BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki potensi sumber daya manusia dipandang sebagai industri jasa yang mempunyai pelanggan-pelanggan yang harus dilayani dengan pelayanan jasa bermutu. Menurut Data Kementerian menunjukkan, jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia mencapai 3.151 institusi, yang terdiri atas 3.068 PTS (97%) dan 83 PTN (3%), adapun total program studi sebanyak 16.755 (Kompas, 04 Maret 2014). Begitu banyaknya Perguruan Tinggi dengan belasan ribu program studi yang ada serta mengingat tujuan utama dari perguruan tinggi adalah menciptakan dan mendalami pengetahuan (production and diffusion of knowledge). Produk utama dari Perguruan Tinggi tentunya merupakan intangibles asset (Ramirez, 2007) yang selanjutnya dapat di gunakan oleh dunia usaha dan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk selanjutnya, maka perguruan tinggi harus meningkatkan upaya peningkatan daya saing. Tolak ukur pelayanan jasa yang baik bukan tolak ukur yang absolute, melainkan tolak ukur yang relatif, dengan kata lain Perguruan Tinggi harus meningkatkan mutu yang baik sesuai dengan kebutuhan pelanggan yaitu peserta didik dan stakeholder. Ketatnya tingkat persaingan sumberdaya manusia, baik dalam bisnis maupun dalam organisasi mengakibatkan organisasi dihadapkan pada tantangan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup. 1
2 Tenaga kependidikan sebagai salah satu aset sumber daya manusia dalam perguruan tinggi dalam mencapai tujuan organisasi, kualitasnya harus diperhatikan termasuk softkill yang dimiliki. Memperhatikan hal tersebut salah satu cara yang dapat di lakukan adalah dengan rotasi pekerjaan. Rotasi kerja akan memberikan dampak positif bagi karyawan (tenaga kependidikan), karena perputaran pekerjaan tersebut dapat menghindarkan rasa jenuh atau bosan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan. Pelaksanaan rotasi juga harus mempertimbangkan karyawan yang sudah merasa mapan dengan posisi dalam pekerjaannya karena mereka akan protes dengan adanya rotasi pekerjaan tersebut. Pelaksanaan rotasi pekerjaan harus menggunakan kebijakan berdasarkan pada data dan informasi yang akurat mengenai kinerja individu, pengalaman kerja di unit, keterlibatan pelatihan dan perilaku karyawan (Mangkupawira, 2009). Penilaian tersebut dapat dipakai untuk mengetahui tingkat kemampuan masingmasing karyawan sebagai salah satu pertimbangan melakukan rotasi kerja, hal ini dapat pula diartikan bahwa rotasi kerja dilakukan demi peningkatan kompetensi karyawan, penyegaran dari kejenuhan rutinitas, dan penyegaran wawasan. Rotasi pekerjaan juga mendorong adanya penambahan kemampuan dan perilaku dari karyawan lama serta untuk orientasi dan penempatan karyawan baru, dengan begitu di harapkan rotasi pekerjaan dapat memberi dampak pada kepuasan kerja karyawan. Faktor kepuasan kerja karyawan dalam suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting. Tenaga kependidikan yang mempunyai tingkat kepuasan kerja yang baik akan bekerja dengan rajin dan penuh inovatif atau berperilaku
3 positif terhadap pekerjaannya, dan sebaliknya apabila tingkat kepuasan rendah, maka prestasi karyawan rendah dan bahkan berperilaku negatif terhadap pekerjaannya sehingga timbul rasa malas, tidak disiplin dalam bekerja dan lainlain, dimana hal tersebut berpengaruh terhadap kinerja karyawan dalam organisasi. Untuk itu organisasi atau perusahaan perlu memperhatikan masalah kepuasan kerja sehingga kinerja karyawan meningkat dan kelangsungan hidup organisasi dapat dipertahankan. Kinerja karyawan (job performance) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan padanya. Hal ini diperkuat oleh peneliti Blau (1967) dan Organ (1968) dalam Muhadi (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi kinerja dengan asumsi bahwa karyawan akan memberikan yang terbaik bagi organisasi dimana mereka bekerja. Tenaga kependidikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi perguruan tinggi karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perguruan tinggi untuk mencapai tujuannya. Dalam rangka meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, organisasi perlu memberi perhatian pada kepentingan karyawan yang memiliki berbagai macam kebutuhan. Ninik Muljani (2002) dalam Fatmawati, dkk (2012) menyatakan bahwa keinginan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja. Seorang karyawan yang profesional tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa mereka adalah individu yang
4 juga mempunyai kebutuhan, keinginan dan harapan dari tempatnya bekerja. Kinerja karyawan yang semakin baik diharapkan dapat membawa dampak positif bagi kinerja organisasi (Marhaeni Wahyu Handayani & Suhartini, 2005) yang pada akhirnya membawa kesejahteraan bersama. Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa awalnya merupakan perguruan tinggi yang berupa sekolah dan didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta (Taman berarti tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid). Pada waktu pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama "National Onderwijs Institut Taman Siswa", yang merupakan realisasi gagasan beliau bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia. Pada permulaan abad ke-20 perhatian rakyat Indonesia terhadap pendidikan sangat besar, hingga Departemen Pengajaran tidak dapat mengatasinya. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang ingin sekolah tetapi tempatnya tidak mencukupi. Sementara sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda, sistem pengajarannya tidak memuaskan rakyat. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan Barat yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda terlalu intelektualistik dan materialistik, sehingga tidak dapat menjawab kebutuhan bangsa. Diberinya kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memasuki sekolah bumiputra yang kelak menjadi HIS, juga tidak memberi harapan yang diinginkan. Lulusan HIS dinilai tidak bermutu sebab yang diterapkan adalah
5 sistem Eropa. Hasil pendidikan dengan sistem tersebut melahirkan anak-anak yang bertabiat kasar, kurang memiliki rasa kemanusiaan sehingga tumbuh rasa individualisme. Melihat hasil pendidikan tidak sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia, maka dipikirkan sistem pendidikan nasional yang berdasarkan budaya bangsa Indonesia dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Akhirnya pada tanggal 3 Juli 1922 berdirilah Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara. Setelah berdiri, maka tokoh Taman Siswa, yaitu Ki Hadjar Dewantara, R.M. Sutomo Suryokusumo, R.M.H. Suryoputro, dan Ki Pronowidigdo, mengadakan pertemuan untuk menentukan sikap selanjutnya. Pendirian Taman Siswa menimbulkan berbagai kritik, baik dari kalangan bangsa Indonesia maupun dari pemerintah kolonial. Demi perkembangan, maka pada tanggal 20-22 Oktober 1923 diadakan kongres dengan hasil sebagai berikut: Mengumumkan bahwa Taman Siswa merupakan Badan Wakaf (Institut Pendidikan yang berdiri sendiri, bebas dari pemerintah). Menyatakan prinsip-prinsip Taman Siswa. Menyusun kembali institutraat menjadi hoofdraat (Majelis Tinggi), yang kemudian diubah lagi menjadi Majelis Luhur. Setelah kongres tersebut, Taman Siswa berkembang dengan pesat tidak hanya di Jawa, tetapi juga di Sumatera dan Kalimantan. Kongres Nasional pertama atau rapat besar umum Taman Siswa yang pertama diadakan pada tanggal 6-13 Agustus 1930 di Perguruan Pusat Taman Siswa di Jogyakarta. Hasil kongres tersebut sebagai berikut:
6 a. Menerima baik alasan-alasan berdirinya Taman Siswa b. Mengemukakan prinsip-prinsip pedoman pendidikan Taman Siswa, dan yang menjadi sendi-sendi pendidikan Taman Siswa ini adalah: Taman Siswa bertujuan perkembangan nasional berlandaskan ketujuh pokok yang diterima baik dalam kongres tahun 1923. Nasional Onderwijs Institut diganti menjadi perguruan Nasional Taman Siswa yang berpusat di Jogyakarta. Taman Siswa merupakan suatu yayasan yang berdiri sendiri. Taman Siswa membentuk suatu konsolidasi, dimana tiap cabang diintegrasikan kedalamnya di bawah bimbingan perguruan pusat. Taman Siswa merupakan suatu keluarga, dimana Ki Hadjar Dewantara adalah bapak dan Taman Siswa di Jogyakarta adalah ibu. Tiap-tiap cabang Taman Siswa mesti membantu cabang lainnya atau berprisip saling bahu membahu. Taman Siswa mesti diurus sesuai demokrasi, akan tetapi demokrasi haruslah tidak mengganggu ketertiban dan perdamaian Taman Siswa sebagai keseluruhan. Dari gambaran mengenai keadaan beberapa cabang Taman Siswa, nyatalah bahwa sekolah sebagai alat ideologi yang begitu populer di masa itu segi politiknya dihindari oleh Taman Siswa dan program kegiatannya lebih menekankan nasionalisme kebudayaan. Pada permulaan masa pendudukan Jepang, perguruan Taman Siswa mengalami perkembangan yang amat pesat,
7 namum pada akhirnya tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu dengan mengelabui pemerintah Jepang, nama Taman Siswa diganti dengan nama lain. Mata pelajaran yang diberikan sama bobotnya dengan pendidikan umum. Setelah kemerdekaan, Taman Siswa lebih meningkatkan peranannya di Indonesia. Kongres Taman Siswa di tahun 1946 merumuskan kembali pernyataan asas tahun 1922. Dikemukakan Panca Dharma sebagai dasar Taman Siswa, yang berisi kemerdekaan, kodrat alam, kebangsaan, kebudayaan, dan kemanusiaan. Perguruan Taman Siswa memiliki peranan yang cukup besar terhadap perkembangan pendidikan nasional di Indonesia, yakni menanamkan semangat kebangsaan serta sikap anti penjajahan. Persoalannya sekarang adalah bagaimana menyesuaikan asas-asas yang dicetuskan dalam zaman penjajahan itu dengan kondisi sekarang. Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru dikenal sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Suwardi setelah ia mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (India/Benggala). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur (dalam bahasa Jawa) yaitu: Ing ngarsa sung tuladha (yang di depan memberi teladan/contoh) Ing madya mangun karsa (di tengah membangun prakarsa/semangat) Tut wuri handayani (dari belakang mendukung). Ketiga prinsip ini digabung menjadi satu ungkapan utuh: "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" yang hingga saat ini masih tetap menjadi panduan dan pedoman dalam dunia
8 pendidikan di Indonesia. Prinsip dasar patrap triloka dan panca darma tamansiswa yang menjadikan dasar setiap langkah yang diambil oleh Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) sebagai salah satu lembaga pendidikan perguruan tinggi swasta dalam menjalankan setiap tugas yang di emban dan di atur dalam statuta sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi yang memuat visi dan misi serta tujuan. Keistimewaan ciri khas UST yang bernafaskan kebangsaan sebenarnya telah tercermin dalam diri pendirinya, yaitu Ki Hadjar Dewantara. Sejak mulai mendirikan Perguruan Tamansiswa, Ki Hadjar telah mengajarkan kepada para siswanya untuk tidak menggantungkan diri (mandiri) pada penguasa dan berusaha berdiri di atas usaha sendiri. Hal inilah yang menjadi modal kuat bagi Ki Hadjar untuk tidak mau menerima bantuan pendidikan dari Pemerintah Hindia Belanda kala itu. Ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut diajarkan kepada setiap siswa yang belajar di Tamansiswa sampai dengan hari ini. Berbekal ajaran kemandirian tersebut, UST juga mengedepankan sikap berdikari. Setiap lulusan dari UST diharapkan mampu bersaing dengan berbekal pengetahuan yang telah didapatkan dari proses belajar-mengajar di UST. Selain itu, setiap mahasiswa yang belajar di UST selalu ditekankan untuk mampu berdiri di atas kepentingan bersama. Sebuah sikap yang juga dimiliki oleh Ki Hadjar Dewantara dengan menempuh jalur pendidikan demi kemajuan bangsa. Selain berhubungan dengan jiwa kemandirian, UST juga mengajarkan tentang jiwa kepemimpinan dalam pendidikan yang dibuktikan dengan tidak pernah absen untuk mencetak tenaga-tenaga pengajar. Hal ini selaras dengan paradigma UST,
9 di mana universitas yang dikelola dalam satu bingkai lembaga pendidikan yang fokus pada penyediaan tenaga pendidik atau guru-guru yang berkualitas. Adapun visi yang diemban yaitu Unggul dalam memuliakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Visi tersebut mempunyai makna yang sangat strategis bagi UST karena bersamaan dengan momentum meningkatnya jumlah mahasiswa baru yang terjadi sejak tahun akademik 2008/2009 dan harus disikapi dengan penguatan kelembagaan melalui berbagai kebijakan dan layanan. Kata kunci dalam visi tersebut adalah unggul yang memberikan arahan bahwa di masa mendatang UST memiliki kelebihan-kelebihan tertentu di bandingkan perguruan tinggi lain dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa melalui dunia pendidikan dan dalam mewujudkan salah satu cita-cita kemerdekaan Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, prasyarat dasar supaya UST dapat mewujudkan visi tersebut adalah seluruh sivitas akademika dan tenaga kependidikan memiliki dan menunjukkan sikap dan perilaku cerdas agar dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan untuk misinya adalah Menyelenggarakan pendidikan tinggi nasional berbentuk universitas yang melaksanakan proses pembelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan pembudayaan yang luhur (caturdharma). Berdasarkan visi dan misi tersebut UST menetapkan tujuan mewujudkan insan akademik, profesionalisme dan/atau profesi yang berjiwa merdeka, berbudaya luhur, mengabdi kepada bangsa, berkemanusiaan dan tidak canggung di tingkat internasional. Selanjutnya untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan tersebut UST memerlukan unit-unit kerja penunjang yang mampu menyelenggarakan
10 pendidikan tinggi secara utuh dan menyeluruh. Salah satu faktor yang mendukung yaitu tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan tugasnya dikelompokkan menjadi dua yaitu pejabat struktural dan non struktural yang mempunyai 4 (empat) Kepala Biro yang sementara ini merupakan jenjang jabatan tertinggi bagi tenaga kependidikan, kepala biro yang dimaksud adalah : 1. Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) 2. Kepala Biro Administrasi Umum (BAU) 3. Kepala Biro Sistim Informasi Manajemen (BSIM) 4. Kepala Biro Pemasaran Hubungan Masyarakat dan Kerjasama (BPHMK) Objek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tenaga kependidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Tinggi antara lain, pustakawan, tenaga administrasi, laboran dan teknisi, serta pranata teknik informasi (UU Republik Indonesia No. 12 tahun 2012 Pasal 69 tentang ketenagaan). Objek ini dipilih karena Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa adalah salah satu lembaga organisai nirlaba yang secara konsisten melakukan perbaikan sistem mekanisme kerja demi mencapai kinerja karyawan yang optimal. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa sebagai institusi Perguruan Tinggi Swasta selalu konsisten dalam memberikan pelayanan pada mahasiswa dan stakeholdernya dituntut untuk terus memberikan pelayanan yang lebih baik kepada mahasiswa sesuai dengan visi dan misi yang diemban.
11 Pegawai administrasi/tenaga kependidikan, pejabat struktural dan non struktural di lingkunngan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa dapat di lihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1.1 Jumlah pejabat struktural dan non struktural UST No. Pejabat Pria Wanita Prosentase (%) 1 Struktural 17 13 24,59 2 Non Struktural* 67 25 75,41 Jumlah 84 38 100,00 *) di luar golongan I Tabel 1.2 Golongan tenaga kependidikan UST (pegawai tetap) No. Pejabat Pria Wanita Prosentase (%) 1 Golongan IV 0 0 0,00 2 Golongan III 21 22 35,25 3 Golongan II 63 16 65,75 Jumlah 84 38 100,00 Tabel 1.3 Jenjang pendidikan tenaga kependidikan UST (pegawai tetap) No. Pejabat Jumlah Prosentase (%) Sumber data : Bagian Kepegawaian UST Tabel 1.1 mengggambarkan bahwa UST mempunyai pejabat struktural sebanyak 30 orang (24,59%) terdiri dari 17 orang pria dan 13 orang wanita, sedangkan non struktural sebanyak 92 orang (75,41%) terdiri dari 67 orang pria dan 25 wanita. 1 S2 3 2,46 2 S1 39 31,97 3 D3 15 12,30 4 SMU/SMK 65 53,28 Jumlah 122 100,00
12 Tabel 1.2 menggambarkan jumlah tenaga kependidikan UST yang terdiri dari 43 orang golongan III (35,25%) dan 79 orang golongan II (64,75%) dan belum ada tenaga kependidikan dengan golongan IV (0%), sehingga jumlah total tenaga kependidikan sebanyak 122 orang. Tabel 1.3 menggambarkan jumlah jenjang pendidikan dari tenaga kependidikan UST yang terdiri dari 3 orang dengan pendidikan S2 (2,46%), 39 orang berpendidikan S1 (31,97%) dan 65 orang (53,28%) masih berpendidikan SMU/SMK. Dengan memperhatikan tabel diatas maka dapatlah diketahui bahwa kelompok pejabat struktural atau yang dikatagorikan dengan kelompok pimpinan sebesar 30 orang, secara tidak langsung membawahi 92 orang artinya kelompok pimpinan tersebut mau tidak mau, suka tidak suka berkewajiban untuk memberikan pembinaan, arahan dan sekaligus instruksi/perintah pada bawahannya untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya tetapi dilapangan banyak permasalahan yang timbul karena tidak semua bawahan itu merasa puas dan tidak semua bawahan itu mempunyai komitmen yang baik sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja. Setelah memperhatikan hasil pengamatan dilapangan pada beberapa bagian atau unit di lingkungan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa maka dapat diangkat berbagai permasalahan yang mendasar pertama adanya pola kerja rutin hingga menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, untuk mengurangi tingkat kebosanan dan kejenuhan tersebut UST telah mengupayakan dan sekaligus menggulirkan program rotasi dengan keluarnya SK Rektor Nomor :
13 09/UST/Kep/Rek/II/2012, untuk meningkatkan kinerja maka sangat dibutuhkan suasana yang nyaman dan mendukung serta jauh dari unsur kejenuhan/kebosanan, kedua lingkungan kerja yang kurang mendukung khususnya yang berkaitan dengan teknologi informasi hal ini bisa dilihat dari rencana pengelolaan Sistem Informasi Manajemen secara terpadu yang sampai saat ini belum memadai dimana dengan sistem ini diharapkan dari masing-masing bagian/unit dapat mengakses data yang dibutuhkan secara on line sehingga dapat mendukung kelancaran dan efisiensi kerja yang pada akhirnya kinerja dapat ditingkatkan, ketiga sistem kenaikan pangkat reguler tiap 4 (empat) tahun sekali hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 03 tahun 1980 yang diantaranya mengatur tentang Jenis-jenis kenaikan pangkat Pegawai, dengan sistem ini mengakibatkan komitmen pegawai menurun sehingga akan mempengaruhi kinerja, karena berasumsi bahwa sekecil apapun beban kerja yang dimiliki mereka tetap akan naik pangkat, sehingga penelitian ini menjadi relevan bagi UST terutama dalam penyusunan policy yang sistematis dan terperinci untuk masa-masa yang akan datang. Mengingat pentingnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan maka penelitian yang diangkat adalah Pengaruh Rotasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja dalam Mempengaruhi Kinerja Tenaga Kependidikan : Studi Kasus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
14 1.2. Rumusan Masalah Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kegiatan proses belajar mengajar di lingkungan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa salah satu faktor yang sangat diperlukan adalah keandalan tenaga kependidikan dalam memberikan pelayanan. Berkaitan dengan hal tersebut organisasi harus mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan rotasi pekerjaan karena akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang nantinya terlihat pada kinerja karyawan (tenaga kependidikan) dalam mencapai keberhasilan peningkatan kualitas. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan kinerja di samping tetap menjaga komitmen secara baik maka juga mengupayakan untuk memelihara atau bahkan meningkatkan kepuasan kerja, karena kinerja karyawan akan meningkat apabila kepuasan karyawan terpenuhi hal ini sesuai pendapat dari Morrison (1997) dalam Muhadi (2007) yaitu karyawan akan memberikan yang terbaik apabila mereka juga mendapatkan yang terbaik dari perusahaan. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana faktor pengaruh rotasi kerja terhadap kepuasan kerja dalam mempengaruhi kinerja karyawan maka perlu dilakukan penelitian terhadap tenaga kependidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Adapun pertayaan yang timbul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh rotasi kerja terhadap kinerja tenaga kependidikan?
15 2. Bagaimanakah pengaruh rotasi kerja terhadap kepuasan kerja tenaga kependidikan? 3. Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga kependidikan? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : 1. Pengaruh secara langsung antara rotasi kerja terhadap kinerja tenaga kependidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. 2. Pengaruh secara langsung antara rotasi kerja terhadap kepuasan kerja tenaga kependidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. 3. Pengaruh secara langsung antara kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga kependidikan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat secara empiris, praktis (policy), maupun teoritis. Secara empiris, penelitian ini memberikan kontribusi terhadap literature manajemen mengenai pengembangan teori yang berkaitan dengan memberikan kontribusi pada pengembangan model hubungan rotasi kerja terhadap kepuasan kerja dalam mempengaruhi kinerja. Secara praktis (policy), penelitian ini menyediakan informasi bagi penelitian selanjutnya yaitu mengenai hubungan rotasi kerja terhadap kepuasan kerja dalam mempengaruhi kinerja tenaga kependidikan dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
16 pengelolaan sumberdaya manusia. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang sumber daya manusia.