BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya wabah campak yang cukup besar. Pada tahun kematian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan sebagai penyebab kesakitan dan kematian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan, seperti batuk pilek sehingga banyak kalangan orang tua menganggap enteng gejala flu disertai batuk pada anak-anak. Padahal, kuman dan virus dengan cepat berkembang di dalam saluran pernafasan yang akhirnya menyebabkan infeksi. Jika telah terjadi infeksi maka anak akan mengalami kesulitan bernafas dan bila tidak segera ditangani dan diobati, penyakit ini 1

2 bisa semakin parah menjadi pneumonia yang menyebabkan kematian (IDAI, 2015). Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh pneumonia. Berdasarkan data badan PBB untuk anak-anak (UNICEF), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen dari 147.000 anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia. Dari statistik tersebut, dapat diartikan bahwa 2-3 anak di bawah usia 5 tahun meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut menyebabkan pneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia (IDAI, 2016). Berdasarkan data Kemenkes tahun 2015, cakupan penemuan ISPA yaitu pneumonia pada balita tahun 2014 berkisar antara 20%-30%, sedangkan Pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 63,45%. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Sedangkan data dari buletin surveilans ISPA berat di Indonesia (SIBI) april 2014 yang dilaksanakan di enam rumah sakit provinsi di Indonesia, didapatkan 625 kasus ISPA Berat, 56% adalah laki-laki dan 44% adalah perempuan. Dari 94 kasus yang ditemukan positif influenza, proporsi laki-laki sebesar 54% dan perempuan 46%. Sebagian besar proporsi kasus ISPA Berat (39%) dan kasus positif

3 influenza (44%) ditemukan pada kelompok umur 1 4 tahun. Untuk wilayah Sumatera Barat prevalensi ISPA pada tahun 2013 ialah 25,7 %. Menurut Maryunani (2010), secara umum terdapat 3 faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah, ventilasi dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, status imunisasi dan pemberian vitamin A. Sedangkan faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi dan balita atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA. Sementara menurut Depkes (2009), ISPA dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi perumahan, karateristik balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, ASI eksklusif, status imunisasi), sumber pencemaran udara dalam ruang (penggunaan anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk memasak dan keberadaan perokok). Pengendalian ISPA telah dikembangkan sejak tahun 1984 namun hingga saat ini penyakit ISPA masih merupakan masalah kesehatan. Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya ISPA. Hasil penelitian Arun (2014) di India dengan judul studi prevelensi ISPA pada anak balita di Kabupaten Lucknow yang dilakukan pada 260 balita ditemukan bahwa status gizi buruk, kelas sosial ekonomi rendah, keterlambatan dalam inisiasi menyusui, makanan prelakteal, dan status

4 imunisasi merupakan faktor risiko yang signifikan terjadinya ISPA pada balita. Hasil penelitian Prajapati (2012) di Gujarat yang dilakukan pada 500 balita didapatkan bahwa terdapat hubungan antara berat badan lahir rendah (BBLR), inisiasi menyusui tepat waktu, pemberian makanan pendamping ASI, status imunisasi dengan kejadian ISPA. Selain itu, hasil penelitian Banda (2016) yang dilakukan pada 220 balita didapatkan bahwa terdapat hubungan antara ibu, saudara kandung, rumah tangga dengan ruang yang terpisah untuk memasak, keluarga yang menggunakan transportasi umum, rumah tangga yang terdiri dari kurang lebih 3 orang dengan kejadian ISPA pada balita. Faktor risiko terjadinya ISPA pada individu balita adalah BBLR. Balita yang lahir BBLR lebih besar risikonya terdiagnosa ISPA. Hal ini dikarenakan pada bayi yang BBLR organ-organ pernapasanya belum matang yang menyebabkan pengembangan paru kurang adekuat, otot-otot pernapasan masih lemah dan pusat pernapasan masih belum berkembang. Hal ini sejalan dengan penelitian Oktaviani (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara balita yang lahir BBLR dengan kejadian ISPA. Akan tetapi hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Layuk (2013) di wilayah kerja Puskesmas Batu Sura tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita didapatkan bahwa BBLR tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA pada balita.

5 Selain itu, status gizi juga muncul sebagai faktor risiko untuk terjadinya ISPA. Status gizi pada balita sangat penting karena status gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh anak, sehingga anak tidak mudah terkena penyakit infeksi, begitupun sebaliknya. Hal ini sejalan dengan penelitian Agrina (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Akan tetapi hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Oktaviani (2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada balita. Selain BBLR dan status gizi, imunisasi juga merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita. Imunisasi adalah proses yang bertujuan memperkuat kekebalan daya tahan tubuh anak terhadap infeksi (Hartomo, 2013). Jadi anak yang telah mendapatkan imunisasi lengkap tubuhnya akan bertambah kekebalan tubuhnya sehingga tidak mudah terserang penyakit yang sering dialami oleh anak seperti penyakit ISPA. Hal ini sejalan dengan penelitian Arun (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita. Akan tetapi hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Layuk (2013) di wilayah kerja Puskesmas Batu Sura tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita didapatkan bahwa imunisasi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA pada balita.

6 Pemberian ASI secara eksklusif atau tidak eksklusif merupakan salah satu faktor risiko ISPA. ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang mampu melindungi anak dari berbagai penyakit infeksi, khususnya di saluran pencernaan dan pernapasan. Anak yang diberi ASI eksklusif ternayata akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan anak yang tidak diberi ASI eksklusif (Syaiful, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian perajapati (2012) di Gujarat yang menyatakan bahwa terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita. Selain itu, vitamin A juga merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada balita. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya sebagai faktor risiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol (Maryunani, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian Marhamah (2013) di Desa Bontangan Kabupaten Enrekang menyatakan bahwa terdapat hubungan pemberian kapusl vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita. Akan tetapi hasil penelitian berbeda yang dilakukan oleh Siregar (2017) menyatakan bahwa tidak ada hubungan riwayat pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan data penyakit terbanyak pada balita per puskesmas Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015, penyakit ISPA menduduki urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak pada balita. Diantara 22 puskesmas yang ada di Kota Padang, Puskesmas Lubuk Buaya merupakan salah satu

7 puskesmas dengan angka ISPA terbanyak yaitu 2062 balita dengan penyakit batuk bukan pneumonia dan 497 balita dengan pneumonia. Hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 29 April 2017 di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang dengan melakukan wawancara pada ibu dengan balita yang memiliki riwayat ISPA, didapatkan 6 dari 10 balita dengan jenis kelamin laki-laki, 6 balita diantaranya memiliki gizi yang kurang, 4 diantaranya tidak mendapatkan imunisasi lengkap, 5 dari 10 ibu balita mengatakan bahwa ia memberikan anaknya makanan tambahan saat umur anaknya < 6 bulan dan 3 diantaranya merupakan balita yang lahir dengan BBLR. Selain itu petugas puskesmas mengatakan bahwa ISPA merupakan penyakit dengan kunjungan terbanyak pada balita serta juga terdapat beberapa balita yang berobat dengan ISPA yang berulang. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2017, karena dilaterbelakangi masih tingginya angka insiden ISPA pada balita di puskesmas tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu apakah ada

8 hubungan antara faktor individu balita dengan Kejadian ISPA Pada Balita di puskesmas Lubuk Buaya Padang? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi jenis kelamin pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang b. Diketahui distribusi frekuensi BBLR pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang c. Diketahui distribusi frekuensi status gizi pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang d. Diketahui distribusi frekuensi status imunisasi pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang e. Diketahui distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif pada balita di puskesmas Lubuk Buaya Padang f. Diketahui distribusi frekuensi riwayat pemberian vitamin A pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang g. Diketahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang

9 h. Diketahui hubungan antara BBLR dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang i. Diketahui hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang j. Diketahui hubungan antara status imunisasi balita dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang k. Diketahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang l. Diketahui hubungan pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Lubuk Buaya Padang. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Masyarakat Dapat menjadi masukan bagi pembaca tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita. Penelitian ini juga dapat menyadarkan masyarakat terutama orang tua yang memiliki balita agar memenuhi kebutuhan tubuh balita seperti pemberian gizi ang baik, imunisasi yang lengkap, pemberian vitamin A serta pemberian asi eksklusif selama 6 bulan yang dapat meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh anak sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi terutama ISPA.

10 2. Bagi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Keperawatan mengenai ISPA pada balita. Serta dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua balita mengenai pentingnya pemberian gizi dan ASI yang baik serta pentingnya pemberian imunisasi yang lengkap serta vitamin A pada balita. 3. Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna serta dapat digunakan sabagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan program kesehatan pada balita terutama yang berhubungan dengan penyakit ISPA yang ada di puskesmas Lubuk Buaya Padang. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan data dasar untuk peneliti selanjutnya.