BAB I PENDAHULUAN.

dokumen-dokumen yang mirip
Efektifitas Mengunyah Permen Karet Rendah Gula dan...(n. W. Arfany, 2014) 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

Tabel 1.1 Keaslian penelitian


BAB I PENDAHULUAN. kronik atau disebut chronic kidney disease(ckd). Chronic kidney disease

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik. yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia (Ruggenenti dkk, 2001). Penyakit gagal ginjal kronis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) (Centers For Diseae Control and Prevention, ginjal (Foote & Manley, 2008; Haryono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

KOMISI ETIK PENELITIAN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO DAN RSUP

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara

Retriksi Cairan dengan Mengunyah Permen Karet Xylitol)

GAMBARAN KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

Setiawan Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Siti Khadijah Palembang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang beredar dalam darah). Penderita GGK harus menjalani terapi diet

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel. Ginjal berfungsi sebagai. kerusakan pada sistem endokrin akan menyebabkan terganggunya

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN (IDWG) PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KOTA SEMARANG

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS SEBELUM DAN SETELAH MENJALANI TINDAKAN HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISA RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahkan terjadi gagal ginjal. Jika tidak diobati, penyakit ginjal bisa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Penyakit ginjal kronik (PGK) atau Cronik Kidney Disease (CKD) merupakan perkembangan dari gagal ginjal dan hasil akhir destruksi jaringan gradual yang progresif dan lambat berlangsung beberapa tahun (Nurarif & Kusuma, 2013; Buss & Labus, 2013). PGK tidak dapat disembuhkan dan fungsi ginjal tidak dapat kembali normal lagi, yang dapat dilakukan hanya mempertahankan fungsi ginjal yang masih ada. Pasien yang mengalami PGK akan mengalami penurunan fungsi ginjal terutama Glomerolus Filtrat Rate (GFR) yang mengakibatkan penumpukan cairan dalam tubuh dan sisa metabolisme hingga komplikasi gagal ginjal yang serius. Salah satu cara untuk mengurangi penumpukan cairan dalam tubuh dan sisa metabolisme adalah dengan hemodialisis atau sering disebut dengan cuci darah (Muttaqin & Sari, 2011). Prevelensi gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,2 % dan untuk Provinsi Jawa Tengah mencapai 0,3%. Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35 44 tahun (0,3%), diikuti umur 45 54 tahun (0,4%), dan umur 55 74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur 75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing masing 0,3% (Balitbangkes, 2013). 1

2 Penatalaksanaan untuk pasien PGK antara lain hemodialisis, dialisis peritoneal, terapi pengganti ginjal berkesinambungan/continous renalreplacement therapy (CRRT) dan transplantasi ginjal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata K, & Setiati, 2007). Penatalaksanaan yang sering dilakukan untuk pasien PGK adalah hemodialisis dan sebenarnya penatakalsanaan ini tidak dapat menyembuhkan PGK dan tidak dapat mengembalikan fungsi normal ginjal (Buss & Labus, 2013). Distribusi usia pasien hemodialisis pada tahun 2014 di Indonesia paling banyak pada kelompok usia 45 54 tahun (31%) dan 55 64 tahun (31%), pasien baru yang menjalani hemodialisis jumlahnya 17193 dan pasien yang aktif menjalani hemodialisis 11698. Distribusi usia pasien hemodialisis di Indonesia pada tahun 2013 paling banyak pada kelompok usia 45 54 tahun (30,26%), pasien baru yang menjalani hemodialisis jumlahnya 15128 dan pasien yang aktif menjalani hemodialisis 9396. Data tersebut menunjukan peningkatan jumlah pasien hemodialisis di Indonesia (PENEFRI, 2014). Data dari Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang pada tahun 2017 jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisis sebanyak 52 pasien. Salah satu fungsi dari hemodialisis untuk mengobati ketidakseimbangan cairan dan membantu mengontrol penyakit ginjal stadium akhir serta mencegah kematian pada pasien gagal ginjal kronik yang biasanya dilakukan 3 kali seminggu, lama durasi 3 sampai 5 jam, bergantung pada jenis dialisa dan kondisi kesehatan pasien, diantara dua waktu dialisis pasien akan mengalami masalah penumpukan cairan dialisis karena di Indonesia hemodialisis tidak dilakukan setiap hari (Buss & Labus, 2013; Price & Wilson, 2013; Ardiyanti, Armiyati, & Arif, 2015). Pasien tetap harus menjaga asupan cairan yang masuk kedalam tubuh disela hari perawatan hemodialisis. Akibat dari pembatasan asupan cairan yang masuk dalam tubuh pasien akan merasa haus dan rasa haus adalah

