STUDI PEMANFAATAN TEPUNG BIJI NANGKA DAN TEPUNG AMPAS KELAPA SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN MI BASAH STUDY THE UTILIZATION OF JACKFRUIT SEED FLOUR AND COCONUT PULP FLOUR AS A SUBSTITUTE FOR WHEAT FLOUR IN THE MANUFACTURE OF WET NOODLES ONI YAMAN HAREFA (0806121245) Yusmarini and Raswen Efendi oniyamanharefa@yahoo.co.id ABSTRACT The research aimed to determine the effect of wheat and flour comparison other (jackfruit seed flour and flour coconut pulp) for the quality of wet noodles according SNI 01-2987-1992. Research using completely randomized design (CRD) with treatment that is M1 = noodles made with 100% wheat, M2 = noodles made with a ratio 90% 10% wheat flour and other (5% jackfruit seed flour and 5% coconut pulp flour), M3 = noodles made with a ratio of 80% wheat flour and 20% other (15% jackfruit seed flour and 5% coconut pulp flour), M4 = noodles made with a ratio of 70% wheat flour and 30% other (25% jackfruit seed flour and 5% flour coconut pulp) and M5 = noodles made with a ratio of 60% wheat flour and 40% other (35% jackfruit seed flour and 5% coconut pulp flour). The results showed that the ratio of flour with another flour significantly different effect on the moisture content, ash content, protein content and organoleptic color, texture, aroma and overall assessment. Noodles M1-M3 treatment meets the standards SNI but for the best treatment in this study was the treatment M3 = noodles made with a ratio of 80% wheat flour and 20% other (15% jackfruit seed flour and 5% coconut pulp flour). Keywords: jackfruit seed flour, coconut pulp flour and noodles PENDAHULUAN Mi merupakan suatu jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia dan digemari oleh banyak orang. Mi digolongkan menjadi dua jenis yaitu mi basah dan mi kering yang biasanya dibuat dengan bahan utama tepung terigu. Selama berabad-abad tepung terigu digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai jenis makanan seperti mi, roti, kue, pasta dan lain-lain. Tepung terigu yang digunakan di Indonesia seluruhnya diimpor dari luar negeri dan pada tahun 2010 impor terigu mencapai 5,6 juta ton dan seluruhnya digunakan dalam industri pangan. Peningkatan permintaan terigu antara lain disebabkan makin beragamnya produk makanan berbasis terigu. Kebutuhan terigu yang terus meningkat mengakibatkan harga terigu menjadi tinggi mencapai Rp.9.200/kg. Nangka adalah salah satu jenis buah yang paling banyak ditanam di Indonesia. Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya memakan atau memanfaatkan daging buahnya dan hanya sebagian yang memanfaatkan biji nangka. Fadillah dkk. (2008) menyatakan bahwa biji nangka kaya akan fosfor
yaitu 200 mg dan kalsium 33 mg dalam 100 g biji nangka. Kandungan karbohidrat yang tinggi memungkinkan biji nangka diolah menjadi tepung biji nangka yang nantinya dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk olahan seperti roti dan mi. Kelemahan tepung biji nangka adalah kandungan protein jauh lebih rendah dari tepung terigu. Hasil penelitian Herawati (2005) menyatakan bahwa ampas kelapa yang selama ini tidak dimanfaatkan untuk produk pangan mengandung serat yang cukup tinggi 35,84%. Ampas kelapa bisa dibuat tepung dan kemudian diolah menjadi produk pangan seperti roti, permen dan mi. Tepung ampas kelapa berperan penting dalam tekstur makanan yang mampu membuat makanan menjadi renyah dan tepung ampas kelapa mampu mempertahankan aroma kelapanya sehingga penambahan tepung ampas kelapa dalam suatu produk mampu memberikan aroma khas kelapa. Berdasarkan pernyataan di atas tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa berpotensi sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan mi basah. Pemanfaatan tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa dapat saling melengkapi kandungan gizi produk. Sejauh ini penelitian tentang pemanfaatan tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa dalam pembuatan mi basah belum di jumpai. Berdasarkan pernyataan tersebut telah dilakukan penelitian mengenai Studi Pemanfaatan Tepung Biji Nangka dan Tepung Ampas Kelapa sebagai Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa dalam pembuatan mi basah. Sedangkan tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk mengetahui: 1. Tingkat substitusi terbaik tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa terhadap tepung terigu dalam pembuatan mi basah 2. Kandungan zat gizi mi basah yang disubstitusi oleh tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa 3. Penilaian panelis terhadap mi yang disubstitusi oleh tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi basah ini adalah biji nangka, ampas kelapa, tepung terigu, minyak goreng, telur, dan air bersih. Senyawa kimia yang digunakan adalah NaCl, soda kue, dan CMC (Carboxy Methyl Cellulosa). Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis mi basah ini adalah H 2 SO 4 pekat, K 2 SO 4, HgO, akuades, NaOH-Na 2 S 2 O 3, H 2 BO 3, metil merah dan HCl. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi kompor, panci, baskom, blender, saringan, timbangan analitik, nampan, ayakan 80 mesh, ampia, timbangan, oven, termometer, stopwatch, erlemenyer, tabung reaksi, desikator, gelas ukur, tanur, labu kjeldahl, alat destruksi, kertas label, serbet dan alat tulis. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangansehingga diperoleh 15 unit percobaan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah :
M1 = Mi dibuat dengan 100% terigu M2 = Mi dibuat dengan perbandingan 90% terigu dan 10% tepung lain (5% tepung biji nangka dan 5% tepung ampas kelapa) M3 = Mi dibuat dengan perbandingan 80% terigu dan 20% tepung lain (15% tepung biji nangka dan 5% tepung ampas kelapa) M4 = Mi dibuat dengan perbandingan 70% terigu dan 30% tepung lain (25% tepung biji nangka dan 5% tepung ampas kelapa) M5 = Mi dibuat dengan perbandingan 60% terigu dan 40% tepung lain (35% tepung biji nangka dan 5% tepung ampas kelapa) Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika F hitung lebih besar atau sama dengan F tabel maka dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan s Multiple New Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Pelaksanaan penelitian Pembuatan mi basah mengacu pada Koswara (2000). Soda kue sebanyak 2,5 g, telur 75 ml, CMC 2,5 g, kalium sorbat 750 ppm, garam dapur 10 g dicampur dengan menggunakan mixer. Kemudian ditambahkan tepung terigu, tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa dengan perbandingan sesuai perlakuan sambil diaduk hingga merata dengan menggunakan mixer sampai terbentuk adonan. Adonan yang telah terbentuk dibuat lembaran-lembaran kemudian dicetak seperti mi dengan menggunakan ampia. Untaian mi yang terbentuk dipotong sepanjang kira-kira 30 cm. Potongan-potongan mi dikukus selama 1 menit kemudian mi diangkat, ditiriskan, ditebarkan diatas meja dan dioleskan minyak goreng, lalu mi dianginkan sampai cukup dingin. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio tepung terigu dan tepung lain (tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa) berpengaruh nyata terhadap kadar air mi basah. Rata-rata kadar air mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata kadar air mi basah Perlakuan Rata-rata 28,34 a 29,82 b 34,03 c 37,12 d 41,69 e DNMRT pada taraf 5% (TBN = tepung biji nangka, TAK = tepung ampas kelapa) Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tepung biji nangka yang digunakan akan mengakibatkan meningkatnya kadar air yang terkandung pada mi basah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pada saat penambahan tepung
biji nangka dan tepung ampas kelapa secara tidak langsung akan mengurangi kandungan gluten dan amilopektin pada adonan mi basah. Semakin rendah kandungan gluten dan amilopektin maka penambahan air semakin meningkat sehingga pembentukan adonan mi basah semakin lama. Firmansyah (2006) menerangkan jika kandungan gluten dan amilopektin pada suatu bahan semakin sedikit maka sifat bahan tersebut cenderung menyerap air ini disebabkan karena kandungan amilosa yang tinggi. Hayati (2009) menerangkan bahwa tepung nangka mengandung amilosa sebesar 86,7% sehingga tepung biji nangka cenderung menyerap air. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air biji nangka utuh sebesar 58,6%. Pada proses pembuatan tepung, biji nangka mengalami penurunan kadar air menjadi 11,8% dan pada saat pembuatan adonan mi basah yang ditambah tepung biji nangka, adonan sukar terbentuk dan menyerap air lebih banyak dibandingkan mi basah yang dibuat dari 100% tepung terigu. Kadar air mi basah pada penelitian ini berkisar dari 28,34% 41,69%. Kadar Abu Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam mi basah. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam mi basah, kemurnian serta kebersihan mi basah yang dihasilkan Rata-rata kadar abu mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata kadar abu mi basah Perlakuan Rata-rata 0,89 a 0,91 b 0,93 c 0,96 d 1,05 e DNMRT pada taraf 5%. (TBN = tepung biji nangka, TAK = tepung ampas kelapa). Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu pada penelitian ini berkisar dari 0,887%-1,050%. Kadar abu yang dihasilkan masih memenuhi standar mutu mi basah (SNI 01-2987-1992) yaitu maksimal 3%. Kadar abu mi basah yang ditambah tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa 5% secara keseluruhan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kadar abu mi basah 100% terigu. Hal ini disebabkan karena kandungan mineral yang terdapat pada biji nangka lebih tinggi dibandingkan mineral yang terdapat pada terigu. Hayati (2009) menerangkan bahwakadar abu tepung biji nangka sebesar 2,89% dan kadar abu tepung terigu 0,49%. Berdasarkan hasil analisis diketahui kadar abu tepung biji nangka 2,34%. Kadar Protein Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio terigu dan tepung lain (tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa) berpengaruh nyata terhadap kadar protein mi basah. Rata-rata kadar protein mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata kadarprotein mi basah Perlakuan Rata-rata 8,86 a 8,43 b 8,02 c 7,23 d 6,90 e DNMRT pada taraf 5%. (TBN = tepung biji nangka, TAK = tepung ampas kelapa) Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tepung biji nangka yang digunakan maka kadar protein mi basah yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan biji nangka mengandung protein yang rendah. Kandungan protein tepung biji nangka 5,3% sedangkan kandungan protein tepung terigu 8,9%. Tepung biji nangka tidak dapat meningkatkan kandungan protein mi basah sehingga semakin banyak tepung biji nangka yang ditambahkan maka semakin rendah kandungan protein mi basah yang dihasilkan sedangkan tepung ampas kelapa tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap kandungan protein karena penambahannya yang sama dan sedikit. Kandungan protein pada mi basah 100% terigu masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan semua perlakuan mi basah yang ditambahkan tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa 5%. Kadar protein mi basah yang dihasilkan berkisar dari 8,86% 6,90%. Kadar protein mi basah M2 dan M3 yang dihasilkan memenuhi standar mutu mi basah (SNI 01-2987-1992) yaitu minimum 8%. Penilaian Organoleptik Mi Basah Penilaian organoleptik mengacu pada Setiyaningsih dkk. (2010). Penilaian organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih untuk uji deskriptif dan uji hedonik. Uji deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik mi akibat perlakuan yang diuji sedangkan uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap mi yang dihasilkan. Penilaian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur dan penilaian keseluruhan terhadap mi basah. Rata-rata penilaian organoleptik mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata penilaian uji deskriptif terhadap mi basah Perlakuan Warna Aroma Tekstur 1,48 a 2,28 b 2,72 c 4,32 d 4,72 e 3,88 a 1,88 b 1,92 b 1,96 b 1,96 b 1,32 a 1,72 b 2,28 b 2,80 c 4,95 d DNMRT pada taraf 5%. (TBN = tepung biji nangka, TAK = tepung ampas kelapa). Penilaian Organoleptik Warna Mi Basah Warna merupakan atribut mutu pertama yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam pengujian organoleptik warna. Penilaian terhadap warna dilakukan dengan cara mengamati warna dari mi basah yang dihasilkan.warna mi basah yang baik menurut SNI 01-2987-1992 adalah
normal dalam hal ini umumnya mi basah bewarna kekuning-kuningan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung lain (tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa) berpengaruh nyata terhadap warna mi basah. Rata-rata warna mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa mi basah yang dihasilkan berwarna kuning hingga sangat tidak kuning dengan skor 1,48-4,72. Mi basah M1 bewarna kuning, M2 bewarna agak kuning, M3 bewarna kurang kuning, M4 bewarna tidak ada kuning dan M5 bewarna sangat tidak kuning yaitu bewarna cokelat muda. Semakin banyak jumlah tepung biji nangka yang digunakan maka warna mi basah akan berwarna cokelat. Hal ini disebabkan karena terjadi reaksi karamelisasi saat perebusan dan pengeringan biji nangka, sehingga menghasilkan tepung biji nangka berwarna kecoklatan. Fadillah dkk (2008) menerangkan proses pemasakan biji nangka yang lama akan menyebabkan penguapan air yang tinggi sehingga suhu pemasakan semakin tinggi dan mengakibatkan terjadi karamelisasi gula. Warna tepung terigu dan tepung ampas kelapa bewarna putih sehingga adonan yang terbentuk adalah campuran putih dan cokelat, sedangkan warna kuning dihasilkan dari pencampuran telur pada adonan mi. Mi basah perlakuan M1, M2 dan M3 masih kelihatan normal sesuai dengan standar mutu mi basah (SNI 01-2987-1992) sedangkan perlakuan M4 dan M5 tidak memiliki warna mi basah yang diharapkan yaitu berwarna kekuning-kuningan. Penilaian Organoleptik Aroma Mi Basah Winarno (2008) menyatakan bahwa dalam banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan tersebut. Aroma atau bau terdeteksi ketika senyawa volatil masuk dan melewati saluran hidung dan diterima sistem olfaktori. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio terigu dan tepung lain (tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa) berpengaruh nyata terhadap aroma mi basah. Rata-rata aroma mi basah yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan M1 tidak beraroma kelapa sedangkan pada perlakuan M2, M3, M4 dan M5 aroma mi basah yang dihasilkan beraroma kelapa dengan skor 1,88-1,96. Mi basah yang dibuat 100% terigu mempunyai aroma khas mi basah, sedangkan mi basah yang dibuat dari tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa menghasilkan aroma kelapa. Beberapa panelis menyatakan bahwa pada perlakuan dengan penambahan ampas kelapa menimbulkan aroma kelapa yang membuat daya tarik untuk mengkonsumsinya. Aroma kelapa berasal dari tepung ampas kelapa yang mampu memberikan aroma pada mi basah. Aroma kelapa terjadi pada saat pengeringan ampas kelapa yang menyebabkan terbentuknya senyawa volatil. Penilaian Organoleptik Tekstur Mi Basah Tekstur mi basah dapat dinilai dari dengan cara dipegang dan tekstur mi basah yang baik adalah kenyal. Rata-rata tekstur mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa tekstur mi pada perlakuan M1 sangat kenyal berbeda nyata terhadap perlakuan M2 dan M3 dengan tekstur kenyal, perlakuan M3 bertekstur agak kenyal dan perlakuan M4 betekstur tidak kenyal. Tekstur yang kenyal disebabkan karena kandungan gluten yang berasal dari terigu mampu mengikat adonan sehingga memberikan tekstur yang kenyal pada mi basah.
