BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB I PENDAHULUAN. beragam suku dan budaya. Suku-suku yang terdapat di provinsi Gorontalo antara lain suku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gio M. Johan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dipakai dalam interaksi antara dua orang atau lebih dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Kajian mengenai pelestarian bahasa

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari bahasa. Bahasa menyerap masuk ke dalam pemikiran-pemikiran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH PENUTUR ASING DI DAERAH TUJUAN WISATA DI BALI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (RRI) stasiun Medan, di mana sejumlah penyiarnya seringkali melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari

BANJAR-BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

K A N D A I PILIHAN BAHASA OLEH KAUM REMAJA DI DAERAH TUJUAN WISATA KUTA, BALI

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. ada beberapa studi sebagai acuan kajian pustaka untuk kepentingan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat. pada setiap bahasa, khususnya bahasa ibu atau bahasa asal.

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang sebagaimana yang dijamin oleh penjelasan undang-undang dasar

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat yang utama dalam komunikasi. Dengan bahasa,

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Keluarga Muda Etnis Bali

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung,

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Khusnul Khotimah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI, SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ari Kartini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

INTERFERENSI BAHASA JAWA DALAM KARANGAN NARASI BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SAWIT BOYOLALI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. tetap monolingual. Sedangkan masyarakat tutur terbuka adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bersifat universal. Artinya, hampir tidak

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR GAMBAR... xviii. A. Latar Belakang Masalah...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

Gorontalo untuk berkomunikasi. Selain bahasa Gorontalo, Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. antar-anggota masyarakat. Artis, pembawa acara, penonton, dan penelepon

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas untuk memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,

Transkripsi:

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Pendekatan yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori yang berkaitan dengan penelitian. 2.1 Kajian Pustaka Penelitian Aritonang (2004) tentang korelasi gender terhadap sikap bahasa dalam kawin campur Jawa-Batak memperlihatkan kecenderungan pemilihan bahasa Indonesia sebagai media komunikasi dalam keluarga inti rumah tangga antaretnik Jawa-Batak dan Batak-Jawa sebagai kelompok eksperimen berkorelasi dengan latar belakang gender, khususnya yang berkaitan dengan bahasa ibu suami-istri, baik suami yang berbahasa ibu bahasa Jawa maupun sebaliknya. Penguasaan dua bahasa ibu (bahasa Jawa atau Batak) oleh subyek tidak begitu menonjol dalam keluarga campur ini. Dalam penelitian itu juga disebutkan sikap pemilihan bahasa dari bahasa Ibu berkorelasi dengan tempat mereka berdomisili. Kemayoritasan etnik tetangga sebagai teman mereka untuk berinteraksi memengaruhi keloyalitasan mereka terhadap bahasa ibu. Sikap loyalitas terhadap bahasa ibu tidak terjadi, tetapi pergeseran bahasa dari bahasa ibu ke bahasa Indonesia lebih menonjol (Aritonang, 2004:128--132). Penelitian Aritonang hanya melihat faktor gender dan keterkaitannya dengan pilihan bahasa pada perkawinan campur antaretnik, sedangkan kajian tentang pilihan bahasa pada kawin campur