3 keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan cairan, rasa haus yang biasa muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295 mosm/kgr (Suyatni, Armiyati, & Mustofa, 2016; Mubarak & Chayatin, 2007 dalam Ardiyanti, Armiyati, & Arif, 2015). Hal ini yang mengakibatkan pasien tidak patuh pada diet pembatasan asupan cairan dan pasien akan mengalami kelebihan cairan dalam tubuhnya atau disebut overhidrasi. Overhidrasi akan mengakibatkan beban ginjal meningkat dan menimbulkan komplikasi serta menurunkan kualitas hidup pasien. Over hidrasi bisa terjadi karena intake cairan yang berlebihan. Intake cairan yang berlebihan dapat terjadi karena pasien tidak dapat menahan rasa haus. Maka rasa haus harus dapat dikurangi agar pasien patuh pada diet pembatasan asupan cairan (Suyatni, Armiyati, & Mustofa, 2016). Rasa haus dapat dikurangi dengan berbagai cara, yaitu dengan menyikat gigi, menghisap es batu, berkumur, mengunyah permen karet atau permen mint dan menggunakan frozen grapes atau buah yang dibekukan (Solomon, 2006 dalam Suyatni, Armiyati, & Mustofa, 2016). Penelitian Ardiyanti, Armiyati, & Arif (2015) menunjukkan bahwa ada pengaruh berkumur dengan obat kumur rasa mint atau obat kumur rasa mint mampu menurunkan rasa haus pasien PGK yang menjalani hemodialisis di SMC RS Telogorejo Semarang dengan nilai p value dari uji Wilcoxon yaitu 0,001. Obat kumur dapat digunakan untuk mengurangi rasa haus karena obat kumur adalah cairan yang dapat membantu memberikan kesegaran mulut dan nafas serta menghilangkan dan membersihkan mulut dari organisme penyebab yang dianggap sebagai pencetus kelainan atau penyakit di dalam mulut. Kandungan mentol dalam obat kumur dapat merangsang sekresi air maupun lendir dan memberikan rasa segar didalam mulut (Asdar, 2007 dalam Suyatni, Armiyati, & Mustofa, 2016). Penelitian Suyatni, Armiyati, & Mustofa (2016) didapatkan nilai p value 0,004 < α (0,005) sehingga dapat disimpulkan ada

4 perbedaan efektifitas antara berkumur dengan obat kumur dan mengulum es batu dimana berkumur dengan obat kumur lebih efektif dibandingkan dengan mengulum es batu. Kesimpulan dari penelitian Suyatni, Armiyati, & Mustofa (2016) bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa berkumur dengan obat kumur lebih efektif dalam menurunkan rasa haus dibandingkan dengan mengulum es batu, hal ini dapat dilihat pada mean masing masing variabel dimana berkumur dengan obat kumur memiliki mean atau rata-rata 1,8667 penurunan lebih tinggi dibandingkan dengan mengulum es batu dengan mean 1,3125. Penelitian yang sudah ada belum menjelaskan berapa lama berkumur dengan obat kumur dapat menahan rasa haus yang dialami pasien. Lama waktu pasien dapat menahan rasa haus setelah berkumur dengan obat kumur dapat menjadi alternatif pilihan intervensi yang sesuai untuk pasien. Melihat fenomena pasien PGK yang menjalani perawatan hemodialisis dan kedua hasil penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian tentang lama waktu menahan rasa haus setelah berkumur dengan obat kumur pada pasien yang menjalani hemodialisis. Peneliti tertarik karena pada penelitian sebelumnya belum meneliti berapa lama pasien dapat menahan rasa haus dan hal tersebut dapat memberikan manfaat pada pasien PGK untuk mencegah komplikasi yang akan terjadi akibat tidak patuh dalam menjalankan diet pembatasan cairan. B. Rumusan masalah Diet pembatasan cairan yang masuk dalam tubuh sangat penting pada pasien PGK untuk mencegah overhidrasi dan komplikasi lain yang dapat muncul, konsekuensi dari diet pembatasan cairan yang masuk dalam tubuh yaitu pasien akan merasa haus, maka petugas kesehatan melakukan penelitian untuk mengurangi rasa haus yang muncul pada pasien PGK. Salah satu metode yang sudah diteliti adalah berkumur menggunakan obat

5 kumur. Penelitian Ardiyanti, Armiyati, & Arif (2015) serta penelitian Suyatni, Armiyati, & Mustofa (2016) sebelumnya menyimpulkan bahwa berkumur dengan obat kumur efektif untuk mengurangi rasa haus. Berkumur dengan obat kumur sangat direkomendasikan oleh peneliti sebelumnya untuk mengurangi rasa haus pada pasien PGK, namun penelitian sebelumnya belum meneliti lama waktu menahan rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik setelah berkumur dengan obat kumur yang menjalani hemodialisis. Rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah lama waktu menahan rasa haus setelah berkumur dengan obat kumur pada pasien yang menjalani hemodialisis di RS Roemani Muhammadiyah Semarang? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggambarkan lama waktu menahan rasa haus setelah berkumur dengan obat kumur pada pasien yang menjalani hemodialisis di RS Roemani Muhammadiyah Semarang. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini, antara lain : a. Mendiskripsikan rasa haus sebelum dan setelah berkumur dengan obat kumur pada pasien yang menjalani hemodialisis di RS Roemani Muhammadiyah Semarang. b. Mendiskripsikan lama waktu menahan rasa haus setelah berkumur dengan obat kumur pada pasien yang menjalani hemodialisis di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

6 D. Manfaat penelitian 1. Bagi instansi kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan untuk menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO) manajemen rasa haus pada pasien PGK yang menjalani diet pembatasan cairan. 2. Bagi perawat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu strategi untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien PGK yang menjalani diet pembatasan cairan. 3. Bagi perkembangan ilmu Hasil penelitian ini dapat dijadikan aset ilmu di bidang keperawatan dan digunakan untuk mengembangkan penelitian sejenis di masa yang akan datang. E. Bidang ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan medikal bedah. F. Keaslian penelitian Penelitian ini memiliki nilai keaslian. Berikut ini akan dijelaskan alasan mengapa penelitian ini memiliki nilai keaslian. Tabel 1.1 Keaslian penelitian Nama Peneliti Tahun Penelitian Judul Penelitian Penelitian Hasil Penelitian Arfany, Armiyati & Kusuma 2014 Efektifitas mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus pada pasien Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD Metode penelitian quasy eksperiment dengan rancangan penelitian two group pra post test design. Hasil penelitian dengan Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan efektifitas mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu terdapat penurunan rasa haus dimana mengulum es batu lebih efektif dibandingkan dengan mengunyah permen karet rendah gula

7 Nama Peneliti Tahun Penelitian Judul Penelitian Tugurejo Semarang. Penelitian Hasil Penelitian dengan p value 0,000. Ardiyanti, Armiyati & Arif 2015 Pengaruh kumur dengan obat kumur rasa mint terhadap rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialis di SMC RS Telogorejo. penelitian quasi experiment dengan rancangan penelitian one group pre post test design. Hasil uji wilcoxon menunjukan terdapat pengaruh kumur dengan obat kumur rasa mint atau obat kumur rasa mint mampu menurunkan rasa haus pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dengan p value 0,001. Suryono, Armiyati & Mustofa 2016 Efektifitas mengulum es batu dan berkumur air matang terhadap penurunan rasa haus pasien penyakit ginjal kronik (PGK) di RSUP Dr. Kariadi Semarang penelitian quasy experiment dengan rancangan penelitian two group prepost test design. Hasil analisis dengan Mann Whitney menunjukkan kedua metode, baik mengulum es batu maupun berkumur air matang sama efektifnya terhadap penurunan rasa haus pasien PGK dengan p value 0,374. Suyatni, Armiyati & Mustofa 2016 Efektifitas berkumur dengan obat kumur dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RS. Roemani Muhammadiyah Semarang penelitian Quasi Experiment dengan rancangan pre test dan post test desain. Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney didapatkan nilai p value 0,004 < α (0,005) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas antara berkumur dengan obat kumur dan mengulum es batu dimana berkumur dengan obat kumur lebih efektif dibandingkan dengan mengulum es batu. Letak perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel dependent. Variabel dependent penelitian ini yaitu lama waktu menahan rasa haus setelah berkumur dengan obat kumur pada pasien yang

menjalani hemodialisis di RS Roemani Muhammadiyah Semarang. penelitian ini adalah post test only design. 8