1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga pemerintahan. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban suatu instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya (Halim, 2007). Governmental Accounting Standards Board (1999) dalam Concepts Statement Nomor 1 tentang Objectives of Financial Reporting mendefinisikan akuntabilitas sebagai dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Salah satu bentuk pertanggungjawaban publik yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas 1
2 dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (PP No. 71 Tahun 2010). Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 untuk menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Perubahan mendasar pada peraturan tersebut adalah transformasi basis akuntansi dari basis kas ke basis akrual. Melalui pelaporan berbasis akrual, stakeholder dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan perubahannya sehingga dapat diukur kapasitas yang sebenarnya. Sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual juga memungkinkan pemerintah mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumber daya masa depan dan pengelolaan yang baik atas sumber daya tersebut. Informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan harus bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan para pemakai. Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut relevan dan dapat diandalkan oleh pemakai dalam mengambil keputusan (Shahwan, 2008). Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan memenuhi 4 (empat) karakteristik kualitatif yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yakni relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Penilaian atas kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan melaksanakan audit secara periodik. Hasil penilaian BPK dinyatakan dalam 4 (empat) bentuk opini yaitu Wajar Tanpa
3 Pengecualian ( WTP) termasuk Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP -DPP), Wajar Dengan Pengecualian ( WDP), Tidak Wajar ( TW), dan Tidak Memberikan Pendapat ( TMP). Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas pengendalian internal (BPK, 2014). Gambar 1.1. Perkembangan Opini LKPD se-bali Tahun 2005 s/d 2014 Kualitas LKPD se-bali selama 10 (sepuluh) tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan seperti terlihat pada Gambar 1.1. Indikatornya adalah hasil audit BPK terhadap LKPD Provinsi, Kabupaten/Kota se-bali tahun 2014 yang menyatakan bahwa dari 10 (sepuluh) pemerintah daerah yang ada sebanyak 7 (tujuh) pemerintah daerah memperoleh opini WTP sedangkan 3 (tiga)
4 pemerintah daerah memperoleh opini WDP. Kondisi ini menggambarkan pemerintah daerah berhasil meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. Tren meningkatnya kualitas laporan keuangan tidak diikuti oleh 3 (tiga) kabupaten yang lain, yaitu Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Bangli. Pada Tabel 1.1. terlihat dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir ketiga kabupaten ini mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Khusus untuk Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Bangli pernah mendapatkan opini TMP masing-masing atas laporan keuangan tahun 2010 dan 2013. Kondisi ini mencerminkan ketiga kabupaten tersebut masih memerlukan banyak perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tertuang dalam setiap laporan hasil pemeriksaan BPK. No Pemerintah Daerah Sumber: data diolah, 2016 Tabel 1.1. Rincian Opini LKPD se-bali Tahun 2005 s/d 2014 Opini LKPD 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 Provinsi Bali WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP WDP WTP WTP 2 Kabupaten Badung WDP WDP WDP TMP WDP WDP WTPDPP WTP TW WTP 3 Kabupaten Bangli WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP TMP WDP 4 Kabupaten Buleleng WDP WDP WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP WTP 5 Kotamadya Denpasar WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WTP WTP WTP 6 Kabupaten Gianyar WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WTP 7 Kabupaten Jembrana WDP WDP WDP TMP TW TW WDP WDP WDP WTP 8 Kabupaten Karangasem WDP WDP WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP WDP 9 Kabupaten Klungkung WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP 10 Kabupaten Tabanan WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP TMP WDP WTPDPP Besarnya potensi kerugian daerah berkontribusi terhadap penilaian BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK-RI Semester II Tahun 2014 diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Karangasem mengalami kerugian daerah yang paling besar dibandingkan dengan Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Bangli, yaitu sebesar Rp2.223,58 Juta.
5 Sedangkan Kabupaten Klungkung mengalami kerugian daerah sebesar Rp374,66 Juta dan Kabupaten Bangli sebesar Rp455,38 Juta. Atas kondisi tersebut maka Pemerintah Kabupaten Karangasem dipilih sebagai tempat penelitian kualitas laporan keuangan. Salah satu permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah saat ini untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah terbatasnya sumber daya manusia yang kompeten dan profesional. Penerapan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual menghadirkan permasalahan baru, mulai dari kebijakan akuntansi sampai dengan teknis analisa suatu transaksi. Treatment tepat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut tidak dapat dilakukan oleh pegawai yang tidak memiliki pengetahuan akuntansi (Indriasari, 2 008). Sejalan dengan Halim (2014) yang menyatakan bahwa penyiapan dan penyusunan laporan keuangan yang berkualitas memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi serta menguasai akuntansi pemerintahan Penelitian mengenai pentingnya kapasitas SDM dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan hasil yang bervariasi. Choirunisah (2008), Irwan (2011), Wansyah (2012), Yudianta (2012), Diani (2014), Ihsanti (2014), Mahaputra (2014), dan Nurillah (2014) membuktikan secara empiris bahwa sumber daya manusia berpengaruh positip dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Darwanis (2009), Hullah (2012), dan Sugandi (2014) membuktikan sumber daya manusia berpengaruh positip dan signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh Ponamon (2014) bahwa
6 kapasitas SDM tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Indriasari (2008) menyatakan kapasitas SDM tidak berpengaruh signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Winidyaningrum (2010) membuktikan sumber daya manusia berpengaruh positip signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah namun tidak berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah bertambah dengan meningkatnya jumlah anggaran dari tahun ke tahun. Meningkatnya jumlah transaksi harus sejalan dengan meningkatnya kemampuan pemerintah daerah mengelola keuangan daerahnya masing-masing (Sugijanto, 2002). Seiring dengan diberlakukannya penyusunan laporan keuangan berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa penerapannya memerlukan sarana pendukung berupa teknologi informasi yang berbasis sistem. Macmillan (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dapat mempersingkat penyesuaian penerapan pelaporan keuangan berbasis akrual. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 yang mewajibkan setiap pemerintah daerah menerapkan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) dalam mengelola keuangan daerah. Penelitian tentang penerapan SIKD telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan kontroversi hasil. Yuliani (2010), Wansyah (2012), Yudianta (2012), Mahaputra (2014), dan Nurillah (2014) membuktikan secara empiris pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positip dan signifikan terhadap kualitas laporan
7 keuangan. Darwanis (2009), Hullah (2012), dan Sugandi (2014) menyatakan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh signifikan terhadap keterandalan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (2008) dan Winidyaningrum (2010) menunjukkan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh signifikan terhadap keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian berbeda ditunjukkan Diani (2014) dan Ihsanti (2014) yang membuktikan sistem informasi akuntansi keuangan daerah tidak berpengaruh signifikan positip terhadap kualitas laporan keuangan. Govindarajan (1988) menyatakan bahwa pendekatan kontinjensi dapat digunakan sebagai solusi atas ketidakkonsistenan hasil-hasil riset sebelumnya. Pendekatan kontinjensi memberikan pandangan bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dipengaruhi oleh variabel yang bersifat kondisional, diantaranya komitmen organisasi dan sistem pengendalian intern. Komitmen organisasi adalah suatu tingkat keyakinan sejauh mana seseorang memihak pada suatu organisasi tertentu yang tujuannya berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu (Ikhsan, 2011). Sedangkan sistem pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan dan sasaran organisasi telah dicapai (Mahmudi 2011). Kedua konsep tersebut menggambarkan bahwa komitmen organisasi merupakan faktor internal (internal side) dalam diri setiap pegawai yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai bersangkutan dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Sedangkan sistem pengendalian intern merupakan faktor
8 eksternal (eksternal side) yang dirancang untuk dilaksanakan oleh setiap pegawai agar tujuan dan sasaran organisasi dapat tercapai secara efektif dan efesien. Mengacu pada 2 (dua) konsep di atas, komitmen organisasi dan sistem pengendalian intern kemungkinan dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh kapasitas SDM dan penerapan SIKD pada kualitas laporan keuangan. Berdasarkan atas permasalahan tersebut, peneliti ingin menguji kemampuan komitmen organisasi dan sistem pengendalian intern memoderasi pengaruh kapasitas SDM dan penerapan SIKD pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem. Penggunaan variabel moderasi yaitu komitmen organisasi dan sistem pengendalian intern selain sebagai opsi jawaban atas kontroversi hasil penelitian sebelumnya sekaligus juga yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1) Apakah komitmen organisasi memoderasi pengaruh kapasitas SDM pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem? 2) Apakah sistem pengendalian intern memoderasi pengaruh kapasitas SDM pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem? 3) Apakah komitmen organisasi memoderasi pengaruh penerapan SIKD pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem?
9 4) Apakah sistem pengendalian intern memoderasi pengaruh penerapan SIKD pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mendapatkan bukti empiris kemampuan komitmen organisasi memoderasi pengaruh kapasitas SDM pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem. 2) Untuk mendapatkan bukti empiris kemampuan sistem pengendalian intern memoderasi pengaruh kapasitas SDM pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem. 3) Untuk mendapatkan bukti empiris kemampuan komitmen organisasi memoderasi pengaruh penerapan SIKD pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem. 4) Untuk mendapatkan bukti empiris kemampuan sistem pengendalian intern memoderasi pengaruh penerapan SIKD pada kualitas LKPD Kabupaten Karangasem.
10 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori khususnya untuk menguji teori hubungan antara kapasitas SDM, penerapan SIKD, komitmen organisasi, dan sistem pengendalian intern pada kualitas laporan keuangan. 2) Dapat memberikan tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi khususnya mengenai kemampuan komitmen organisasi dan sistem pengendalian intern memoderasi pengaruh kapasitas SDM dan penerapan SIKD pada kualitas laporan keuangan. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Memberi tambahan informasi kepada pengguna laporan keuangan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan. 2) Memberi sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan demi terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah daerah 1.4.3 Manfaat Kebijakan Manfaat kebijakan berhubungan dengan manfaat bagi regulator yang mengeluarkan kebijakan untuk kepentingan publik. Manfaat kebijakan dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi pemerintah selaku penyusun
11 regulasi dalam menyempurnakan peraturan yang ada khususnya untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan.