KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA (Reproduction Characteristics of Rex, Satin and Reza Rabbit) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 1, N.D. SAVITRI 2 dan M. DULDJAMAN 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 2 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRACT The data of reproduction traits for Rex, Satin and Reza rabbit were evaluated from 2005 to 2008. Reproduction traits of rabbit were number of pups at birth (LSB), at wean (LSW), litter weight at birth (LWB), litter weight at wean (LWW) and mortality of pups (MORT). Reproduction traits of Rex increased from 2005 to 2008 on LSB(5.78 ± 1.52 head to 7.27 ± 1.59 head), LSW (4.57 ± 1.66 head to 5.88 ± 0.96 head), LWB (255.69 ± 70.12 g to 361.61 ± 85.73 g) and LWW (2200.61 ± 778.84 g to 2438.16 ± 653.88 g). Satin increased from 2005 to 2008 on LSB (5.32 ± 1.61 head to 5.67 ± 1.71 head), LSW (4.55 ± 1.68 head to 4.58 ± 2.22 head) and LWB (274.44 ± 77.74 g to 285.54 ± 83.67). All reproduction traits of Reza rabbit increased. Reproduction traits were affected by genetic, environment, and interaction of genetic x environment, hence appropriate environment were needed to improve rabbit reproduction. Key Words: Rabbit, Rex, Satin, Reza, Reproduction Traits ABSTRAK Data sifat reproduksi kelinci Rex, Satin dan Reza merupakan data yang dikoleksi dari tahun 2005 sampai tahun 2008. Sifat reproduksi yang diamati adalah jumlah anak lahir (JAL), jumlah anak sapih (JAS), total bobot lahir (TBL), total bobot sapih (TBS) dan mortalitas. Sifat reproduksi kelinci Rex terjadi peningkatan pada JAL(5,78 ± 1,52 ekor menjadi 7,27 ± 1,59 ekor), JAS (4,57 ± 1,66 ekor menjadi 5,88 ± 0,96 ekor), TBL (255,69 ± 70,12 g menjadi 361,61 ± 85,73 g) dan TBS (2200,61 ± 778,84 g menjadi 2438,16 ± 653,88 g). Kelinci Satin juga terjadi peningkatan pada sifat JAL (5,32 ± 1,61 ekor menjadi 5,67 ± 1,71 ekor), JAS (4,55 ± 1,68 ekor menjadi 4,58 ± 2,22 ekor), dan TBL (274,44 ± 77,74 g menjadi 285,54 ± 83,67). Peningkatan pada kelinci Reza terjadi pada semua sifat,yaitu JAL (5,60 ± 1,41 ekor menjadi 6,16 ± 1,14 ekor), JAS (3,64 ± 1,55 ekor menjadi 5,42 ± 1,24 ekor), TBL (293,09 ± 93,47 g menjadi 381,12 ± 48,04 g) dan TBS (1917,61 ± 549,28 g menjadi 2416,62 ± 667,21 g). Mortalitas anak selama menyusui tampak berubah setiap tahun dipengaruhi oleh produktivitas susu induk yang tidak stabil dan perbedaan sifat keindukan induvidu. Sifat reproduksi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, serta interaksi antara genetik dan lingkungan, sehingga lingkungan yang sesuai sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sifat reproduksi kelinci. Kata Kunci: Kelinci, Rex, Satin, Reza, Sifat Reproduksi PENDAHULUAN Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging, juga dikenal sebagai penghasil fur yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kelinci Rex, Satin dan persilangannya (Reza) adalah bangsa kelinci yang dikembangkan dan berkembang baik di Indonesia. Kelinci Rex dikenal memiliki karakteristik rambut yang halus, panjangnya seragam dan lembut seperti beludru, sedang kelinci Satin mempunyai rambut yang mengkilap seperti mink. Kelinci hasil persilangan antara dua bangsa tersebut menghasilkan kelinci Reza yang berambut halus dan mengkilap. Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan usaha ternak kelinci karena terdapat daerah-daerah yang lingkungannya mendukung dan sesuai untuk perkembangbiakannya. Perkembangbiakan kelinci merupakan kegiatan yang bertujuan agar ternak tersebut menghasilkan keturunan. Hal-hal yang berkaitan dengan perkembangbiakan 693
