyediakan barang yang akan dijual tanpa terpengaruh terkait langsung ada tidaknya pembeli. Penjual (1) (2) (3) Pembeli Sumber: Sri Nurhayati dan Wasilah, 2015 Gambar 2.2. Skema Murabahah tanpa Pesanan

24 Keterangan gambar: (1) Penjual melakukan akad murabahah dengan pembeli (2) Penjual menyerahkan barang kepada pembeli (3) Pembeli melakukan pembayaran 3. Rukun dan Syarat Murabahah a. Pelaku Pelaku dalam akad murabahah terdiri atas nasabah (pembeli) dan bank syariah (penjual). Pelaku akad murabahah harus cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan yang benar atau salah). Terkait dengan jual beli Dewan Syariah Nasional (DSN) membolehkan bank meminta nasabah untuk membayar uang muka saat penandatanganan kesepakatan di awal. Kebijakan meminta uang muka diterapkan secara ketat pada transaski murabahah yang pembelian asetnya dilakukan oleh bank. Penerapan uang muka pada dasarnya adalah untuk menguji kemampuan finansial nasabah pada saat transaksi murabahah dilakukan. Pada segmen nasabah tertentu yang memiliki risiko rendah (misal pegawai pemerintah atau pegawai dari institusi tertentu yang dianggap mapan secara finansial), beberapa bank tidak menerapkan ketentuan uang muka secara ketat. Adanya uang muka juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kerugian bank akibat pembatalan nasabah

25 membeli barang yang sudah dipesan dan diperoleh bank (Yaya, et al: 2016). Fatwa DSN MUI tentang murabahah membolehkan bank syariah meminta jaminan kepada yang dapat disimpan oleh bank. Penyerahan jaminan dapat dilakukan ketika transaksi pemesanan maupun ketika akad jual beli sudah dilakukan. Jaminan tersebut bertujuan agar nasabah serius dengan pesanannya maupun dengan pelunasan piutangnya. Dalam praktik, biasanya jaminan yang digunakan adalah barang yang dibeli atau tanda kepemilikan harta tertentu seperti sertifikat tanah atau tanda kepemilikan kendaraan yang dapat menutup biaya kerugian yang ditanggung bank sekiranya terjadi kegagalan pembayaran angsuran. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 17, nasabah tidak dibenarkan menunda-nunda pembayaran, termasuk dalam pembayaran piutang murababah. Hal ini berpedoman pada firman Allah SWT berikut ini: Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu... (QS. Al-Maidah: 1).

26 Penundaan pembayaran oleh nasabah pembiayaan di satu sisi dapat mengganggu bank syariah dalam operasinya dan di lain sisi merugikan nasabah karena tidak jadi mendapatkan keuntungan bagi hasil yang semestinya diterima. Berdasarkan pertimbangan tersebut, DSN MUI membolehkan bank syariah menerapkan sanksi berupa denda sejumlah uang tertentu kepada nasabah yang menunda-nuda menunaikan kewajibannya padahal memiliki kemampuan untuk melunasi kewajibannya. Bagi bank syariah, dana denda yang diterima harus diperuntukkan sebagai dana sosial (Fatwa DSN No. 17 Tahun 2000 Tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran). b. Objek Murabahah Objek murabahah harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Barang yang diperjualbelikan adalah barang yang halal dan tidak menyimpang dari hukum syariah islam. 2) Barang yang diperjualbelikan memiliki manfaat dan nilai yang dapat diambil. 3) Penjual memiliki hak atas kepemilikan barang tersebut. 4) Barang dapat diserahkan tanpa harus bergantung pada suatu kejadian tententu dimasa depan.

27 5) Spesifikasi barang harus jelas, pasti dan dapat diidentifikasi oleh pembeli. 6) Harga, kuantitas dan kualitas barang yang diperjualbelikan harus jelas sehingga tidak menimbukan gharar (ketidakpastian). 7) Barang yang diakadkan ada di tangan penjual. c. Ijab dan Qabul Ijab (serah) dan qabul (terima) merupakan suatu penyataan baik tertulis ataupun tidak tertulis yang dilakukan oleh pelaku akad tersebut. Pembiayaan murabahah dituangkan dalam bentuk perjanjan yang dibuat secara notariil. Akad ini bersifat mengikat bagi kedua pihak serta mencantumkan berbagai hal, antara lain sebagai berikut: 1) Nama notaris serta informasi tentang waktu dan tempat penandatanganan akad. 2) Identitas pihak pertama, dalam hal ini pihak yang mewakili bank syariah. 3) Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan membeli barang dengan didampingi oleh suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris. 4) Bentuk akad beserta penjelasan akad, beberapa hal yang dijelaskan terkait akad murabahah adalah definisi perjanjian pembiayaan murabahah, syariah, barang,

28 harga beli, margin keuntungan, metode pembayaran, masa berlakunya surat pembayaran, dokumen jaminan, jangka waktu perjanjian, surat penawaran, surat permohonan realisasi pembiayaan, cedera janji, dan penggunaan fasilitas pembiayaan. 5) Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, meliputi kesepakatan tentang fasilitas pembiayaan dan penggunaannya, pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas pembiayaan, pengurang pembiayaan, biaya dan pengeluaran, jaminan, syarat-syarat penarikan fasilitas pembiayaan, peristiwa cedera janji, pernyataan dan jaminan, kesepakatan untuk tidak berbuat sesuatu, penggunaan fasilitas pembiayaan, pajak-pajak, dan penyelesaian sengketa. 4. Aplikasi Pelaksanaan Murabahah dalam Praktik Perbankan Syariah Pelaksanaan akad jual beli murabahah dalam praktik perbankan syariah dilakukan dengan skema murabahah dengan pesanan yaitu bank selaku penjual akan membeli barang kepada pemasok setelah adanya permintaaan (pemesanan) dari nasabah selaku pembeli kepada bank. Aplikasi pelaksanaan murabahah dalam praktik perbankan dapat dilihat dari skema berikut.

29 1. Negosiasi Bank Syariah (Penjual) 2. Akad Murabahah 5. Bayar Kirim Dokumen Nasabah (Pembeli) 3. Beli Barang PEMASOK 4. Kirim Barang Sumber: Yaya et al, 2016 Gambar 2.3. Alur Transaksi Murabahah (dengan Pesanan) Keterangan: Pertama, nasabah melakukan pengajuan permohonan pembelian barang kepada bank syariah. Bank syariah dan nasabah menegosiakan harga, margin, besar angsuran, dan jangka waktu pembayaran. Kedua, ketika bank dan nasabah telah sepakat, maka kedua belah pihak melakukan akad perjanjian yang mencakup berbagai hal agar rukun murabahah terpenuhi dalam transaksi jual beli yang dilakukan.

30 Ketiga, ketika bank dan nasabah telah meyepakati akad perjanjian, bank akan membeli barang kepada pemasok. Dalam hal pembelian barang ini, jika bank tidak dapat melakukan pembelian secara langsung kepada pemasok, maka bank dapat mewakilkan pembelian barang tersebut kepada nasabah atas nama bank (hal ini disebut dengan wakalah). Keempat, setelah bukti pembelian barang dikirim pleh pemasok kepada bank, maka pemasok segera mengirimkan barang tersebut kepada nasabah pembeli. Kelima, barang diterima oleh nasabah. Selanjutnya nasabah melakukan pembayaran kepada bank secara berkala selama jangka waktu pembiayaan yang telah disepakati di awal antara kedua belah pihak. 5. Pengawasan Syariah Transaksi Murabahah Dewan Nasional Syariah (DSN) memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan bank setiap bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya dengan prinsip syariah tidak bertindak menyimpang dari hukum yang telah ditetapkan. Pengawasan syariah terhadap transaksi murabahah dilakukan dengan tujuan terciptanya kesesuaian praktik murabahah (jual beli) dalam perbankan syariah dengan ketentuan atau fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah yang telah ditetapkan oleh sebelumnya oleh DSN-MUI. D. Risiko Pembiayaan dan Non Performing Financing

31 1. Risiko Pembiayaan Sejatinya, risiko adalah istilah yag melekat pada semua aspek kehidupan dan aktivitas manusia. Risiko pada dunia perbankan sangat berbeda dengan risiko pada sektor riil. Pada sisi sumber dana, bank menghimpun sebagian besar dananya dari pihak luar dengan permodalan yang sangat kecil. Sedangkan pada sektor riil sebagian besar dananya merupakan modal sendiri. Di sisi aktiva, sebagian besar aset berbentuk kredit/pembiayaan yang merupakan sumber risiko jika manajemen risiko tidak menerapkan pola kehatihatian dalam perbankan (prudential banking). Pengelolaan risiko diperlukan agar perusahaan dapat meminimalisir risiko-risiko yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Risiko pembiayaan sering dikaitkan dengan risiko gagal bayar. Risiko ini terjadi ketika nasabah selaku debitur tidak mampu memunuhi kewajibannya kepada bank selaku kreditur. 2. Non Perfoming Financing Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan bermasalah karena kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya. NPF digunakan untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank semakin buruk. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 2.2. Kriteria Penilaian Peringkat Non Performing Financing

32 Peringkat Nilai NPF Predikat 1 NPF < 2% Sehat 2 2% < NPF < 5% Sehat 3 5% < NPF < 8% Cukup Sehat 4 8% < NPF < 12% Kurang Sehat 5 NPF > 12% Tidak Sehat Sumber: SE Bank Indonesia No. 9/24/DPbS Tahun 2007 Perhitungan NPF dapat dilihat dari kolektabilitas pembiayaan. Kolektabilitas atau kualitas pembiayaan adalah keadaan nasabah dalam memenuhi kewajibannya kepada pihak bank. Menurut Rivai dan Veithzal (2013), unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran, margin, angsuran pokok, maupun pelunasan pokok pembiayaan. Berdasarkan Lampiran I SEBI No. 8/22/DPbS Tahun 2006 Tentang Penilaian Aktiva Produktif Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Faturrahman, 2014) untuk produk murabahah dari aspek kemampuan membayar angsuran nasabah maka pembiayaan digolongkan seperti dalam tabel berikut:

33 Tabel 2.3. Penggolongan Kualitas Pembiayaan Lancar Golongan Keterangan Tidak ada tunggakan angsuran pembiayaan oleh nasabah Dalam Perhatian Khusus Kurang Lancar Terdapat tunggakan angsuran pembiayaan oleh nasabah sampai dengan 90 hari Terdapat tunggakan angsuran pembiayaan oleh nasabah yang telah melewati 90 hari sampai 180 hari Diragukan Terdapat tunggakan angsuran pembiayaan oleh nasabah yang telah melewati 180 hari sampai 270 hari Macet Terdapat tunggakan angsuran pembiayaan oleh nasabah yang telah melewati 270 hari Sumber: Lampirann I SEBI No. 8/22/DPbS Tahun 2006 E. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu ini menjadi salah acuan penulis dalam melakukan penelitian dengan judul Analisis Risiko Pembiayaan Murabahah terhadap Tingkat Pengembalian Pembiayaan Nasabah di BPRS Bangun Drajat Warha Yogyakarta. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama. Namun penulis mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra

34 (2015) yang berjudul Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah terhadap Pengembalian Pembiayaan Nasabah (Studi pada PT. BPR Syariah Bumi Rinjani Probolinggo). Modifikasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini pada fokus penelitian yaitu pembiayaan murabahah dan objek yang diteliti PT. BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta. Dalam penelitian penulis tidak hanya merumuskan masalah tentang hubungan risiko pembiayaan terhadap pengembalian, tetapi juga mekanisme dan kesesuaian pelaksanaan pembiayaan murabahah dengan fatwa No. 04/DSN- MU/IV/2000. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2015) yang hanya berfokus pada risiko pembiayaan saja. F. Kerangka Penelitian Objek penelitian ini adalah PT. BPRS Bangun Drajat Warga Yogyakarta. Penulis melakukan observasi selama Praktik Kerja Lapangan dan melakukan wawancara dengan kepala divisi marketing untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Penelitian ini berfokus pada data utama yaitu prosedur pelaksanaan pembiayaan murabahah dan laporan kualitas aktiva produktif yang digunakan untuk menganalisis pembiayaaan bermasalah dan pengembalian pembiayaan di BPRS Bangun Drajat Warga.

35 Hasil dari analasis data akan menunjukkan bagaimana mekanisme dan kesesuaian pelaksanaan pembiayaan murabahah di BPRS Bangun Drajat Warga dengan fatwa No.04/DSN-MUI/IV/2000 serta hubungan pengaruh pembiayaan bermasalah terhadap tingkat pengembalian pembiayaan nasabah.