BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

BAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,

KATA PENGANTAR. Kediri, Januari Kepala DPM-PTSP Kabupaten Kediri. Drs. INDRA TARUNA. ttd.

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

LOGO PROFIL. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP)

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU BUPATI MADIUN,

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota

Investasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, DAN KEBIJAKAN Visi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal

A. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah :

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BPMD Prov.Jateng Tahun

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance)

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150 Tambahan Lembaran Negara

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

APA ITU DAERAH OTONOM?

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

STRATEGI JANGKA MENENGAH DPMPTSP KABUPATEN BUOL RENSTRA BAB IV TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

transparansi, partisipasi, penegakan hukum, dan akuntabilitas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

PERATURAN DAERAH KOTA KOTAMOBAGU NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KOTA KOTAMOBAGU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) IZIN USAHA HOTEL PADA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAPPEDA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPAHIANG

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2016 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah yang baik ( good governance ) yang merupakan. salah satu isu yang sangat mengemuka.

REVISI RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) IZIN TRAYEK PADA

DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

CATATAN : - Perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 28 Juli 2015.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB II BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVSU. dengan sebutan Badan atau Kantor dan selanjutnya pada pasal 2 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai aspek, antara lain ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan yang dilakukan oleh. tata cara dan aturan pokok yang telah ditetapkan.

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985). Sedangkan menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah harus: 1. Berinisiatif sendiri, yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijakannya sendiri. 1

2. Membuat peraturan daerahnya sendiri (PERDA) berserta peraturan pelaksanaannya. 3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri. 4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarana. Dengan telah diberlakukannya UU No. 32 Thn 2004 tentang pemerintahan daerah, maka hak dan tanggungjawab pemerintah daerah makin tinggi baik itu dalam pengelolaan sumber daya alam, manusia dan potensi yang ada. Peran pemerintah Daerah dalam pelayanan publik mungkin yang terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai penyedia pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan publik adalah pelayanan perijinan, dimana dalam hal ini kepentingan pemerintah daerah terhadap pelayanan perijinan mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi Daerah. Kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi serta penerbitan ijin menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku. Namun untuk mencegah terjadinya pungutan pajak dan retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Dalam rangka menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif di daerah, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, penting dan perlunya pengembangan kinerja birokrasi pemerintah yang kompetitif seiring dengan perubahan trend globalisasi telah menjadi agenda penting bagi pemerintahan di banyak Negara. Tetapi upaya kearah tersebut masih banyak mengalami permasalahan serius, terutama menyangkut keberadaan dan penerapan sistem dan lembaga birokrasi pemerintah yang masih belum sepenuhnya mampu mengembangkan sistem yang mengikuti dinamika masyarakat dalam memperbaiki kinerja pelayanan publik. Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima di Kota Medan yang masih dihadapkan dengan berbagai realita dimana potret penyelenggara pelayanan masih dirasakan belum 2

optimal dan belum memperlihatkan pelayanan prima yang diharapkan, maka Pemerintah Kota Medan mengimplementasikannya dengan membentuk Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, yang kini pertanggal 27 Januari 2017 berubah nama menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Badan Penanaman Modal (BPM) yang dahulu nya berganti nama menjadi Dinas Penanaman Modal (DPM). Ini adalah perubahan nomenklatur kedua setelah pada tahun 2009 lalu menyandang nama Badan dari sebelumnya disebut Kantor (2002-2008). Adalah Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 yang memerintahkan demikian. Namun kali ini disertai ultimatum agar Dinas Penanaman Modal menyelenggarakan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang tertunda sejak 2009 lalu. Oleh karena Kota Medan telah memiliki Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, maka dua instansi ini dilebur. Masyarakat dan para pelaku usaha di Kota Medan seyogyanya menyambut baik kebijakan ini karena akan mempermudah investor untuk membuka usaha baru ataupun perluasan usaha. Namun proses merger dan pembentukan instansi baru membutuhkan waktu dan upaya yang tidaklah mudah. Pembahasan mengenai strukturnya sedang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir, belum lagi penentuan lokasi kantor dan penggabungan pegawai serta anggaran. Dengan posisi yang berada pada level yang sama antara BPM dan BPPT, yakni sama-sama eselon II, maka koordinasi akan berlangsung setara, meski sebenarnya jika melihat pokok urusan pemerintahan yang sudah dilimpahkan pemerintah pusat ke daerah sejak 2007 (PP 3\8/2007) maka bidang urusan sesungguhnya adalah penanaman modal. Melalui Dinas ini diharapkan pelayanan perijinan dilaksanakan sesuai dengan asas transparan, akuntabel, partisipatif, kesamaan hak, efektif, efisien, keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan profesional. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dibentuk dengan harapan dapat menciptakan iklim yang mendorong kearah terciptanya keseragaman pola dan langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh aparatur 3

pemerintah pada masyarakat serta adanya keterpaduan koordinasi dalam proses pemberian dokumen perijinan. Hakekat pelayanan perijinan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan wujud dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Setiap penyelenggaraan pelayanan perijinan harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan yang meliputi: prosedur pelayanan termasuk masalah pengaduan, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk penyelesaian dan jawaban atas pengaduan, biaya pelayanan, tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan, produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan, harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Agar dapat melaksanakan hak dan tanggungjawab tersebut efisien dan efektif, maka organisasi pemerintah daerah harus dapat berlandaskan pada prinsip-prinsip good governance. Pemerintah daerah harus lebih berusaha sendiri dengan kaidah-kaidah yang ada. Peningkatan pelayanan publik di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kota Medan yang merupakan bagian yang menjadi prioritas saat ini. Setelah pengembangan sistem secara keseluruhan telah selesai dan telah digunakan sejak tahun 2012, maka saat ini konsentrasi dari DPMPTSP Pemerintah Kota Medan adalah untuk meningkatkan pelayanan publik kepada para pemohon dan pihak-pihak terkait yang membutuhkan data dan informasi dari DPMPTSP Pemerintah Kota Medan. Salah satu rencana peningkatan pelayanan tersebut setelah pengembangan website DPMPTSP utama dan mobile serta pusat pelayanan digital di kantor DPMPTSP, SMS Gateway merupakan pelayanan lanjutan yang dibangun untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada para 4

pemohon untuk mendapatkan data dan informasi yang mereka butuhkan. Diharapkan dengan adanya pelayanan ini dapat meningkatkan pelayanan kepada para pemohon yang ada dan meningkatkan system kerja pemerintahan yang dapat berjalan lebih efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan e-government yang ada. Untuk itu di bangun sebuah program yang diberi nama penyusunan media informasi proses perijinan berupa SMS Gateway di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kota Medan. Tentunya untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan perijinan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu selaku instansi pemerintah yang memiliki wewenang dalam mengurus masalah perijinan harus mampu dalam menciptakan suatu strategi dan kemudian mengimplementasikan strategi tersebut agar pelayanan publik yang diberikan dapat terselenggara sesuai dengan standar pelayanan perijinan yang telah ditentukan dan mampu menghasilkan suatu pelayanan perijinan dengan kualitas yang baik bagi masyarakat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan SMS Gateway Dalam Proses Perizinan Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kota Medan. 1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting karena diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharpakan. Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu Bagaimana Implementasi Kebijakan SMS Gateway Dalam Proses Perizinan Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kota Medan? 5

1.3 Tujuan Penelitian Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Implementasi Kebijakan SMS Gateway Dalam Proses Perizinan Di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini natinya diharapkan memberi manfaat: 1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait. 3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama. 6