diantaranya karakteristik reproduksi. Pengetahuan tentang perkembangbiakan kelinci akan mempermudahkan peternak dalam membudidayakannya. Karakteristik reproduksi berkaitan erat dengan lingkungan, genetik dan manajemennya. Sejak tahun 2005, Balitnak melakukan seleksi pada kelinci Rex, Satin dan Reza dengan kriteria total bobot sapih anak. Seleksi dilakukan menggunakan metoda MPPA (most probable producing ability), yaitu memilih induk-induk yang berproduksi tinggi dan diperingkat atas nilai MPPA dari yang tertinggi sampai terendah. Sepuluh induk yang memiliki nilai MPPA selanjutnya dijadikan tetua pada generasi berikutnya. Keberhasilan seleksi terhadap bobot sapih ini juga harus diimbangi dengan peningkatan reproduksinya, sehingga pengamatan performa reproduksi kelinci Rex, Satin dan Reza dilakukan untuk setiap generasi hasil seleksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik reproduksi kelinci pada Rex, Satin dan Reza tahun 2005 sampai tahun 2008. Meskipun diketahui nilai heritabilitas sifat reproduksi pada kelinci rendah, namun diharapkan masih terjadi peningkatan dari generasi ke generasi pada kelinci Rex, Satin dan Reza yang diseleksi atas sifat total bobot sapihnya. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan data dari kelinci Rex, Satin dan Reza pada tahun 2005 sampai tahun 2008 yang dimiliki Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Data perkawinan kelinci Rex pada tahun 2005 sampai tahun 2008 berturut-turut berjumlah 59 ekor, 33 ekor, 48 ekor dan 34 ekor. Data perkawinan kelinci Reza yang digunakan berturut-turut berjumlah 24 ekor, 15 ekor, 14 ekor dan 13 ekor. Data perkawinan kelinci Satin yang digunakan berturut-turut 28 ekor, 34 ekor, 25 ekor dan 20 ekor. Kelinci jantan yang digunakan berjumlah 1 : 5 dari kelinci betina Rex, Satin dan Reza pada setiap tahunnya. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, form penelitian, kandang induk, kandang jantan, kandang kelinci sapih dan timbangan merk Quattro buatan Jerman kapasitas 15 kg dengan skala terkecil 0,01 g. Induk-induk dikawinkan setelah berumur 5 6 bulan dan pejantan berumur 8 bulan. Betina dikawinkan apabila memperlihatkan tanda-tanda berahi, yaitu dengan melakukan pemeriksaan bagian vulva, betina siap untuk dikawinkan bila vulva berwarna kemerahan. Palpasi terhadap induk dilakukan pada hari ke- 12 setelah perkawinan untuk menentukan bunting atau tidak. Betina segera dikawinkan kembali jika tidak bunting. Kotak beranak bagi induk yang bunting disiapkan pada hari ke-28 masa kebuntingan. Perkawinan kembali segera dilakukan pada umur kelahiran dua minggu setelah betina beranak dan bila induk dilihat tanda-tanda berahi. Pejantan dikawinkan dengan lima ekor betina. Sistem perkawinan disesuaikan dengan catatan silsilah. Kandang ternak yang digunakan merupakan kandang individu tipe Quonset Style Cages (HARRIS, 1983). Ukuran kandang bervariasi sesuai dengan umur kelinci. Atap kandang berbentuk setengah lingkaran. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Sebagai perlakuan adalah tahun, yaitu dari tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008. Peubah yang diamati adalah sebagai berikut: a) jumlah anak lahir (JAL), merupakan jumlah anak yang dilahirkan oleh induk, b) jumlah anak sapih (JAS), merupakan jumlah anak yang hidup pada saat disapih, c) total bobot lahir anak (TBL), merupakan jumlah bobot anak yang dilahirkan, d) total bobot sapih anak (TBS), merupakan jumlah bobot anak pada saat disapih dan e) mortalitas (MORT) anak dari lahir sampai sapih. Analisis data menggunakan analisis ragam dan untuk menguji perbedaan setiap perlakuan, selanjutnya dilakukan Uji Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) menurut STEEL dan TORRIE (1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik reproduksi kelinci Rex Karakteristik reproduksi kelinci Rex disajikan pada Tabel 1, meliputi JAL, JAS, TBL,TBS dan MORT. Hasil analisis data menunjukkan bahwa JAL dari tahun 2005-2008 sangat berbeda nyata. JAL kelinci Rex yang diperoleh dari penelitian tahun 2005 sampai tahun 2008 meningkat 5,78 ± 1,52 ekor 694
Tabel 1. Karakteristik reproduksi kelinci Rex pada Tahun 2005 2008 Peubah Tahun 2005 2006 2007 2008 JAL (ekor) Rataan 5,78 ± 1,52 6,15 ± 1,30 5,67 ± 1,77 7,27 ± 1,59 KK (%) 26,29 21,14 31,22 11,56 JAS (ekor) Rataan 4,57 ± 1,66 4,61 ± 1,27 5,17 ± 1,77 5,88 ± 0,96 KK (%) 36,32 27,55 34,23 16,33 TBL (g) Rataan 255,69 ± 70,12 297,56 ± 67,21 290,39 ± 81,69 361,61 ± 85,73 KK (%) 27,42 22,59 28,13 23,71 TBS (g) Rataan 2200,61 ± 778,84 2393,26 ± 633,30 2776,48 ± 769,85 2438,16 ± 653,88 KK (%) 35,39 26,46 27,73 26,82 MORT (%) Rataan 19,46 ± 22,34 23,56 ± 20,37 7,78 ± 17,31 16,43 ± 17,10 JAL = jumlah anak lahir; JAS = jumlah anak sapih; TBL = total bobot lahir; TBS = total bobot sapih; MORT = mortalitas; KK = koefisien keragaman menjadi 7,27 ± 1,59 ekor, keragaman yang menurun dari 26,29% menjadi 11,56%. Hasil ini lebih tinggi dari penelitian RAHARJO dan TANGENDJAJA (1988) yang menyatakan bahwa kelinci Rex memiliki jumlah anak 5 ekor perkelahiran. Selama pengamatan, terdapat fluktuasi sifat jumlah anak yang dilahirkan dari tahun ke tahun, yaitu sebesar 5,78 ± 1,52 ekor, 6,15 ± 1,30 ekor dan 5,67 ± 1,77 ekor berturut-turut pada tahun 2005, 2006 dan 2007. Hal ini diakibatkan ketidakseragaman data perkawinan induk, banyaknya data perkawinan paritas pertama akan menyebabkan jumlah anak lebih rendah, menurut RAHARJO et al. (1993) rendahnya nilai jumlah anak serta keragaman yang tinggi disebabkan gangguan pada kebuntingan pertama. Selain itu dapat diakibatkan oleh tidak seragamnya lama kebuntingan, kebuntingan berkisar antara 28-31 hari. CHEEKE et al. (1987) menyatakan bahwa semakin lama kebuntingan maka jumlah anak lahir akan semakin sedikit. Hasil analisis data menunjukkan terjadi perbedaan sangat nyata TBL kelinci Rex dari 2005 2008 tahun. Hasil TBL tahun 2005 sebesar 255,69 ± 70,12 g naik menjadi 361,61 ± 85,73 g pada 2008. TBS kelinci Rex berbeda sangat nyata dari tahun ketahun, hasil analisis data menunjukkan TBS meningkat dari tahun 2005 sampai tahun 2007 berturut-turut sebesar 2200,61 ± 778,84 g, 2393,26 ± 633,30 g, 2776,48 ± 769,85 g dan mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 2393,26 ± 633,30 g tetapi jumlahnya lebih tinggi daripada tahun 2005 dan 2006. Peningkatan JAL dan JAS, TBL dan TBS ini menunjukkan kemajuan dari tahun ke tahun akibat adanya seleksi, menurut NOOR (2004) seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan. Karakteristik reproduksi kelinci Satin Pada Tabel 2 ditunjukkan karakteristik reproduksi kelinci Satin. Jumlah anak yang dilahirkan perinduk tidak berbeda nyata dari tahun ke tahun. Hasil penelitian menunjukkan JAL kelinci Satin berkisar antara 5,15 ± 1,71 6,00 ± 0,80 ekor. RAHARJO (2005) melaporkan bahwa JAL dan JAS kelinci Satin berturutturut sebesar 6,00 ± 0,70 ekor dan 3,60 ± 1,50 ekor. Keragaman cukup tinggi berkisar dari 13,33% sampai 33,20%. Hasil analisis data menunjukkan JAS sangat berbeda nyata dari tahun ketahun. JAS ditunjukkan dalam Tabel 3. Hasil tertinggi didapat pada tahun 2006. Terjadi peningkatan dari tahun 2005 sampai tahun 2006 yaitu dari 4,55 ± 1,68 ekor menjadi 5,57 ± 1,06 ekor dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 4,22 ± 1,44 ekor, kemudian meningkat pada tahun 2008 sebesar 4,58 ± 2,22 ekor. Variasi jumlah anak ini diakibatkan oleh mortalitas, semakin rendah mortalitas maka JAS akan semakin meningkat dan sebalikya 695
semakin tinggi mortalitas maka JAS semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa JAS ini dipengaruhi lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Perbedaan TBL kelinci Satin sangat berbeda nyata dari tahun ketahun. Terjadi peningkatan dari tahun 2005 2006 dari 274,44 ± 77,74 g meningkat menjadi 338,66 ± 52,80 g namun terjadi penurunan pada tahun 2007 menjadi 268,76 ± 83,07 g dan meningkat kembali pada tahun 2008 menjadi 285,54 ± 83,67 g. Hal ini disebabkan variasi JAL, jumlah anak tinggi menghasilkan bobot individu lebih rendah tetapi menghasilkan TBL yang lebih tinggi. TBS kelinci Satin pada tahun 2006 sebesar 2817,48 ± 564,60 g menunjukkan jumlah tertinggi karena mortalitas yang terendah. TBS berbeda sangat nyata pada setiap tahunnya. Terjadi peningkatan dari tahun 2005 2006 dari 2019,48 ± 818,05 g meningkat menjadi 2817,48 ± 564,60 g namun terjadi penurunan pada tahun 2007 menjadi 2127,57 ± 754,29 g dan pada tahun 2008 menurun menjadi 1820,9 ± 873 g. TBS terendah terdapat pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan angka mortalitas cukup tinggi sebesar 20,53 ± 28,22%. Selain itu variasi TBS diakibatkan nutrisi yang dikonsumsi anak lahir hingga sapih. BRAHMANTIYO (2008) menyatakan pertumbuhan anak setelah lahir sampai dengan sapih sangat dipengaruhi oleh produksi susu induk, persaingan anak dalam memperoleh susu dan kemampuan anak dalam mengkonsumsi pakan setelah berumur tiga minggu. Selanjutnya dijelaskan bahwa bobot sapih anak mencerminkan kemampuan induk untuk merawat anak (mothering ability). Karakteristik reproduksi tidak mengalami peningkatan yang berkesinambungan dari tahun-ketahun dan tidak terjadi penurunan keragaman, hal ini mennjukkan performa reproduksi tidak sepenuhnya diakibatkan oleh seleksi. Performa reproduksi kelinci erat kaitannya dengan pengaruh lingkungan, selain itu yang mempengaruhi adalah nutrisi, genetik, dan manajemen (LUKEFAHR dan CHEEKE, 1990). Karakteristik reproduksi kelinci Reza Tabel 3 menunjukkan karakteristik reproduksi kelinci Reza. JAL kelinci Reza berkisar antara 4,87 ± 1,73 6,16 ± 1,14 ekor, hasil analisis data menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dari tahun ketahun. Jumlah anak lahir dari tahun 2005 sampai 2008 berturut-turut 5,60 ± 1,41 g, 5,13 ± 1,99 g, 4,87 ± 1,73 g, dan 6,16 ± 1,14 g. JAS meningkat dari tahun 2005 sampai tahun 2008 dari 3,64 ± 1,55 g menjadi 5,42 ± 1,24 g. RAHARJO et al. (2004), memperoleh nilai JAL dan JAS kelinci Reza sebesar 6,40 ekor dan 3,60 ekor. Peningkatan tahun 2008 belum dapat dipastikan akibat adanya seleksi karena kenaikan tidak bertahap dari tahun 2005 hingga 2008. Tabel 2. Karakteristik reproduksi kelinci Satin pada tahun 2005 2008 Peubah Tahun 2005 2006 2007 2008 JAL (ekor) Rataan (ekor) 5,32 ± 1,61 6,00 ± 0,80 5,15 ± 1,71 5,67 ± 1,71 KK (%) 30 13,33 33,20 30,16 JAS (ekor) Rataan (ekor) 4,55 ± 1,68 5,57 ± 1,06 4,22 ± 1,44 4,58 ± 2,22 KK (%) 36,92 19,03 34,12 48,47 TBL (g) Rataan (g) 274,44 ± 77,74 338,66 ± 52,80 268,76 ± 83,07 285,54 ± 83,67 KK (%) 28,33 15,59 30,91 29,30 TBS (g) Rataan (g) 2019,48 ± 818,05 2817,48 ± 564,60 2127,57 ± 754,29 1820,9 ± 873 KK (%) 40,51 20,04 35,45 47,94 MORT (%) Rataan 13,17 ± 20,97 6,81 ± 12,64 15,74 ± 17,68 20,53 ± 28,22 JAL = jumlah anak lahir; JAS = jumlah anak sapih; TBL = total bobot lahir; TBS = total bobot sapih; MORT = mortalitas; KK = koefisien keragaman 696
Tabel 3. Karakteristik reproduksi kelinci Reza pada tahun 2005 2008 Peubah Tahun 2005 2006 2007 2008 JAL (ekor) Rataan 5,60 ± 1,41 5,13 ± 1,99 4,87 ± 1,73 6,16 ± 1,14 KK (%) 25,18 38,79 35,52 18,51 JAS (ekor) Rataan 3,64 ±1,55 3,81 ± 1,72 3,77 ± 1,42 5,42 ± 1,24 KK (%) 42,58 45,14 37,67 22,88 TBL (g) Rataan 293,09 ± 93,47 256,25 ± 90,65 280,33 ± 86,03 381,12 ± 48,04 KK (%) 31,89 35,38 30,69 12,60 TBS (g) Rataan 1917,61 ± 549,28 2219,44 ± 838,02 2121,15 ± 627,88 2416,62 ± 667,21 KK (%) 28,64 37,76 29,60 27,61 MORT (%) Rataan 34,51 ± 24,48 21,09 ± 25,39 23,33 ± 23,49 12,86 ± 15,87 JAL = jumlah anak lahir; JAS = jumlah anak sapih; TBL = total bobot lahir; TBS = total bobot sapih; MORT = mortalitas; KK = koefisien keragaman TBL kelinci Reza berkisar dari 256,25 ± 90,65 g sampai 381,12 ± 48,04 g, sedangkan rataan TBS berkisar dari 1917,61 ± 549,28 g sampai 2416,62 ± 667,21 g. Hasil analisis data menunjukkan TBL dan TBS tidak berbeda nyata dari tahun ketahun. Koefisien keragaman cukup tinggi pada TBL dan TBS. Koefisien keragaman TBL bervariasi dari 12,60% sampai 35,38%. Koefisien keragaman TBS pada tahun 2005 sebesar 27, 61% sampai 37,76%. Hal ini menunjukkan seleksi induk berdasarkan total bobot sapih anak tidak sepenuhnya mempengaruhi JAL, TBL dan TBS kelinci Reza. MARTOJO (1992) menyatakan bahwa program-program pemuliaan pada umumnya merupakan program jangka panjang dengan hasil yang baru terbukti dalam jangka waktu lama. Kelinci Reza baru dikembangkan pada tahun 2005, dari pernyataan tersebut diduga hasil seleksi tidak nyata dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk pemuliaan (seleksi) masih belum terpenuhi. Mortalitas Mortalitas anak kelinci Rex, Satin dan Reza selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3. Mortalitas anak kelinci Rex berbeda sangat nyata dari tahun ketahun, berkisar antara 7,78 ± 17,31 % sampai 23,56 ± 20,37%. Anak kelinci Satin lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci Rex yaitu diatara 12,86 ± 15,87 % sampai 34,51 ± 24,48%, sedangkan mortalitas anak kelinci Satin berkisar antara 6,81 ± 12,64% sampai 20,53 ± 28,22%. Menurut RAHARJO et al. (1993) mortalitas anak kelinci sampai umur sapih cukup tinggi yaitu 26 59%. Tingginya mortalitas pada periode ini diduga karena pengaruh lingkungan (iklim, angin, suhu), aerasi dan kebersihan (didalam dan disekitar kandang). Selain itu mortalitas anak kelinci yang tinggi terjadi pada minggu pertama dan paritas pertama, karena hal ini berhubungan dengan sifat induk pada parity pertama yang tidak menyusui dan atau tidak mencabut bulu untuk menghangatkan anaknya. KESIMPULAN Karakteristik reproduksi kelinci Rex yang meliputi JAL dan JAS, TBL dan TBS serta MORT mengalami fluktuasi dari tahun 2005 hingga 2008. Keragaman pada JAL, JAS, TBL, TBS dan MORT menggambarkan tingginya pengaruh lingkungan seperti manajemen pemeliharaan, nutrisi, dan lingkungan baik lingkungan tetap maupun temporer. 697
DAFTAR PUSTAKA CHEEKE, P.R., N.M. PATTON, S.D. LUKEFAHR and J.L. MCNITT. 1987. Rabbit Production. 6 th Ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc. Danvile. Illinois. BRAHMANTIYO, B. 2008. kajian potensi genetik ternak kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Bogor, Jawa Barat dan di Magelang, Jawa Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. HARRIS, D.J. 1983. Construction of Quonset style rabbit cages. J. Appl. Rabbit Res. 6: 142 147. LUKEFAR, S.D. and P.R. CHEEKE. 1990. Rabbit project planning strategies for developcountries: Http://www.cipav.org.co/ irrd/ irrd2/3cheeke2.htm. (30 Juni 2008). NOOR, R.R. 2000. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. MARTOJO. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikandan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. RAHARJO, Y.C. 2005. Prospek, peluang dan tantangan agribisnis ternak kelinci. Lokakarya nasional potensi dan pengembangan usaha kelinci. Balai Penelitian Ternak, Bogor RAHARJO, Y.C. dan B. TANGENDJAJA. 1988. Kemampuan produksi dan reproduksi kelinci Rex di Balitnak Ciawi, Bogor. Pros. Seminar Hasil Penelitian Pascapanen Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Bogor. RAHARJO, Y.C., B. BRAHMANTIYO, T. MURTISARI, B. WIBOWO, E. JUARINI dan YUNIATI. 2004. Plasma nutfah kelinci sebagai sumber pangan hewani dan produk lain bermutu tinggi. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. RAHARJO, Y.C., F.X. WIJANA dan T. SARTIKA. 1993. Pengaruh jarak kawin setelah beranak terhadap performans reproduksi kelinci Rex. Ilmu dan Peternakan 6(1): 27 31. STEEL, R.D.G. dan J.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Geometrik. Terjemahan: SUMANTRI, B. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 698