BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

Perbedaan jenis pelayanan pada:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

PENDAHULUAN. derajat kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya salah satunya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas kesehatan tersebut dengan biaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang dilakukan (Putri, 2012).

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. Rumah sakit berasal dari kata yunani yaitu hospitium Yang mempunyai arti

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25

MISI MENJADI RUMAH SAKIT BERSTANDAR KELAS DUNIA PILIHAN MASYARAKAT KEPUASAN DAN KESELAMATAN PASIEN ADALAH TUJUAN KAMI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbekalan kesehatan adalah pelayanan obat dan perbekalan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

prasarana, sumberdaya manusia, kefarmasian, dan peralatan. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat keberadaan perusahaan tersebut di tengah-tengah masyarakat.

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

Transkripsi:

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial dan berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap baik secara kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan medis serta perawatan. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan, latihan tenaga kesehatan dan riset kesehatan (Rijadi, 1997). Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri serta fungsifungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (Qauliyah, 2008).

13 2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas, rumah sakit mempunyai fungsi : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan; Dalam pelaksanaan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi menyelenggarakan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi dan keuangan. 2.1.3. Jenis Rumah Sakit Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 menjelaskan mengenai pembagian rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan menjadi, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu

14 bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik dimiliki dan diselenggarakan oleh : Kementerian kesehatan, Pemerintah daerah, TNI/Polisi, dan departemen lain yang termasuk BUMN. Rumah sakit Privat, merupakan rumah sakit yang dikelola badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau persero. Mekanisme kerjanya menjadi tanggung jawab pemilik, sedangkan struktur organisasinya menyerupai rumah sakit umum. Rumah sakit juga dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan dan disetujui menteri pendidikan. Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya. 2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014, rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, diselenggarakan secara berjenjang dan fungsi rujukan, sehingga rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

15 1. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi: a) Rumah Sakit Umum Kelas A; pelayanan yang diberikan antara lain : Pelayanan medik ( 6 pelayanan medik), kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik pemerintah dan swasta. b) Rumah Sakit Umum Kelas B; Pelayanan medik (6 pelayanan medik), kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit Milik Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta. c) Rumah Sakit Umum Kelas C; Pelayanan medik (7 pelayanan medik), kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.

16 d) Rumah Sakit Umum Kelas D, Pelayanan yang diberikan antara lain pelayanan medik (4 pelayanan medis), dan pelayanan kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta. e) Rumah Sakit Umum Kelas D pratama, didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua. RSU Kelas D Pratama hanya dapat didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi: a. Rumah Sakit Khusus Kelas A; Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. b. Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.

17 c. Rumah sakit khusus kelas C Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal. 2.2. Instalasi Rawat Jalan 2.2.1. Pengertian Rawat Jalan Pelayanan rawat jalan adalah kegiatan fungsional yng dilakukan petugas medis, perawat dan non medis yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan atau disebut poliklinik. Pelayanan ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Menurut Azwar, (1998) pelayanan rawat jalan adalah satau bentuk dari pelayanan kedokteran yang secara sederhana. Pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam rawat inap (Hospitalization). Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan di unit pelaksanaan fungsional rawat jalan terdiri dari poliklinik umum dan poliklinik spesialis serta unit gawat darurat. Instalasi rawat jalan bukanlah suatu unit pelayanan rumah sakit yang dapat bekerja sendiri, melainkan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan instalasi lain di rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik. Instalasi lain yang berkaitan erat dengan rawat jalan, antara lain unit rekam medis, staf medis fungsional, laboratorium, pemeliharaan sarana rumah sakit, radiologi, logistik, farmasi, dan keuangan. Agar dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada pasien maka dalam melakukan kegiatan pelayanannya,

18 unit atau bagian tersebut harus berkoordinasi dengan baik. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan pertama dan merupakan pintu gerbang rumah sakit, serta merupakan satu-satunya bagian dari pelayanan medik yang memberikan kesan pertama bagi pasien sebagai konsumen (Nurdini, 2009). Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu : 1. Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan dibandingkan dengan rawat inap, 2. Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat jalan, 3. Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan pada abad mendatang (Azwar, 1998) Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien, yaitu : 1. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan pendaftaran dan pembayaran, 2. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan dan pengobatan, 3. Tenaga dokter (medis) sesuai dengan spesialisasinya pada masing-masing poliklinik yang ada. Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak

19 lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya (Azwar, 1996). 2.3. Sistem Rujukan Berjenjang 2.3.1. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009). Sistem rujukan pelayanan kesehatan dalam buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh pelayanan kesehatan. Tata laksana rujukan : 1. Internal atar-petugas rumah sakit, 2. Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas, 3. Antara masyarakat dan puskesmas, 4. Antara satu puskesmas dengan puskesmas lainnya, 5. Antar puskesmas dan rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, 6. Internal antar-bagian atau unit pelayanan dalam suatu rumah sakit,