7 orang Bali dan orang Jepang yang dilakukan ini bertujuan untuk melihat dan menemukan beberapa faktor lain yang memengaruhi pilihan bahasa. Hasil simpula penelitian Aritonang merupakan salah satu variabel pada penelitian. Hasil penelitian berikutnya dengan topik kebertahanan bahasa pada kawin campur adalah penelitian Laksminy (2001) yang berjudul Kebertahanan Bahasa dalam Keluarga Campuran Etnik Bali-Orang Asing di Bali. Dalam penelitian itu dilakukan pengelompokkan orang asing yang berbudaya Barat, seperti orang Amerika, Eropa, dan budaya Timur, seperti orang Asia. Penelitian itu menitikberatkan pada faktor faktor yang menyebabkan terjadinya kebertahanan bahasa dalam kawin campur. Penelitian itu tidak membicarakan fenomena kedwibahasaan secara khusus pada rumah tangga kawin campur orang Bali dan orang Jepang, sedangkan peneliti ini mengkaji bentuk-bentuk tuturan bahasa pada keluarga perkawinan campur orang Bali dan orang Jepang. Penelitian lain yang berkaitan dengan kawin campur telah dilakukan oleh Geria (1996), yaitu kawin campur antara orang Bali-orang Jepang. Dalam penelitian itu Geria lebih banyak menekankan faktor-faktor dan motivasi yang menyebabkan mereka melakukan kawin campur. Pariwisata yang berkembang pesat di Bali memberikan peluang yang besar pada masyarakat Bali untuk berinteraksi dengan orang asing dalam hal ini orang Jepang. Hal ini memberikan peluang yang cukup besar terjadinya kawin campur lintas bangsa. Motivasinya secara umum adalah berdasarkan atas sama-sama cinta. Di samping karena memiliki latar belakang sosial budaya yang mirip, seperti dalam hubungan kekeluargaan dan sama-sama memiliki nilai-nilai budaya sebagai panutan hidup

8 serta mempunyai tujuan hidup yang selaras serta harmonis. Faktor-faktor dan motivasi tersebutlah yang mendorong mereka untuk mengikat tali perkawinan dan mempertahankan perkawinan mereka. Penelitian Geria menitikberatkan pada faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan campur, sedangkan peneliti pada kajian ini mengkaji fenomena kebahasaan yang terjadi pada keluarga yang telah terbentuk dari perkawinan campur orang Bali dan orang Jepang. Johansson (1991) pada artikelnya yang berjudul Language Use in Mixed Marriages ( Pemakaian Bahasa pada Perkawinan Campur ) mengungkapkan masalah kedwibahasaan yang terjadi dalam rumah tangga yang setiap pasangan mempunyai dua bahasa ibu yang berbeda. Dengan menggunakan teori Romaine, Johansson diungkapkan bahwa ternyata bahasa yang digunakan pada lingkungan tinggal lebih dominan memengaruhi pilihan bahasa pada perkawinan campur. Data diperoleh dengan membagikan koesioner pada pasangan kawin campur yang masing-masing berasal dari lingkungan linguistik yang berbeda. Penelitian ini hanya merupakan penelitian kecil dengan sampel lima pasangan di lingkungannya dan menjadikan author-nya sebagai salah satu objek penelitian. Kesimpulan yang didapat belum banyak didukung oleh data yang mencukupi sehingga masih perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mencakup lebih banyak aspek untuk dikaji. 2.2 Konsep Konsep-konsep yang relevan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain konsep-konsep berikut.

9 2.2.1 Kedwibahasaan Dalam masyarakat yang heterogen sering timbul adanya kontak bahasa dan berakibat pada gejala kedwibahasaan. Persentuhan antarbahasa atau kontak bahasa menyebabkan bahasa itu saling memengaruhi. Istilah kedwibahasaan sangat bervariasi menurut pendapat para ahli yang berbeda. Bloomfield (1958:56) merumuskan bahwa kedwibahasaan sebagai native like control of two language, yaitu kemampuan menggunakan bahasa kedua oleh seorang penutur dengan tingkat kemampuan yang sama seperti penutur aslinya. Menurut Fishman, dalam masyarakat yang berdwibahasa anggota masyarakatnya memiliki kecenderungan untuk menguasai dua bahasa atau lebih sekaligus, baik penguasaan sepenuhnya maupun penguasaan sebagian (Fishman, 1972:153). Menurut Wardhaugh (1996:94), orang yang hanya dapat menguasai satu bahasa disebut ekabahasawan, sedangkan masyarakatnya disebut masyarakat ekabahasa. Ekabahasawan dianggap sebagai individu yang kurang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Konsep kedwibahasaan menurut Wardaught adalah seseorang yang menguasai dua bahasa disebut dwibahasawan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dunia berkomunikasi dengan lebih dari satu bahasa, baik berkomunikasi di rumah, dengan masyarakat lain untuk keperluan ekonomi, kontak dengan lingkungan masyarakat sosial yang lebih luas, ataupun bahasa yang dipakai dalam organisasi politik, yang diperoleh secara tidak sadar. Dalam penelitian ini penulis memilih konsep kedwibahasaan yang dikemukakan oleh Wardhaugh. Konsep ini lebih relevan dengan kajian pilihan bahasa dibandingkan yang lain. Relevansi konsep kedwibahasaan dengan pilihan

