BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih cukup tinggi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) (2014) penggunaan. kontrasepsi modern telah meningkat tidak signifikan dari 54% pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu sekitar 258 juta jiwa (United Nations, 2015). Dalam kurun

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. keterbatasan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang.perserikatan Bangsa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu. Kehamilan dan kelahiran yang lebih sedikit dan jarak kelahiran yang lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan) yang lebih rendah. Salah satu target MDGs adalah akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang salah satu indikatornya adalah peningkatan angka prevalensi pemakaian kontrasepsi (CPR), yang didefinisikan sebagai penggunaan kontrasepsi saat ini (metode apapun) di antara perempuan menikah usia 15-49 tahun. Negaranegara di bagian timur dan timur laut Asia (dengan data yang tersedia) memiliki CPR di atas 50%. Berdasarkan data tahun terbaru yang tersedia di setiap negara, CPR terendah terdapat di Afghanistan (23%, 2008), Pakistan (27%, 2008), Samoa (29%, 2009) dan Timor-Leste (22%, 2010). (UNESCAP, 2011). Di Indonesia prevalensi pemakaian kontrasepsi masih rendah dan bervariasi antar propinsi, status ekonomi, tingkat pendidikan, dan desa-kota. Bila dilihat hasil SDKI 2002-2003 dan 2007, CPR (cara modern) tidak menunjukkan peningkatan yang berarti, yaitu dari 56,7% menjadi 57,4%, dan menurun menjadi 55,85% pada tahun 2010. Untuk jenis alat KB yang digunakan secara nasional, didominasi dengan cara

suntik (32,3%), selanjutnya pil (12,8%) (Riskesdas 2010, BkkbN 2011a). Persentase pemakaian alat/cara KB di Indonesia tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.1. 35 30 25 20 15 10 5 0 32,3 12,8 0,9 1,1 3,9 1,6 0,1 Pil Suntik Kondom Implan AKDR MOW MOP Gambar 1.1 Persentase Perempuan Kawin Usia 10-49 Tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB Menurut Jenis Alat/Cara KB (Sumber : Riskesdas 2010) Mengingat bahwa pemakaian alat kontrasepsi pada perempuan kawin usia 15-49 tahun masih menunjukkan perkembangan yang cukup lambat, bahkan menurun pada tahun 2010 maka pelayanan KB oleh Pemerintah memang perlu ditingkatkan, tidak saja dalam upaya pengendalian pertumbuhan penduduk, melainkan juga karena KB merupakan bagian dari kesehatan reproduksi yang dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu (Bappenas, 2007). Meningkatkan kesehatan ibu merupakan salah satu dari delapan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang diadopsi pada KTT Milenium 2000. Target utama adalah untuk mengurangi rasio kematian ibu (AKI) sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015. Menurut data terbaru yang dirilis PBB perkiraan jumlah global kematian ibu dan angka kematian ibu turun sebesar sepertiga sejak 1990. Meskipun ada kemajuan yang signifikan di seluruh wilayah berkembang, penurunan persentase

rata-rata tahunan AKI global adalah 2,3%, kurang dari target MDG sebesar 5,5%. Tingkat penurunan tahunan sebesar 1,7% di Afrika Sub Sahara, di mana tingkat kematian ibu paling tinggi, lebih lambat daripada di wilayah lain (Childinfo, 2011). AKI di dunia pada tahun 1990 adalah sebesar 400 per 100.000 kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di Afrika Sub Sahara (640), diikuti Asia Selatan (290), dibandingkan dengan Amerika Latin dan Karibia (85), Amerika Utara (23) dan di Eropa (10) (Childinfo, 2011). Di Asia Tenggara AKI rata-rata 164, yang tertinggi adalah di Republik Rakyat Demokratik Laos (580), Timor-Leste (370) dan Kamboja (290), dan negara-negara dengan nilai yang relatif rendah, Singapura (9), Brunei Darussalam (21) dan Malaysia (31) (UNFPA, 2011; UNESCAP, 2011). Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi akibat komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani, masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Dengan kondisi ini, pencapaian target MDGs untuk AKI akan sulit dicapai. BPS memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 tersebut adalah 102. Pencapaian target MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya (Bappenas, 2007, 2010).

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklampsia (25%), partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Risiko kematian meningkat, bila ibu menderita anemia, kekurangan energi kronik dan penyakit menular. Aborsi yang tidak aman bertanggung jawab pada 11 persen kematian ibu di Indonesia. Aborsi yang tidak aman ini biasanya terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) (Bappenas, 2007). Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari adanya empat terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua (usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran (jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun). Kondisi kehamilan yang tidak ideal (kehamilan dengan 4 terlalu) saat ini di Indonesia berdasarkan hasil SDKI 2007, seperti yang disampaikan Kepala BkkbN pada Pertemuan Tahunan PKMI Tahun 2010, yaitu : kehamilan yang terlalu muda 3% ; kehamilan yang terlalu tua 4,7% ; jarak kehamilan terlalu dekat 5,5% ; kehamilan yang terlalu banyak 8,1%. (BkkbN, 2009a; Syarief, 2010). Salah satu upaya untuk mengendalikan kehamilan dengan 4 terlalu adalah dengan program KB. Program KB membantu individu/pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kehamilan/persalinan yang diinginkan, mengatur jarak antar kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 tercantum salah satu programnya adalah meningkatnya penggunaan

metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (Intra Uterine Device), implant (susuk) dan sterilisasi. Dapat dilihat dari indikator program Keluarga Berencana seperti yang tercantum dalam RPJM tersebut antara lain : persentase peserta KB baru MKJP dengan target 12,5 % (tahun 2011) dan 12,9 % (tahun 2012), kemudian persentase peserta KB aktif MKJP 25,1 % (tahun 2011) dan 25,9 % (tahun 2012) (BkkbN, 2011a). Secara global, prevalensi pemakaian kontrasepsi jangka panjang khususnya MOW dan IUD cukup tinggi, masing-masing 33,7% dan 25,6%, dibandingkan MOP (4,2%) dan Implant (1%). Dalam 3 dekade terakhir MOW mencakup sepertiga dari metode kontrasepsi modern yang dipakai di Asia (yang terbanyak di India dan Cina) dan Amerika Latin, juga merupakan metode kontrasepsi terbanyak di Amerika Utara. Data terakhir prevalensi MOW di Asia (39%), Amerika Latin (38%), Amerika Utara (31%), Oseania (24%), dan di Afrika (7,5%). Sedangkan untuk pemakaian IUD >80% akseptor (140 juta wanita) ada di Asia, di Eropa 1 dari 5 wanita yang memakai KB modern memilih IUD, tetapi di Amerika Serikat IUD tidak banyak dipakai. Prevalensi pemakaian IUD di Asia (29%), Eropa (21%), Afrika (19%), Amerika Latin (11%), Amerika Utara (7%), dan di Oseania (2%) (Earth Policy Institute, 2012). Di Amerika Serikat, kondom dan pil kontrasepsi adalah metode kontrasepsi reversible yang paling banyak digunakan, walaupun kondom memiliki angka kegagalan sekitar 15-18% dan pil memiliki angka kegagalan sekitar 8-9%, dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki angka kegagalan <1%. Berdasarkan hasil survei pertumbuhan keluarga nasional (National

Survey of Family Growth) terbaru, dari semua wanita berusia 19-44 tahun yang memakai alat kontrasepsi di Amerika hanya ada 5,5% yang menggunakan IUD dibandingkan 27% di Norwegia dan 30% di Cina, sedangkan yang memakai metode sterilisasi adalah 22,8%, dan implant sebesar 0,7%. Beberapa penyebab rendahnya pemakaian IUD di Amerika antara lain adalah kurangnya provider terlatih, tingginya biaya awal pemakaian, dan ketidakakuratan pengetahuan dan sikap tentang IUD di antara dokter dan pasien (Stoddard, 2011). Hasil penelitian Alemayehu, dkk (2011) di Etiopia prevalensi pemakaian MKJP 12,3% (87% di antaranya memakai Implant, 13 % IUD, dan tidak ada akseptor MOW). Alasan utama tidak menggunakan MKJP adalah karena sudah menggunakan metode KB yang lain (93,3%), timbulnya efek samping (3,9%), tidak diijinkan suami dan alasan kesehatan (1,6%), serta tidak tersedianya pelayanan MKJP (1,3%). Kondisi saat ini di Indonesia, berdasarkan data BkkbN (2010), antara lain : 1) Prevalensi pemakaian kontrasepsi masih rendah dan cenderung pada pemakaian alat kontrasepsi bersifat hormonal dan jangka pendek. 2) Kesertaan KB MKJP cenderung rendah dari 14,6 % (SDKI 2002/2003) turun menjadi 10,9 % (SDKI 2007). 3) Tingkat putus pakai kontrasepsi tinggi, yaitu 20% (SDKI 2002/2003) meningkat menjadi 26% (SDKI 2007). Beberapa alasan drop out, antara lain : 1) takut efek samping (10%); 2) ingin hamil (5%); 3) preferensi terhadap suatu metode alat KB (5%); 4) biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekwensi hubungan seksual yang jarang (3%); 5) kegagalan alat KB (2%); 6) ganti cara (13%) (Purwoko, 2011).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, ditemukan bahwa 46,4 persen perempuan pernah kawin berusia 10-49 tahun adalah pengguna KB dengan metode jangka pendek (pil dan suntik), 8,8 persen dengan metode jangka panjang (IUD, implant, MOP, MOW). Provinsi pengguna cara KB dengan metode jangka panjang bervariasi dari yang tertinggi di Provinsi Bali (23,1%), dan terendah di Provinsi Papua Barat (2,5%). Sedangkan di Sumatera Utara pengguna metode jangka panjang sebesar 7,1 % dan yang menggunakan metode jangka pendek sebesar 29,8%. 50 40 30 20 10 0 46,4 8,8 3,5 44,2 Metode jangka pendek Metode jangka panjang Tradisional Tidak ber-kb Gambar 1.2 Persentase Perempuan Kawin Umur 10-49 Tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB (Sumber : Riskesdas 2010) Data pada Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2010, jumlah PUS di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebanyak 21.689 orang, dan yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yaitu AKDR/IUD, Implan, atau Metode Operasi Pria (Vasektomi) serta Metode Operasi Wanita (Tubektomi) ada sebanyak 2412 orang (11,12%). Di Kecamatan Doloksanggul jumlah PUS ada sebanyak 4975 orang, sedangkan yang memakai MKJP hanya ada

sebanyak 383 orang (7,7%). Kecamatan Doloksanggul adalah ibukota dari Kabupaten Humbang Hasundutan yang merupakan kabupaten baru, hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan dengan jumlah penduduk tahun 2011 sebanyak 171.650 jiwa dan jumlah KK sebanyak 39.011 KK. Sebagai kabupaten yang baru berdiri, Kabupaten Humbang Hasundutan menghadapi banyak permasalahan yang harus segera ditangani termasuk masalah kependudukan dan keluarga berencana. Penggunaan dan pemilihan alat/obat kontrasepsi pada wanita usia subur dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden memilih alat kontrasepsi non MKJP, kemudian umur ibu, jumlah anak hidup, pendidikan, pengetahuan, pandangan suami terhadap KB, dukungan petugas kesehatan, dan ketersediaan alat kontrasepsi merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap pemakaian dan pemilihan jenis alat kontrasepsi. Tetapi ada hal yang menarik bahwa jumlah anak hidup, agama, dan pandangan suami terhadap program KB tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang (Purba, 2008; Rahayu, dkk, 2009; Kusumaningrum, 2009). Penelitian Murti (2009), ada hubungan antara tempat tinggal, umur ibu, status ekonomi, pengetahuan tentang KB modern, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jumlah anak ideal, jumlah anak yang pernah dilahirkan, dan jumlah anak hidup dengan pemakaian MKJP. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Desa Sigalogo Kecamatan Onan Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan, dari 20 orang ibu PUS ditemukan

sebanyak 13 orang (65,0%) bukan merupakan akseptor KB dan 7 orang (35,0%) yang akseptor KB memakai kondom 1 orang (5,0%), implant 3 orang (15,0%) dan MOW 3 orang (15,0%). Dari 6 orang yang memakai MKJP, 5 orang (83%) berusia > 35 tahun dan 1 orang (17%) berusia < 30 tahun. Ketika ditanya pengetahuannya tentang MKJP ternyata banyak yang tidak tahu sebanyak 12 orang (60,0%). Beberapa alasan tidak menggunakan alat KB, khususnya MKJP antara lain : 1) suami/keluarga tidak mendukung (30%); 2) takut terhadap efek samping alat KB (20,0%); 3) anak adalah pemberian Tuhan sehingga tidak boleh dibatasi jumlahnya (15,0%); dan 4) belum mempunyai anak laki-laki/perempuan (15%). Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mencoba untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. 1.2 Permasalahan Masih rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS di Kecamatan Doloksanggul (7,7% tahun 2010) dan belum diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012.

1.4 Hipotesis Ada pengaruh karakteristik responden (umur, jumlah anak hidup), pengetahuan, persepsi nilai anak, dukungan suami, dan ada/tidaknya KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi petugas kesehatan dan KB guna meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KB khususnya MKJP di Kecamatan Doloksanggul dan Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan referensi dalam hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS. 3. Bagi peneliti, menambah pengalaman meneliti dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat. 1) jangka panjang, seperti implant (susuk KB), AKDR, dan Metode kontrasepsi mantap (MOW/MOP). 2) Faktor predisposisi (predisposing) adalah faktor-faktor yang mempermudah PUS untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang dilihat dari karakteristik PUS yang mencakup umur, pendidikan, pekerjaan, budaya, pengetahuan, sikap, dan tindakan PUS terhadap perilaku KB jangka