20 7. Antar rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit. 2.3.2. Ketentuan Umum Ketentuan umum Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu : 1. Pelayanan Kesehatan Perorangan terdiri dari tiga tingkatan yaitu : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. 3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan tingkat spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi spesialistik. 4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan subspesialistik yang dilakukan oleh dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis yang menggunakan teknologi kesehatan subspesialistik. 5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib memberikan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

21 7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama. 8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. 9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan, dan ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. 10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. 11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila : a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik, b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan ketenagaan. 12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi kewenangannya,

22 b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebutt, c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang, dan d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan ketenagaan. 2.3.3. Macam-macam rujukan Menurut lingkup pelayanannya dalam Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014, sistem rujukan terdiri dari : 1. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan atau Rujukan Medik Rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik hotizontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bisa dirujuk kembali ke puskesmas. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :

23 a. Transfer of patient yaitu rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misalnya operasi) dan lain lain. b. Transfer of specimen yaitu rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap. c. Transfer of knowledge/personelyaitu rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas. 2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat Rujukan kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik kesehatan kerja puskesmas (Pos UKK). Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan

24 pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan. b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam. c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu. 2.3.4. Manfaat Rujukan Menurut Syafrudin (2009), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut : 1. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.

25 2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan. 3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu. 2.3.5. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 adalah : 1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu : a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua,

26 c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan perimer, d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan primer. 2. Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di pelayanan tersier. 3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi: a. Terjadi keadaan gawat darurat : kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku, b. Bencana : kriteria bencana ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah, c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien : untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan, d. Pertimbangan geografis, dan e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas. 4. Pelayanan oleh bidan dan perawat a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketetapan peraturan perundang-undangan,

27 b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi diluar kompetensi dokter dan dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. 5. Rujukan Parsial a. Rujukan Parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di fasilitas kesehatan tersebut. b. Rujukan parsial dapat berupa : Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan dan pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang. c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk. 2.3.6. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan dalam Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu : 1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan setingkat maupun antar tingkatan fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar :

28 a. Fasilitas kesehatan perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetisi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan pasien, b. Fasilitas kesehatan tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis. 2. Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan dibentuk oleh masing-masing kantor cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In Charge (PIC) dari masing-masing fasilitas kesehatan yang bertugas menyediakan informasi dalam rangka pelayanan rujukan. 2.3.7. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang Pembinaan dan pengawasan sistem rujukan berjenjang dalam Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu : 1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama. 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua. 3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

29 2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 2.4.1. Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Kotler (1994) pemanfaatan merupakan perilaku penggunaan jasa terhadap sistem yang menyangkut respon terhadap suatu kegiatan. Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki masing-masing individu. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen dijelaskan Anderson (1974) yang menyatakan bahwa keputusan seseorang menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada : 1. Karakteristik Predisposisi Faktor predisposisi adalah karakteristik seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Karakteristik predisposisi seseorang berbeda-beda, hal ini karena adanya faktor berikut : a. Ciri-ciri demografi meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan jumlah anggota keluarga. b. Struktur sosial meliputi jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan. 2. Karakteristik Pendukung Karakteristik pendukung adalah karakteristik seseorang dalam penggunaan pelayanan kesehatan walaupun mempunyai faktor predisposisi namun tergantung mampu atau tidak dia dalam pemanfaatannya. Dibagi menjadi dua kategori yaitu : a. Sumber daya keluarga meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

30 b. Sumber daya masyarakat meliputi jumah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana, ketercapaian pelayanan dan sumbersumber yang ada di dalam masyarakat. 3. Karakteristik Kebutuhan Karakteristik kebutuhan adalah karakteristik seseorang dalam pemanfaatan pelayanan apabila ada kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu : a. Kebutuhan yang dirasakan atau perceived (subject assessment) yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan. b. Evaluasi klinis atau evaluate clinical yaitu diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas. Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala penyakit dan kepercayaan terahadap

31 gangguan serta akibat-akibat dari penyakit tersebut dan pengetahuan tentang penyakit. Menurut Fuchs (1998), factor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan dan rumah sakit antara lain : 1. Kebutuhan Berbasis Fisiologi Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologi menekankan pentingnya keputusan petugas medis, keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya seseorang mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Berdasarkan situasi ini maka permintaan pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi. 2. Penilaian Pribadi Akan Status Kesehatan Secara Sosio-Antropologis Penilaian pribadi akan status kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya dan norma-norma sosial masyarakat. Disamping itu masalah persepsi mengenai risiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian memperhatikan kesehatannya, sebagian lain tidak memperhatikannya. 3. Tarif Hubungan tarif dengan permintaan terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka permintaan akan menjadi semakin rendah. Pada pelayanan kesehatan rumah sakit, tingkat permintaan pasien sangat dipengaruhi oleh keputusan dokter. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan segera, maka faktor tarif berperan dalam mempengaruhi permintaan.