10 bahasa tampak pada pilihan penggunaan dua bahasa atau lebih yang berdasarkan pada situasi, kebutuhan, dan hubungan antarpelibat, yaitu untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga, dengan masyarakat lain, dan kontak lainnya. 2.2.2 Interferensi dan Integrasi Interferensi dan integrasi merupakan gejala akibat kontak bahasa. Kedua peristiwa ini merupakan penggunaan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang terjadi pada diri penutur bahasa. Menurut Mackey dalam Fishman (1972:569), interferensi adalah penggunaan unsur-unsur yang ada dalam suatu bahasa pada waktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain. Interferensi disebut juga penerapan struktur bahasa yang satu pada bahasa yang lain atau penerapan dua struktur bahasa secara serempak pada saat bertutur dengan suatu bahasa. Interferensi mencakup, baik dalam penggunaan unsur yang ada dalam suatu bahasa pada waktu berbicara atau menulis bahasa yang lain maupun penerapan dua kaidah bahasa secara serempak. Akibatnya, dapat menimbulkan penyimpangan norma-norma setiap bahasa yang menjadi tuturan dwibahasawan. Dalam interferensi terdapat tiga unsur yang berperan, yaitu (1) bahasa model atau bahasa sumber, (2) bahasa penyerap atau penerima, dan (3) unsur serapan atau importasi. Unsur yang dipindahkan dari bahasa sumber ke bahasa penerima disebut serapan atau importasi. Unsur serapan dapat terjadi pada tingkat kata, yaitu berupa pemindahan atau pemasukan kata dari bahasa sumber ke bahasa penerima, misalnya fonem-fonemnya diganti dengan fonem bahasa penerima.

11 Dalam hal ini importasi menyebabkan adanya loanword (Weinreich, 1968:31 dan Fishman, 1972:37). Interferensi dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan. Ini berarti bahwa peristiwa interferensi dapat saja terjadi dalam tata bunyi, tata bentuk, tata kata, tata kalimat, dan tata makna. Mackey mengajukan perbedaan interferensi dan integrasi. Interferensi mengacu kepada penggunaan elemen dari satu bahasa atau dialek ketika berbicara atau menulis, sedangkan integrasi lebih kepada inkorporasi ke dalam satu bahasa dari elemen bahasa yang satu ke yang lain (Fishman, 1972:555). Interferensi terjadi pada diri dwibahasawan, sedangkan pinjaman bahasa atau yang biasa dikaitkan dengan integrasi dapat terjadi tidak hanya pada dwibahasawan, tetapi juga pada ekabahasawan. Dalam peristiwa integrasi unsur-unsur dari suatu bahasa digunakan seolah-olah menjadi bagian dari bahasa yang lain. Seperi halnya interfensi, integrasi juga dapat terjadi pada semua komponen bahasa, yakni tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat ataupun tata makna. Dalam perkawinan campur orang Bali dan orang Jepang pergeseran antarbahasa tak bisa dihindarkan sehingga terjadi bentuk-bentuk tuturan bahasa yang di dalamnya terdapat gejala interferensi dan integrasi. Konsep yang dikemukakan oleh Mackey bahwa interferensi adalah penggunaan unsur-unsur bahasa yang satu pada bahasa yang lain pada waktu berbicara maupun menulis relevan dengan kajian ini. Karena dalam kajian ini menemukan bentuk-bentuk tuturan yang di dalamnya terjadi proses interferensi dan integrasi.

12 2.2.3 Alih Kode dan Campur Kode Alih kode merupakan pergantian penggunaan satu bahasa ke bahasa lain dan pola-pola peralihan bahasa tertentu memegang fungsi yang sangat penting dalam repertoar komunikasi dalam guyub tertentu (Romaine, 1995:12). Alih kode merupakan fenomena kedwibahasaan yang terjadi tidak secara manasuka, tetapi dibimbing dalam suatu kaidah (Bell, 1976:140--141). Kaidah ini adalah kaidah sosiolinguistik dan psikolinguistik. Kaidah sosiolinguistik mencakup komponen tutur suatu peristiwa tutur yang termasuk dalam konsep akronim SPEAKING (Hymes, 1972) yang meliputi situasi, latar, partisipan, tujuan, sekuensi tindak, kunci, instrumen, norma dan genre. Kaidah psikolinguistik yang melibatkan proses rancangan verbal dalam otak dwibahasawan. Dalam keadaan kedwibahasaan terlihat orang mengganti bahasa atau ragam bahasa, hal ini tergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa. Penggunaan bahasa dalam situasi kedwibahasaan akan melibatkan persoalan siapa yang bertutur, bahasa apa yang digunakan, kepada siapa seseorang itu bertutur, kapan dan di mana tutur itu terjadi (Fishman, 1972:244). Fishman (1972:42) serta Blom dan Gunperz (1972) membedakan alih kode berdasarkan kontekss tempat terjadinya alih kode, yakni alih kode situasional dan alih kode metaforis. Alih kode situasional berakar pada pembagian aktivitas sosial dan hubungan peran yang masing-masing secara konvensioanl terikat oleh penggunaan suatu variasi atau bahasa tertentu dalam situasi tertentu. Alih kode metaforis terjadi manakala muncul suatu variasi atau bahasa yang tidak

13 diharapkan secara konvensional dalam situasi tertentu. Alih kode ini tidak terjadi secara wajar, umum, dan konvensional. Konsep yang dikemukakan oleh Fishman dianggap relevan dalam penelitian ini karena dalam kondisi anekabahasa, seperti dalam KCBJ akan terjadi penggantian bahasa atau ragam bahasa tergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa itu. 2.2.4 Perkawinan Campur Definisi keluarga dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak yang belum mempunyai keluarga inti sendiri (Koentjaraningrat, 1985:90). Pengertian perkawinan campur dalam penelitian ini adalah perkawinan lintas bangsa dan budaya, yakni masing-masing unsurnya mempunyai latar belakang bangsa dan bahasa ibu (B1) yang berbeda. Dalam hal ini adalah perkawinan orang Bali ataupun orang etnik lain yang sudah menetap di Bali dan bias berbahasa Bali dengan orang Jepang yang ada di Bali. B1 adalah bahasa pertama yang diperoleh seseorang dan biasanya dipakai sebagai alat berpikir serta alat berkomunikasi atau disebut dengan mother tongue atau native tongue (Fishman, 1968:689). Masyarakat etnik Bali atau suku Bali mencakup konsep golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas kebudayaan yang sama, yaitu kebudayaan Bali, dan diperkuat dengan adanya kesamaan bahasa, yaitu bahasa Bali. Jadi, masyarakat etnik Bali mempunyai kepribadian dan identitas khusus yang mencerminkan nilai-nilai budaya Bali berdasarkan atas agama Hindu. Nilai-

14 nilai budaya Bali mencakup lima nilai dasar dan empat nilai instrumental. Nilai dasar dalam budaya Bali meliputi : (1) nilai keagamaan; (2) nilai keseimbangan; (3) nilai solidaritas; (4) nilai estetika; dan (5) nilai dharma atau kebenaran. Dalam kategori nilai instrumental tercakup (1) nilai etos kerja; (2) nilai keterikatan; (3) nilai materi (ekonomi); dan (4) nilai keterbukaan dan dinamika (Geria, 1996:36). Orang Jepang yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah wisatawan atau expatriate yang berasal dari Jepang dan mempunyai latar belakang budaya dan bahasa Jepang. Perkawinan campur dalam penelitian ini terdiri atas suami atau istri Bali yang berbahasa ibu bahasa Bali atau bahasa Indonesia dan suami atau istri yang berbahasa ibu bahasa Jepang. Keluarga yang dipilih adalah keluarga yang sudah mempunyai anak karena berkaitan dengan permasalahan cara penyampaian bahasa kepada anak mereka. Selain itu, peneliti mengkaji faktorfaktor yang memengaruhi pilihan bahasa dalam komunikasi pada keluarga perkawinan campur ini. Keluarga perkawinan campur dalam penelitian ini memiliki ciri-ciri, antara lain terdiri atas suami atau istri orang Bali dengan istri atau suami orang Jepang, bertempat tinggal di Denpasar, Badung, dan Gianyar, khususnya kecamatan Ubud, dan mempunyai anak. Ciri terakhir karena berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini, yaitu cara orang tua mengajarkan bahasa pada anaknya. Selain itu, dilihat adanya orang lain, seperti pembantu rumah tangga atau keluarga besar yang tinggal di dalam rumah mereka.

15 2.2.5 Pilihan Bahasa Dalam keluarga perkawinan campur beda budaya dan bahasa tidak bisa dihindarkan percampuran atau pergeseran bahasa. Anggota keluarga perkawinan campur menjadi dwibahasawan karena mereka memakai lebih dari satu bahasa dalam komunikasi. Dalam keluarga perkawinan campur, situasi kebahasaan akan bervariasi karena melibatkan lebih dari satu bahasa. Bahasa-bahasa tersebut adalah BB, BI, BJp, dan BIng. Pilihan bahasa yang dipakai menjadi faktor yang penting dalam kelancaran berkomunikasi dalam rumah tangga perkawinan campur. 2.3 Landasan Teori Ketepatan pemilihan bahasa di kalangan masyarakat pemakainya dapat dikaji dengan pendekatan Fishman (1968). Domain/ranah merupakan kontekss institusional tertentu tempat varietas yang satu lebih tepat digunakan daripada varietas lainnya. Penggunaan bahasa dalam kontekss kedwibahasaan tergantung pada ranah-ranah yang melembaga secara konvensional dalam masyarakat tutur. Ranah merupakan konstelasi topik, situasi, latar, dan partisipan. Ketepatan itu merupakan hubungan antara faktor lokasi, topik, dan partisipan. Ranah merupakan faktor yang sangat dominan untuk keterpilihan dan keterkaitan bahasa tertentu pada masyarakat dwibahasa. Misalnya, ranah keluarga atau ranah agama dapat didominasi oleh bahasa tertentu. Ranah rumah tangga adalah tempat yang selalu menjadi sarana pertemuan komunikasi dan interaksi verbal ayah, ibu, dan anak dengan topik-topik yang selalu berulang, seperti senda gurau dan nasihat. Sebagai contoh, domain keluarga terlihat jelas apabila penutur berbicara dengan

16 anggota keluarganya tentang sebuah topik sehari-hari di rumah. Dalam latar dan situasi seperti itu muncul pula situasi yang penuh kesungguhan pada saat orang tua menasihati anak. Sebaliknya, tercipta situasi santai saat-saat anggota keluarga saling bersenda gurau. Topik pembicaraan mencakup topik modern dan tradisional. Topik modern berkenaan dengan suatu yang berorientasi pada saat sekarang dan yang akan datang. Secara etimologis modern berarti masa kini, model baru, dan tidak kuno. Topik tradisional merupakan kebalikannya, yaitu sesuatu yang berorientasi pada waktu lampau, seperti cara-cara yang diwariskan nenek moyang. Situasi dibedakan menjadi dua, yaitu situasi formal dan informal. Situasi formal berkenaan dengan situasi yang menonjolkan dan memerlukan keseriusan, kesopanan, dan rasa hormat (Tripp, 1972:235). Labov (1972:113) melihat situasi dari sudut penggunaan bahasa dengan mengatakan bahwa situasi formal adalah situasi yang membuat penutur semakin memperhatikan tuturannya. Situasi informal merupakan situasi yang mengizinkan atau menunjukkan keintiman dan kesembronoan (Fishman, 1972:51 ), keseriusan, kesopanan, dan rasa hormat bukanlah sebagai orientasi yang pertama dan utama untuk ditonjolkan. Latar dibedakan menjadi latar dalam rumah dan latar luar rumah. Latar dalam rumah merupakan latar yang ada di dalam rumah yang terdiri atas anggota keluarga. Latar luar ramah merupakan latar yang terjadi di luar rumah, seperti tetangga, jalan, dan lainnya. Latar belakang bahasa pelibat atau bahasa pertama ayah dan ibu, bisa sama atau berbeda. Lingkungan pekerjaan orang tua dan lingkungan sekolah anak-anak

17 memengaruhi pilihan bahasa dalam keluarga (Fishman dalam Arnati, 1996). Hubungan sosial yang sangat intim antara anggota keluarga, orang tua, dan anak dan sebaliknya, suami-istri (ayah-ibu), dan adanya orang lain dalam keluarga menentukan pilihan bahasa atau variasi bahasa yang layak dipergunakan untuk mewahanai topik-topik tertentu. Kedwibahasaan sebagai gejala sosiolinguistik dapat diamati melalui variabelvariabel sebagai berikut: 1) dengan bahasa apa pembicaraan dilakukan; 2) dengan siapa penutur berbicara; 3) bilamana dan di mana pembicaraan berlangsung; dan 4) tentang masalah apa mereka berbicara (Fishman, 1968). Fishman juga mengatakan bahwa ketepatan bahasa dan variasi bahasa dalam hubungan sosial banyak ditentukan oleh kesadaran penutur terhadap kapan dan di mana tuturan itu diucapkan. Faktor kedua adalah faktor yang memengaruhi pilihan bahasa dalam setiap ranah digunakan teori Fishman. Fishman (1972) mengatakan bahwa, pergantian bahasa tergantung pada kefasihan serta fungsi eksternal dan internal bahasa itu. Pergantian bahasa dituntut oleh kondisi, sedangkan kondisi itu diciptakan oleh tiga factor, yaitu (1) topik pembicaraan; (2) teman tutur (interlocator); dan (3) penekanan (tension) (Mackey dalam Fishman, 1968:568) Pilihan bahasa oleh seorang individu melibatkan situasi psikologis. Artinya, situasi pertama berhubungan dengan kebutuhan individu, situasi kedua berhubungan dengan latar belakang individu, dan situasi ketiga berhubungan dengan kedekatan situasi.

18 Dalam masyarakat anekabahasa ditemukan warga dwibahasawan, baik dwibahasawan aktif maupun pasif. Ini terjadi karena dalam masyarakat seperti itu banyak bahasa yang terlibat sehingga muncullah pilihan bahasa dalam penggunaannya. Bahasa selain dipakai sebagai alat komunikasi juga dipakai untuk mempertahankan dan mengungkapkan hubungan sosialnya dengan orang lain. Bahasa juga dipakai sebagai identitas sosial penuturnya, disadari ataupun tidak. Komunikasi dalam masyarakat heterogen dapat menimbulkan masalah karena melibatkan lebih dari satu bahasa sehingga dalam situasi seperti itu mereka akan memilih bahasa yang berfungsi dengan baik sesuai dengan situasi untuk berkomunikasi (Fasold, 1987:1). Menurut Holmes (1996:20--31) faktor-faktor sosial yang memengaruhi pilihan bahasa adalah hubungan sosial antarpartisipan, hubungan status antarpartisipan, latar dan keformalan situasi, dan fungsi bahasa. Hubungan sosial antarpartisipan mencakup seberapa jauh hubungan antarpartisipan, akrab tidak akrab, saudara, ataupun teman. Hubungan status mencerminkan perbedaan peran sosial antarpelibat, yaitu pelibat yang memiliki peran sosial yang lebih tinggi daripada pelibat lainnya. Pilihan bahasa juga tergantung pada setting dan tingkat keformalan tutur. Di tempat kerja saat situasi formal berbeda dengan saat situasi nonformal demikian juga di tempat lain, pilihan bahasa tergantung dengan keformalan situasinya. Selanjutnya, Holmes (1996:65) menyatakan bahwa pergeseran bahasa disebabkan oleh faktor-faktor, seperti migrasi, ekonomi, sosialpolitik, demografi, dan kawin campur selain akibat dari pilihan bahasa itu sendiri.

19 Teori Romaine (1995:183) digunakan untuk melihat bagaimana cara orang tua KCBJ mengajarkan bahasa kepada anak. Dalam buku Bilingualism, Romaine mengenalkan enam tipe pengenalan bahasa kepada anak-anak. Keenam tipe yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Tipe 1: satu orang satu bahasa Orang tua: mempunyai dua bahasa yang berbeda, satu sama lain memahami bahasa pasangannya pada tingkat tertentu. Masyarakat: salah satu bahasa orang tua adalah bahasa yang digunakan di masyarakat. Strategi: orang tua menggunakan bahasa masing-masing pada anak. 2) Tipe 2: bahasa rumah adalah bahasa yang tidak dominan dalam masyarakat. Orang tua: mempunyai bahasa yang berbeda Masyarakat: salah satu bahasa orang tua adalah bahasa yang digunakan di masyarakat. Strategi: kedua orang tua berbicara dalam bahasa yang tidak dominan di masyarakat. Anak belajar bahasa yang dominan di luar lingkungan rumah. 3) Tipe 3: bahasa rumah tidak sama dengan bahasa lingkungan. Orang tua: mempunyai bahasa yang sama. Masyarakat: bahasa di masyarakat tidak sama dengan bahasa di lingkungan rumah. Strategi: orang tua berbicara dengan bahasa sendiri yang tidak dominan di lingkungan masyarakat. 4) Tipe 4: dua bahasa rumah tanpa dukungan bahasa lingkungan

20 Orang tua: mempunyai bahasa yang berbeda Masyarakat: bahasa di masyarakat berbeda dengan bahasa di rumah. Strategi: kedua orang tua berbicara dengan bahasa masing-masing pada anak. 5) Tipe 5: bahasa yang tidak sama dengan bahasa ibu orang tua. Orang tua: mempunyai bahasa yang sama. Masyarakat: bahasa dalam masyarakat sama dengan bahasa orang tua. Strategi: salah satu dari orang tua selalu menggunakan bahasa yang bukan bahasa native mereka kepada anak. 6) Bahasa campuran (campur kode) Orang tua: orang tua dwibahasawan Masyarakat: masyarakat dwibahasa Strategi: orang tua menggunakan bahasa campuran atau campur kode pada anak. Dalam penelitian ini penulis menambahkan dua strategi yang tidak tercantum dalam enam strategi Romaine karena keenam strategi itu tidak dapat diterapkan seutuhnya dengan kondisi kedwibahasaan dalam rumah tangga KCBJ Bali sehingga strategi tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat di Bali. Peneliti menambahkan strategi (1#) dan (2#) yang merupakan penyesuaian dari strategi Romaine (1) dan (2). 2.4. Model Penelitian Berdasarkan uraian di atas, model penelitian yang dapat diajukan tampak pada halaman berikut..

21 FENOMENA KEDWIBAHASAAN KCBJ BALI MASALAH 1 MASALAH 4 MASALAH 2 MASALAH 3 DATA TEORI SOSIOLINGUISTIK FISHMAN HOLMES ROMAINE TEMUAN