Astawan (2004) mengatakan kandungan gluten yang terdapat pada terigu yang menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mi pada perlakuan M5 menghasilkan tekstur tidak kenyal, yang disebabkan karena berkurangnya kandungan gluten yang berasal dari terigu sehingga kurang mengikat adonan dan memberikan tekstur tidak kenyal dan putus-putus pada mi basah. Penilaian Organoleptik Keseluruhan Mi Basah Penilaian keseluruhan merupakan penilaian panelis terhadap mi basah yang meliputi seluruh atribut termasuk warna, aroma dan tekstur. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rasio terigu dan tepung lain (tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa) mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap mi basah. Rata-rata penilaian keseluruhan mi basah yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5% disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata penilaian uji hedonik terhadap penilaian keseluruhan mi basah Perlakuan Rata-rata 1,56 a 1,80 a 1,84 a 3,28 b 3,52 b DNMRT pada taraf 5%. (TBN = tepung biji nangka, TAK = tepung ampas kelapa) Tabel 5 menunjukkan bahwa penilaian hedonik (tingkat kesukaan) terhadap mi basah yang dilakukan oleh panelis berkisar dari suka hingga tidak suka dengan skor 1,56 3,52. Penilaian keseluruhan panelis terhadap mi basah M4-M5 adalah tidak suka. Panelis masih merasa asing karena baru melihat mi basah yang berwarna cokelat. Hal ini terlihat pada uji deskriptif yang menunjukkan warna yang dihasilkan kurang khas mi basah yaitu berwarna kecoklat-coklatan dan tekstur mi basah perlakuan M5 tidak kenyal. Hal ini disebabkan kurangnya kandungan gluten sehingga tekstur mi basah putus-putus. Penilaian panelis terhadap mi basah M1, M2 dan M3 lebih disukai karena mi basah terlihat seperti mi basah yang biasa dikonsumsi. Hal ini terlihat pada hasil uji deskriptif terhadap mi basah M1, M2 dan M3 yang dihasilkan bewarna kuning, aroma kelapa dan tekstur yang kenyal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penambahan tepung biji nangka dan tepung ampas kelapa sacara statistik berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein dan mutu organoleptik mi basah. 2. Mi basah untuk perlakuan M1, M2 dan M3 yang dihasilkan memenuhi standar mutu mi basah (SNI 01-2987-1992). Perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah perlakuan M3 yaitu mi basah yang dibuat dengan perbandingan 80% terigu dan 20% tepung lain (15% tepung biji nangka
dan 5% tepung ampas kelapa) dengan kadar air 34,03%, kadar abu 0,93, kadar protein 8,02%, berwarna kurang kuning, beraroma kelapa, bertekstur kenyal dan disukai panelis. Saran Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan perbandingan tepung ampas kelapa yang berbeda dan tepung biji nangka yang tetap. DAFTAR PUSTAKA Astawan, M. 2004. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta. Derrick. 2005. Ampas Kelapa. http: //www. winslowfeeds.co.nz /pdf. Diakses pada tanggal 14 April 2012. Fadillah, A., M. Fitriani, N. Nuryanti, S.N. Putra dan S.A. Ahmad. 2008. Variasi roti unyil khas bogor dari tepung biji nangka sebagai pengembangan produk turunan nangka dan alternatif pangan sehat. PKM Kewirausahaan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Firmansyah.2006. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Balai Penelitian Tanaman Serelia. Maros Hayati. 2009. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kualitas tempe dari biji nangka (Artocarpus heterophyllus) dan penentuan kadar gizinya. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara. Medan. Herawati, B. Kusbiantoro, Y. Rismayanti dan Mulyani. 2005. Pemanfaatan Limbah Pembuatan VCO.Prosiding Seminar Nasional. Yogyakarta. Koswara. 2000. Membuat Mi. Penerbit Bharata. Jakarta. Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor. Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.