32 4. Penghasilan masyarakat Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan permintaan untuk pelayanan kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis permintaan. 5. Asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi penting dalam hal permintaan pelayanan kesehatan. Di samping itu ada pula program pemerintah dalam bentuk jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin. Adanya asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian, hubungan asuransi kesehatan dengan permintaan terhadap pelayanan kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan bersifat mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada saat sakit. 6. Faktor umur Umur sangat mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan preventif dan kuratif. Semakin tua seseorang akan terjadi peningkatan permintaan terhadap pelayanan kuratif dan permintaan terhadap pelayanan preventif akan menurun. 7. Jenis kelamin Permintaan terhadap pelayanan kesehatan oleh wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. 8. Pendidikan Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai permintaan yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran

33 akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan. 2.4.2. Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Pelayanan rawat jalan akan semakin berkembang di masa yang akan datang, oleh karena itu membutuhkan pelayanan yang profesional, kompetensi sumber daya manusia yang memadai, desain dan alur pasien, serta sistem informasi yang customer oriented. Faktor yang berhubungan dengan kunjungan rawat jalan adalah indikator provider dan indikator consumer, yang selanjutnya akan mempengaruhi indikator objektif yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan dan indikator subjektif yaitu kepuasan pasien dan kualitas pelayanan (Nurdini, 2009). Faktor yang berhubungan dengan kunjungan rawat jalan antara lain : 1. Faktor Eksternal a. Perilaku Konsumen Kotler (2002) mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk komsumsi personal. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen : (1) Kebudayaan (Kultur, subkultur, kelas sosial), (2) Sosial (Kelompok acuan, keluarga, peran dan status), (3) Personal (Usia, tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri), (4) Psikologi (Motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan, dan pendirian).

34 b. Persepsi Terhadap Mutu Pelayanan Rangkuti (2002) mendefenisikan persepsi sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan atas kesehatan adalah : harga, citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan. 2. Faktor Internal a. Tarif Menurut Trisnantoro (2009) hubungan tarif dengan permintaan terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka permintaan akan menjadi semakin rendah. b. Dokter Interaksi antara dokter dengan pasiennya merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara profesional, sesuai etika dan nilai-nilai masyarakat serta sesuai dengan prosedur standar yang berlaku. Pemenuhan kepuasan pasien lebih banyak untuk memenuhi harapan pasien daripada standar pelayanan medis (Thabrany, 2002). c. Perawat Rijadi (1997) menyatakan bahwa perawat sebagai andalan rumah sakit harus selalu siap setiap pasien membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, hubungan perawat dengan pasien jauh lebih erat dibandingkan dengan hubungan tenaga lainnya. Kualitas perawat sangat menentukan mutu asuhan keperawatan dan keramahan perawat akan menimbulkan minat untuk berkunjung kembali.

35 d. Pelayanan Kotler (1987) menyatakan bahwa dalam manajemen rawat jalan waktu pelayanan, lama menunggu pelayanan maupun kenyamanan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pelayanan. e. Fasilitas Rijadi (1997) ketersediaan pelayanan yang memudahkan pasien untuk mendapatkan atau mengomsumsi pelayanan yang diperlukan seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi, obat dan alat kesehatan untuk keperluan diagnosa dan pengobatan, secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap kunjungan rawat jalan. f. Pemasaran Rijadi (1997) menyatakan bahwa proses keputusan konsumen dalam membeli atau menggunakan produk maupun jasa dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : (1) Kegiatan pemasaran yang dilakukan konsumen, (2) faktor perbedaan individu konsumen, (3) faktor lingkungan konsumen. 3. Povider Kesehatan Pesaing Kotler (1987) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan pembeli individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda, tergantung dari jenis keputusan, partisipan dalam pengambilan keputusan, jenis jasa dan beberapa faktor lainnya.

36 2.6 Kerangka Konsep Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tertentu dengan dengan memanfaatkan barang dan jasa kesehatan. Dalam hal ini pemanfaataan individu terhadap pelayanan kesehatan adalah jumlah rujukan pasien rawat jalan BPJS ke fasilitas kesehatan rawat jalan dengan indikasi medis maupun non medis dalam kurun waktu tertentu. Variabel inilah yang akan menjadi variabel bebas (dependent variable) dalam analisis ini. Sedangkan variabel terikatnya adalah (1) karakteristik predisposisi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan (2) karakteristik kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan yang dirasakan pasien dan evaluasi klinis pasien. Setelah diketahui gambaran pasien BPJS yang dirujuk ke RSUD Hadrianus Sinaga, dilakukan peninjauan atau pemeriksaan kembali ke salah satu Puskesmas untuk mengetahui bagaimana perilaku petugas kesehatan di FKTP yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatan di FKTP terkait dengan kebijakan sistem rujukan. Digambarkan dalam kerangka teori sebagai berikut :

37 Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent) Karakteristik Predisposisi : 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan Karakteristik Pendukung : Rujukan pasien BPJS 1. Kebutuhan Pasien 2. Evaluasi Klinis Pasien Perilaku Petugas Kesehatan di FKTP : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian