BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan Islam sekarang ini telah dikenal luas di belahan dunia muslim dan Barat. Perbankan Islam merupakan bentuk perbankan yang pembiayaannya berusaha memberikan pelayanan kepada nasabah dengan bebas bunga. Para perintis perbankan Islam berargumentasi bahwa bunga bank termasuk ribā yang jelas-jelas dilarang dalam hukum Islam. Alasan tersebut yang mendorong beberapa sarjana muslim dan para penanam modal untuk menemukan alternatif lain dengan cara mengembangkan sistem perbankan yang sesuai aturan Islam, khususnya yang berkaitan dengan ribā 2. Sejak pertengahan tahun 1970-an, bank-bank Islam berkembang sangat pesat. Bank-bank ini tidak hanya didirikan di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Mesir, Yordania, Sudan, Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Indonesia. Berdiri juga di negara minoritas muslim seperti Inggris, Denmark, dan Philipina. Bank Islam International dan Bank Pembangunan Islam pemegang sahamnya adalah beberapa negara OKI, yang sekaligus bertindak sebagai sponsor perbankan Islam dan pembiayaan lebih luas di dunia Islam, yang berdiri pada tahun 2004), hlm.1. 2 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, cetakan ke-ii, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1
2 1980-an, turut mendukung Pakistan dan Iran untuk mentransformasikan sistem keuangan mereka dengan sistem bebas bunga 3. Sesungguhnya bunga itu sudah dianggap penting demi keberhasilan pengoperasian sistem ekonomi yang ada bagi masyarakat, tetapi Islam mempertimbangkan bahwasannya bunga itu kejahatan yang menyebarkan kesengsaraan dalam kehidupan. Sehingga Al-Qur`an menyatakan haram terhadap bunga bagi kalangan masyarakat Islam 4. Al-Qur`an telah menggunakan bahasa ribā untuk bunga. Ditinjau dari segi makna kata ribā berarti kelebihan atau penambahan atau surplus, tetapi dari segi ekonomi berarti surplus pendapatan yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam dari jumlah pinjaman pokok sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode tertentu 5. Islam memperbolehkan mengembangkan harta dengan cara berdagang dan menolak menggunakan cara ribā. Allah berfirman dalam surat An-Nisa (4) ayat 29 : ي ا أ ي ه ا ال ذ ين آ م ن وا لا ت أ ك ل وا أ م و ال ك م ب ي ن ك م ب ال ب اط ل إ لا أ ن ت ك ون ت ج ار ة ع ن ت ر اض م ن ك م Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu (an- Nisa (4) : 29). 3 Ibid, hlm.2. 4 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid III, (Yogyakarta: Penerbit Dana Bakti Wakaf, 2002), hlm.76. 5 Ibid, hlm.83.
3 Pengharaman ribā tidak hanya berlaku dalam syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saja, namun keharamannya sudah menjadi kewajiban yang diterima secara umum dalam seluruh syariat yang diturunkan oleh Allah 6. Larangan ribā ini bukan hal yang baru di antara agama-agama samawi, dalam agama Yahudi tepatnya dalam Perjanjian Lama terdapat arti sebuah ayat : Jikalau kamu memberi pinjaman uang kepada umatku, yaitu kepada orang miskin yang diantara kamu, maka jangan kamu menjadi baginya seperti penagih utang yang keras, dan jangan ambil bunga daripadanya. (Kitab Keluaran, Pasal 22, ayat 25) 7 Fazlurrahman seorang intelektual muslim kontemporer dari Pakistan yang pernah belajar di Amerika. Beliau merupakan salah satu tokoh neomodernisme Islam. Beliau bekerja sebagai Direktur Lembaga Riset Islam ataupun sebagai anggota Dewan Penasihat Ideologi Islam yang mewakili sudut pandang kalangan modernis. Beliau selalu mendapatkan tantangan keras dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis di Pakistan karena ide-idenya tentang ḥadīṡ, ribā dan bunga bank, zakat, fatwa mengenai kehalalan binatang yang disembelih secara mekanis, dan lain-lain sering menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan serta berskala nasional di Pakistan 8. 6 Shalah As-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2001), hlm.344-346. 7 Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram di dalam Islam, terj.abu Sa id Al-Falahi, cetakan ke- 5, (Jakarta: Robbani Press, 2005), hlm. 306. di lihat dari Terjemahan Kitab Perjanjian lama dari Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 1971) 8 Fazlurrahman, Neo Modernisme Islam, terj.taufik Adnan Amal, (Bandung: Penerbit Mizan, 1987), hlm. 14.
4 Fazlurrahman harus pergi ke Chicago dari Pakistan lantaran adanya perlawanan dari sebagian ulama dan oknum-oknum penguasa terhadap pendapatnya bahwasanya bunga bank dipandangnya bukanlah ribā karena bunga bank merupakan faktor ekonomi yang sangat penting dan merupakan poros ekonomi dunia International. Sehingga dalam konteks tertentu tidak menimbulkan kezaliman jika bunga bank itu berada dalam titik nol persen atau dengan kata lain untuk dihilangkan bunganya sama sekali. Ribā sendiri selalu menghasilkan kelebihan dan kezaliman bagi masyarakat kecil ekonomi lemah, itulah salah argumentasinya dan salah satu sebab beliau harus meninggalkan tanah kelahirannya 9. Menurut beliau larangan ribā sangat penting bagi kesejahteraan rakyat, tetapi ahli hukum ekonomi Islam di zaman pertengahan berkesimpulan bahwasannya setiap jenis bunga uang adalah terlarang. Saat ini pun kebanyakan kaum Muslimin masih berpendapat demikian, padahal di zaman modern ini peran perbankan di dalam konteks ekonomi pembangunan sudah sangat berubah 10. Wahbah az-zuhaili seorang guru besar Universitas Islam Al-Azhar Kairo menegaskan bahwasanya selama seseorang masih berada dalam stabilisasi ekonomi yang normal dan masih memungkinkan untuk melakukan pinjaman tanpa bunga, maka tidak boleh melakukan pinjaman kredit dengan 9 Fazlurrahman, Islam, terj.ahsin Mohammad, Cetakan ke-iv, (Bandung: Penerbit Pustaka ITB, 2000), hlm.vii. 10 Fazlurrahman, Tema-tema Pokok Al-Qur`an, terj.anis Mahyudin, (Bandung: Penerbit Pustaka ITB, 1980), hlm.60.
5 bunga dan jual beli dengan ribā. Menurutnya bunga bank dan ribā merupakan kesatuan yang tak terpisahkan karena riba adalah tambahan pada sesuatu tertentu tanpa disertai pengganti, sedang bunga bank termasuk ribā nasi ah sehingga haram banyak atau sedikit. Akan tetapi dalam persoalan lain Wahbah az-zuhaili memperbolehkan pembayaran hutang luar negeri yang disertai bunga dengan alasan kebutuhan (ḥājah) negara secara umum dan alasan keterpaksaan (ḍarūrah) secara khusus, maka seseorang diperbolehkan melaksanakan sistem ekonomi yang diharamkan secara hukum. Namun pendapat Wahbah az-zuhaili hanyalah berlaku secara kenyataan (kasuistik) 11. Meskipun MUI, Muhammadiyah dan NU telah memperjelas status hukum bunga bank yang sesuai syariat Islam di negara Indonesia ini, akan tetapi masih banyak oknum-oknum yang berpikiran berbeda mengenai bunga bank, karena itu penulis ingin memperjelas kembali dan berinisiatif dengan mengambil judul yakni : Bunga Bank Perspektif Fazlurrahman dan Wahbah az-zuhaili, karena penulis melihat adanya perbedaaan pemikiran Fazlurrahman sebagai ulama Pakistan dan Wahbah az-zuhaili sebagai ulama Mesir dalam memahami makna ribā dan bunga bank dalam konteks perbankan modern yang memang menjadi persoalan hukum, sementara kebutuhan manusia yang tidak terbatas bergantung kepada sistem ekonomi yang ada di setiap zaman. 11 Abdullah Ghani Ahmadi, Telaah Pemikiran az-zuhaili tetang Konsep Ḍarūrah dalam Riba, (http://aganiah.blogspot.co.id), diakses pada tanggal 08 November 2015
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jabarkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah yang dimaksud ribā dan bunga bank menurut Fazlurrahman dan Wahbah az-zuhaili? 2. Apakah dasar hukum dan pengambilan dalil yangdigunakan Fazlurrahman dan Wahbah az-zuhaili dalam menetapkan status hukum bunga bank? 3. Apakah solusi yang diberikan Fazlurrahman dan Wahbah az-zuhaili? C. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan atau aktivitas yang dilakukan pasti ada yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan pandangan Fazlurrahman dan Wahbah az- Zuhaili tentang ribā dan bunga bank. 2. Untuk mendeskripsikan dasar hukum pandangan Fazlurrahman dan Wahbah az-zuhaili apakah bunga bank termasuk bagian ribā atau berdiri sendiri. 3. Untuk mengetahui solusi yang diberikan Fazlurrahman dan Wahbah az- Zuhaili. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini secara tidak langsung adalah : 1. Secara teoritis, dapat semakin memperkaya khazanah pemikiran Islam pada umumnya dan bagi akademika Fakultas Agama Islam jurusan
7 Hukum Ekonomi Syari ah pada khususnya, selain itu dapat menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya, sehingga proses pengkajian secara mendalam akan terus berlangsung dan memperoleh hasil yang maksimal. 2. Secara praktis, dapat dijadikan perbandingan oleh masyarakat dan para praktisi ekonomi Islam dalam menyikapi masalah kontroversional (perbedaan) status hukum bunga bank.