BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak Pemerintah menerapkan otonomi daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang rendah dan cenderung mengalami tekanan fiskal yang lebih kuat,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Rakhmini Juwita Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah dan Kinerja Keuangan

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

PROVINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) dan fiscal stress terhadap Kinerja Keuangan. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian. 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). Adapun sumber pendapatan daerah otonom menurut Halim (2004 : 67) adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari: a. Pajak Daerah Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: 1. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari : 1) Pajak kenderaan bermotor 2) Bea balik nama kenderaan bermotor 16

3) Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 2. Jenis pajak dearah Kabupaten / Kota terdiri dari : 1) Pajak hotel dan restoran 2) Pajak hiburan 3) Pajak reklame 4) Pajak penerangan jalan 5) Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. 6) Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan b. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari: 1. Jenis retribusi daerah untuk Propinsi terdiri dari: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan 2) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

4) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten / Kota terdiri dari: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan 2) Retribusi Pelayan Persamapahan / Kebersihan 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP 4) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Akta Catatan Sipil 5) Retribusi Pelayanan Pemakaman 6) Retribusi Pelayanan Pengabuan Mayat 7) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi jalan Umum 8) Retribusi Pelayanan Pasar 9) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 10) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 11) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 12) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan 13) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 14) Retribusi Jasa Usaha Pasar Grosir atau Pertokoan 15) Retribusi Jasa Usaha Tempat Pelelangan 16) Retribusi Jasa Usaha Terminal 17) Retribusi Jasa Usaha Tempat Khusus Parkir 18) Retribusi Jasa Usaha Tempat Penginapan / Persenggrahan / Villa 19) Retribusi Jasa Usaha Penyedotan Kakus 20) Retribusi Jasa Usaha Rumah Potong Hewan 21) Retribusi Jasa Usaha Pelayanan Pelabuhan Kapal

22) Retribusi Jasa Usaha Tempat Rekreasi dan Olahraga 23) Retribusi Jasa Usaha Penyeberangan di atas Air 24) Retribusi Jasa Usaha Pengolahan Limbah Cair 25) Retribusi Jasa Usaha Penjualan Produksi Usaha Daerah 26) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 27) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 28) Retribusi Izin Gangguan 29) Retribusi Izin Trayek c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yaitu penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai pemiliknya. Jenis pendapatan ini meliputi: 1) Bagian Laba Perusahaan Milik Daerah 2) Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank 3) Bagian Laba Lembaga Keuangan Non Bank 4) Bagian Laba atas Penyertaan Modal / Investasi d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenisnya yaitu meliputi: 1) Hasil Penjualan Asset Daerah yang Tidak Dipisahkan 2) Penerimaan Jasa Giro 3) Penerimaan Bunga Deposito 4) Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan

5) Penerimaan Ganti Rugi Atas Kerugian / Kehilangan Kekayaan Daerah (TP- TGR) 2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dinyatakan oleh Holtz-Eakin et al (1985), yang dikutip oleh Maemunah (2006), bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah. Analisisnya menggunakan model maximing under uncertainty of intertemporal utility fuction dengan menggunakann data runtun waktu selama tahun 1934-1991 untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalisaikan sebagai model. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Seiring pemberlakuan daerah otonom, Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap

untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang. Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari PAD. Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.

2.1.3 Fiscal Stress Otonomi daerah disatu sisi memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah, namun disisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kemandirian untuk mengelola dan mengatur rumah tangga sendiri akan terwujud dengan baik apabila terdapat dukungan (partisipasi) publik (Adi,2007). Hal ini relatif akan dapat terwujud bila terjadi proses distribusi, baik pada kebutuhan masyarakat maupun perolehan serta pembagian pendapatan untuk daerah dan masyarakat secara merata. Meskipun memberikan manfaat positif bagi pengembangan daerah, kebijakan otonomi dinilai terlalu cepat dilakukan, terlebih ditengah-tengah upaya daerah melepaskan diri dari belenggu krisis moneter (Saragih, 2003). Otonomi daerah dilaksanakan pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan yang berbeda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan manajerian daerah. Nanga (2005) menunjukkan adanya disparitas (kapasitas ) fiskal yang tinggi antar daerah memasuki era otonomi. Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami peningkatan tekanan fiskal (fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat

ketergantungan terhadap Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress. Upaya Pajak (Tax Effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut. 2.1.4 Kinerja Keuangan Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. Salah satu usaha memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan mencoba mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau yang dikenal dengan istilah good governance. Upaya ini juga didukung oleh banyak pihak baik pemerintah sendiri sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif,

pers dan juga oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Hal ini muncul sebenarnya sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme. Dengan demikian pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah. Ada beberapa perbedaan pertanggungjawaban keuangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah adalah diantaranya: 1. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi. 2. Pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan 3. Pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Sementara di tingkat pemerintah pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa keuangan negara maupun keuangan daerah. Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah.

Memasuki era reformasi, masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia, baik di propinsi, kota maupun kabupaten mulai membahas laporan pertanggungjawaban kepala daerah masing-masing dengan lebih seksama. Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja daerah. Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif. Pemerintah dalam menyikapi kemajuan pola pikir masyarakat saat ini harus dapat membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat dengan suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan manajemen di sektor swasta maupun organisasiorganisasi nir laba lainnya. Proses ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi terhadap misi (mission), sasaran (goals ) dan tujuan (objectives). Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib

menyampaikan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Hal ini juga disampaikan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006. Adapun rasio yang digunakan dalam pengukuran kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut ( Abdul Halim, 2000): Rasio Aktivitas langsung. Diukur dengan dua buah kriteria yaitu rasio belanja langsung dan rasio belanja tidak Rasio Belanja Tidak langsung = Total Belanja Tidak Langsung Total APBD Rasio Belanja Langsung = Total Belanja Langsung Total APBD Di dalam pengukuran kinerja, kita juga perlu mengetahui berapa kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi ini bisa juga diukur juga dalam bentuk rasiorasio. Besar kecilnya kontribusi masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Pemerintah daerah juga sangat perlu dalam memperkirakan hal ini. Karena mereka dapat mengetahui komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) mana yang memiliki kontribusi yang terbesar atau mungkin terkecil. Sehingga pemerintah daerah dapat merencanakan strategi-strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam mengantisipasi hal ini. Untuk dapat mengetahui besar kecilnya kontribusi yang dihasilkan oleh masing-masing komponen tersebut dapat dilakukan dengan perhitungan dibawah ini: 1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Pajak Daerah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Retribusi Daerah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3. Kontribusi Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Realisasi PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Laba BUMD Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4. Rasio penerimaan lain-lain yang sah terhadap PAD, dapat dihitung dengan: Total Realisasi Penerimaan Lain-lain yang Sah Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Asha Florida (2007)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang diukur dengan rasio aktivitas. Data yang digunakan adalah laporan realisasi anggaran (LRA) selama periode tahun 2002-2006. Dalam penelitian ini menggunakan populasi penelitian seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan asli daerah saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. 2. Dian N. (2008) Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Rasio Efektifitas PAD dan DAU terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemkab dan Pemko di Sumatera Utara. Penelitian ini hanya mengambil empat buah variabel independen yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daearah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, terhadap variabel dependen kinerja keuangan. Periode pengamatan dalam penelitian ini terbatas karena hanya mencakup tahun 2005-2007.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan asli daerah saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan pengukuran kinerja yang digunakan adalah dengan rasio upaya fiskal, yaitu Total Pendapatan Asli Daerah dibagi Total Anggaran Pendapatan Asli Daerah, yang mengindikasikan daerah-daerah tersebut terkadang tidak bisa mencapai Anggaran Pendapatan Asli Daerah yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini bisa terjadi, daerah tersebut tidak secara rasional dalam menyusun Anggaran Pendapatan Asli Daerah. 3. Marsaulina L. Tobing (2009) Penelitian ini bertujuan untuk melihat Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara sebelum dan sesudah Otonomi Daerah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah meskipun tidak signifikan. 4. Budy Setyawan dan Priyo Hadi Adi (2009)

Penelitian ini ingin melihat Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal. Hasil dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal. Fiscal Stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Sejalan dengan hal itu, harapan untuk terus meningkatkan penerimaan sendiri ini akan sulit terwujud apabila alokasi belanja untuk modal/ pembangunan tidak ditingkatkan. Hasil penelitian ini memperkuat temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan Andayani (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress semakin tinggi. Hasil penelitian ini memberikan implikasi diperlukannya suatu upaya yang lebih intensif melalui penggalian potensi sumber-sumber penerimaan daerah kabupaten/kota di propinsi Jawa Tengah agar mampu meningkatkan pertumbuhan PAD. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah pemerintah kabupaten/kota harus lebih efektif dalam pengalokasian belanja modal/pembangunan dalam guna memenuhi kepentingan publik, baik yang mendukung pertumbuhan ekonomi maupun untuk pelayanan publik secara langsung. Ketebatasan lain dalam penelitian ini adalah belum adanya kesepakatan secara bulat mengenai pengukuran fiscal stress, sehingga pengukuran fiscal stress dengan tax effort belum tentu mengindikasikan adanya fiscal stress. Sehingga diharapkan untuk penelitian mendatang diharapkan dapat mengukur fiscal stress dengan indikator empiris yang lain, sehingga benar-benar dapat diperoleh gambaran fiscal stress yang lebih utuh.

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1 Asha Florida 2007 2 Dian N. 2008 Analisa Pengaruh Pendapatan Assli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Pengaruh Rasio Efektivitas PAD dan DAU Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara Variabel independen adalah Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), Laba BUMD (X3), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (X4), sedangkan variabel dependen adalah kinerja keuangan (Y).. Variabel independen adalah PAD (X1) dan DAU (X2), sedangkan variabel dependen adalah kemandirian keuangan daerah (Y). Secara simultan ada pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintah, namun secara parsial, hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan kab/kota di Propinsi Sumut. PAD dan DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. 3 Marsaulina L. Tobing 2009 4 Budy Setyawan dan Priyo Hadi Adi 2009 Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumut Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Pengaruh Fiscal Stress Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota se Jawa Tengah) Variabel yang digunakan adalah tingkat kemandirian pembiayaan diukur dengan kemampuan daerah dalam pembiayaan dan kemampuan mobilisasi daerah, tingkat ketergantungan dan desentralisasi fiskal Variabel dependen adalah Pendapatan Asli Daerah (Y1) dan Belanja Modal (Y2), sedangkan variabel independen adalah Fiscall Stress(X). Adanya perubahan kinerja keuangan daerah sebelum dan sesudah otonomi meskipun tidak signifikan. Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal.