BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah. semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA INSPEKTORAT KABUPATEN N E R A C A PER 31 DESEMBER 2012 DAN 2011 (Dalam Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

LAPORAN KEUANGAN POKOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 URAIAN REF ANGGARAN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2015 dan 2014

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori. Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pemerintah menurut Siregar dalam buku yang berjudul Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Kegiatan APBD Pada Dinas Pertanian, Tanaman Dan Pangan Provinsi Jawa Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan kesejahteraan (Tambunan, 2009 : 44). Proses pembangunan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

Oleh: Syaiful, SE, Ak., MM*

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil peneletian ini diharapkan bisa menjadi. sumber referensi dalam melakukan peneletian lainnya yang sejenis.

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keuangan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

PENGANTAR. PEMERINTAH KABUPATEN BINTAN NERACA PER 31 Desember 2014 dan 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terperinci menurut jangka waktu yang telah ditentukan. Pengertian Prosedur menurut Mulyadi, dalam bukunya Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/ dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihakpihak lain sesuai ketentuan/ peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan daerah dalam arti sempit yakni

terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD (Saragih, 2003:12). b. Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang memuat tentang rencana penerimaan, rencana pengeluaran serta rencana pembiayaan daerah selama satu tahun anggaran. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:20), APBD dapat didefinisikan sebagai: rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Pada era Orde Lama, definisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong (1962:81) dalam Halim (2002:16) adalah: rencana pekerjaan keuangan (financial werkplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi. Menurut Halim dan Nasir (2006:44), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan

dengan Peraturan Daerah. Menurut Bastian (2006 : 189), APBD merupakan pengejawantahan rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik. Menurut Saragih (2003:122), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun. Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah daerah bersama-sama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagi pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berkembangnya perekonomian daerah di berbagai sektor juga akan memberikan pengaruh positif pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat daerah. Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004:15-16) adalah sebagai berikut: 1) rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2) adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan. 3) jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

4) periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun. c. Klasifikasi APBD Klasifikasi APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. (Permendagri 13/ 2006) Oleh karena penelitian ini menggunakan laporan APBD yang memakai format Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002, maka APBD yang berdasarkan format tersebut terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumbersumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih

anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang (Halim, 2004 : 18). 2. Dana Alokasi Umum a. Pengertian Dana Alokasi Umum Menurut Halim (2004 : 141), Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. b. Tujuan Dana Alokasi Umum Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000, Mardiasmo (2002 : 157) mengungkapkan bahwa tujuan DAU adalah untuk horizontal equity dan sufficiency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Fiscal gap terjadi karena karakteristik daerah di Indonesia sangat beraneka ragam. Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah. Ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena stuktur perekonomian

mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat dioptimalkan sehingga daerah tersebut menjadi kaya. Namun, banyak juga daerah yang secara alamiah maupun struktur ekonomi masih sangat tertinggal. Untuk itulah maka transfer dari Pemerintahan Pusat dalam bentuk DAU masih diberikan untuk mengatasi kesenjangan antar daerah (fiscal gap). 3. Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urutan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah ratarata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah. DAK merupakan dana yang berasal APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN (Suparmoko:2002). Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasioanal. 4. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat

dan pemerintah di atasnya. Menurut Halim dan Nasir (2006 : 44), belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. b. Klasifikasi Belanja Daerah. Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri 13/ 2006 terdiri atas: belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Menurut Halim (2004 : 18), belanja daerah digolongkan menjadi 4, yakni: belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal.

Klasifikasi belanja daerah yang sesuai dengan klasifikasi belanja daerah menurut Kepmendagri 29/ 2002. 1) Belanja Administrasi Umum Menurut Halim (2004 : 70), belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik. Kelompok belanja administrasi umum terdiri atas 4 jenis belanja, yaitu: belanja pegawai/ personalia, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas dan belanja pemeliharaan. a) Belanja pegawai/ personalia Belanja pegawai merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/ personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain biaya tetap pegawai. Jenis belanja pegawai/ personalia untuk belanja aparatur daerah meliputi objek belanja: (1) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah, (2) gaji dan tunjangan pegawai, (3) biaya perawatan dan pengobatan, (4) biaya pengembangan sumber daya manusia. Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja:

(a) belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD, (b) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah, (c) gaji dan tunjangan pegawai daerah, (d) biaya perawatan dan pengobatan, (e) biaya pengembangan sumber daya manusia. b) Belanja barang dan jasa Menurut Halim (2004 : 71), Belanja barang dan jasa merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas objek belanja berikut: (1) biaya bahan pakai habis kantor, (2) biaya jasa kantor, (3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor, (4) biaya sewa kantor, (5) biaya makanan dan minuman kantor, (6) biaya pakaian dinas, (7) biaya bunga utang, (8) biaya depresiasi gedung (operasional), (9) biaya depresiasi alat angkutan (operasional), (10) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga, (11) Biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional).

Jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini: (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) (k) (l) (m) (n) (o) (p) biaya bahan pakai habis kantor, biaya jasa kantor, biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor, biaya sewa kantor, biaya makanan dan minuman kantor, biaya pakaian dinas, biaya bunga utang, biaya depresiasi gedung (operasional), biaya depresiasi alat-alat besar (operasional), biaya depresiasi alat angkutan (operasional), biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional), biaya depresiasi alat pertanian (operasional), biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga, biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional), biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional), biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional). c) Belanja perjalanan dinas Menurut Halim (2004 : 71), Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. Menurut Halim (2004 :71), objek belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja aparatur daerah meliputi biaya

perjalanan dinas, sedangkan untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan. d) Belanja pemeliharaan Menurut Halim (2004, 71), Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. Objek belanja dari jenis belanja pemeliharaan untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas: (1) biaya pemeliharaan bangunan gedung, (2) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan, (3) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga, (4) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi, (5) biaya pemeliharaan buku perpustakaan, (6) biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan. Objek belanja untuk jenis belanja pemeliharaan untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas: (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) biaya pemeliharaan jalan dan jembatan, biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi), biaya pemeliharaan instalasi, biaya pemeliharaan jaringan, biaya pemeliharaan bangunan gedung, biaya pemeliharaan monumen, biaya pemeliharaan alat-alat besar,

(h) (i) (j) (k) (l) (m) (n) (o) (p) (q) (r) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan, biaya pemeliharaan alat-alat bengkel, biaya pemeliharaan alat-alat pertanian, biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga, biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi, biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran, biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium, biaya pemeliharaan buku perpustakaan, biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian, kebudayaan, biaya pemeliharaan hewan, ternak, serta tanaman, biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan. 2) Belanja Operasi dan Pemeliharaan Menurut Halim (2004 : 72), Belanja operasi dan pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja : belanja pegawai/ personalia, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas dan belanja pemeliharaan. a) Belanja pegawai/ personalia Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja berikut : (1) honorarium/ upah,

(2) uang lembur, (3) insentif. b) Belanja barang dan jasa Jenis belanja barang dan jasa baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja : (1) biaya bahan/ material, (2) biaya jasa pihak ketiga, (3) biaya cetak dan penggandaan, (4) biaya sewa, (5) biaya makanan dan minuman, (6) biaya bunga utang, (7) biaya pakaian kerja. c) Belanja perjalanan dinas d) Belanja pemeliharaan Jenis belanja perjalanan dinas dan jenis belanja pemeliharaan memiliki klasifikasi yang sama dengan klasifikasi jenis belanja ini pada kelompok belanja administrasi umum, baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik (Halim, 2004:73). 3) Belanja Modal Menurut Halim (2004 : 73), belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan

menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama yaitu belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya. a) Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembeliaan/ pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. b) Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. c) Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesinserta inventaris kantor yang memberikan

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. d) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. e) Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmia Berikut ini tabel komponen biaya yang ada di dalam belanja modal :

Tabel 2.1 Jenis Belanja Modal dan Komponen-komponennya Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang Dimungkinkan Di Dalam Belanja Modal Belanja Modal Tanah Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal pembebasan tanah Belanja modal pembayaran honor tim tanah Belanja modal pembuatan sertifikat tanah Belanja modal pengurugan dan pematangan tanah Belanja modal biaya pengukuran tanah Belanja modal perjalanan pengadaan tanah Belanja modal bahan baku gedung dan bangunan Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis gedung dan bangunan Belanja modal sewa peralatan gedung dan bangunan Belanja modal perencanaan dan pengawasan gedung dan bangunan Belanja modal perizinan gedung dan bangunan Belanja modal pengosongan dan pembongkaran bangunan lama gedung dan bangunan Belanja modal honor perjalanan gedung dan bangunan Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal bahan baku peralatan dan mesin Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis peralatan dan mesin Belanja modal sewa peralatan, peralatan dan mesin Belanja modal perencanaan dan pengawasan peralatan dan mesin Belanja modal perizinan peralatan dan mesin Belanja modal pemasangan peralatan dan mesin Belanja modal perjalanan peralatan dan mesin Belanja modal bahan baku jalan dan jembatan Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola tekhnis jalan dan jembatan Belanja modal sewa peralatan jalan dan jembatan Belanja modal perencanaan dan pengawasan jalan dan jembatan Belanja modal perizinan jalan dan jembatan

Belanja modal pengosongan dan pembongkaran bangunan lama jalan dan jembatan Belanja modal perjalanan jalan dan jembatan Belanja modal bahan baku irigasi dan jaringan Belanja modal upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis irigasi dan jaringan Belanja modal sewa peralatan irigasi dan jaringan Belanja modal perencanaan dan pengawasan irigasi dan jaringan Belanja modal perizinan irigasi dan jaringan Belanja modal pengosongan dan pembongkaran bangunan lama irigasi dan jaringan Belanja modal perjalanan irigasi dan jaringan Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal bahan baku fisik lainnya Belanja modal upah tenaga kerja dan pengelola teknis fisik lainnya Belanja modal sewa peralatan fisik lainnya Belanja modal perencanaan dan pengawasan fisik lainnya Belanja modal perizinan fisik lainnya Belanja modal jasa konsultan fisik lainnya Sumber : situs www.google.go.id 4) Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Menurut Halim (2004 : 73), Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang atau barang dari Pemerintah Daerah. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan merupakan belanja yang dibayarkan kepada pemerintah bawahan/ desa/ lembaga keagamaan/ lembaga sosial/ organisasi profesi, belanja pemerintah dengan kriteria : a) tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti layaknya terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan, b) tidak mengharapkan dibayar kembali di masa yang akan datang, seperti layaknya yang diharapkan dari suatu pinjaman,

c) tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan, seperti layaknya yang diharapkan dari suatu investasi. Kelompok belanja bagi hasil dan bantuan keuangan terkhusus bagi kabupaten/ kota terdiri atas jenis belanja berikut (hanya untuk bagian belanja pelayanan publik) : (1) belanja bagi hasil retribusi kepada Pemerintah Desa, (2) belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa/ Kelurahan, (3) belanja bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan, (4) belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi. 5) Belanja Tidak Tersangka Menurut Halim (2004 : 73), kelompok belanja tidak tersangka adalah belanja Pemerintah Daerah untuk pelayanan publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial. Kelompok belanja ini terdiri atas jenis belanja tidak tersangka. Belanja tidak tersangka merupakan pengeluaran yang disediakan pemerintah daerah untuk membiayai : a) kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, kejadian yang dapat membahayakan daerah, b) tagihan tahun lalu yang belum diselesaikan dan atau yang tidak tersedia anggarannya pada tahun bersangutan,

c) pengembalian penerimaan yang bukan haknya atau penerimaan yang dibebaskan (dibatalkan) dan atau kelebihan penerimaan. 5. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan masingmasing sektor yang berperan dalam membentuk nilai tambah perekonomian suatu daerah. Nilai pertumbuhan yang diperoleh tersebut merupakan dampak nyata dari suatu kondisi ekonomi yang terjadi pada tahun yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan menunjukkan sejauh mana kinerja atau aktivitas dari berbagai sektor ekonomi akan menghasilkan nilai tambah/ pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama satu periode tertentu tidak terlepas dari perkembangan masing-masing sektor atau sub sektor yang ikut membentuk nilai tambah perekonomian suatu daerah. Kesanggupan mencapai pertumbuhan tersebut juga merupakan refleksi dari kondisi ekonomi pada periode yang bersangkutan. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai suatu indikator mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dicapai serta menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang.

Menurut Sirojuzilam (2003:4), Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Menurut Kuznets (1966) dalam Sirojuzilam (2003:5), definisi pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Delapan perbedaan yang mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dan syarat-syarat terlaksananya pembangunan ekonomi modern : a. perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas modal manusia, b. pendapatan per kapita dan tingkat GNP di saat mulai membangun, bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, c. perbedaan iklim, d. perbedaan jumlah penduduk, distribusi, serta laju pertumbuhannya, e. peranan sejarah migrasi internasional, f. perbedaan dalam memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional, g. Kemampuan melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang ilmiah dan teknologi dasar, h. Stabilitas dan fleksibilitas lembaga-lembaga politik. PDRB yang digunakan yaitu PDRB atas dasar harga berlaku. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu daerah. Dengan melihat angka

persentase setiap sektor tersebut, selain dapat diketahui sumbangan atau kontribusi masing-masing sektor, juga dapat dilihat struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Dengan demikian dapat diketahui apakah perekonomian daerah bersifat agraris atau non agraris. Apabila pendapatan regional dikumpulkan dari waktu ke waktu, maka akan terlihat perubahan kontribusi masing-masing sektor serta perubahan struktur ekonominya. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan pembangunan yang dilaksanakan. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu berikut: Berikut tabel 2.2 yaitu tabel tinjauan penelitian terdahulu yang terlihat sebagai Tabel 2.2 TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU No Peneliti Variabel Metode Hasil Penelitian (Tahun Penelitian Penelitian Penelitian)

1. Armin Armansyah (2004) Variabel Independen : Pengeluaran pemerintah daerah Variabel dependen : Pertumbuhan Ekonomi Analisis regresi sederhana (simple regression) dan regresi berganda (multiple regression) Hasil penelitian Armin Armansyah menunjukkan bahwa pengaruh pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin. 2. Nurlina (2004) Variabel Independen : anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan Variabel dependen : Pertumbuhan Ekonomi Metode Ordinary Least Square (OLS) Hasil penelitian yang dilakukan Nurlina menunjukkan bahwa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan menunjukkan trend peningkatan yang hampir sama 3. Priyo Hardi Adi (2006) Variabel independen: Hubungan Variabel dependen: Pertumbuhan Ekonomi, Belanja pembangunan dan Pengeluaran Asli Daerah Analisis regresi sederhana (simple regression) dan regresi berganda (multiple regression) Hasil dari penelitian yang dilakukan Priyo Hardi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan pengeluaran asli daerah maupun pertumbuhan

ekonomi. Penelitian yang merujuk pada beberapa penelitian sebelumnya, yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Armin Armansyah (2004) Judul penelitiannya tentang Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-propinsi di Indonesia. Hasil penelitiannya untuk di setiap propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing propinsi di Indonesia. 2. Nurlina (2004) Judul penelitiannya tentang Analisis pengaruh anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan menunjukkan trend peningkatan yang hampir sama dan hukum Wagner tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Propinsi NAD.

Berdasarkan hasil estimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa semua variabel bebas (pengeluaran rutin, pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, dan pengeluaran pembangunan dua tahun sebelumnya) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di NAD. Sementara itu untuk pengeluaran pembangunan memiliki pengaruh yang negatif tetapi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi NAD selama kurun waktu penelitian. 3. Priyo Hari Adi (2006) Judul penelitiannya tentang Hubungan antara pertumbuhan ekonomi daerah, belanja pembangunan dan pendapatan asli daerah (Studi kasus pada Kabupaten dan Kota se Jawa - Bali). Hasil penelitiannya yaitu : a. hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Sayangnya pertumbuhan ekonomi pemda kabupaten dan kota masih kecil, akibatnya penerimaan PAD-nya pun kecil. Terkait dengan PAD, penerimaan yang menjadi andalan adalah retribusi dan pajak daerah. Tingginya retribusi bisa jadi merupakan indikasi semakin tingginya itikad pemerintah untuk memberikan layanan publik yang lebih berkualitas. Belanja pembangunan diarahkan pada sektor yang langsung dinikmati oleh publik (Mardiasmo, 2002). b. belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang memberi kesimpulan bahwa ada pengaruh belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, maka penulis membuat kerangka konseptual atas penelitian ini sebagai berikut : DAU DAK Pertumbuhan Ekonomi Daerah Belanja Modal Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran belanja modalnya di dalam APBD untuk melaksanakan rencana pembangunan di daerah dalam bentuk proyek-proyek dari

berbagai sektor pembangunan dengan tujuan untuk melakukan investasi dan diharapkan benar-benar langsung menyentuh sektor ekonomi produktif masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di daerah. APBD merupakan instrument kebijakan yang dijalankan pemerintah daerah untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan. Instrumen ini diharapkan berfungsi sebagai salah satu komponen pemicu tumbuhnya perekonomian suatu daerah. 2. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian oleh karena jawaban yang diberikan masih berdasar pada teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono, 2003 :51). Dari kerangka konseptual dan uraian teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : Dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonom di kabupaten dan Provinsi Sumatera Utara.