BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross (BX)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

SAPI RAMBON (Trinil Susilawati, Fakultas peternakan Universitas Brawijaya)

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Sapi Brahman Cross

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javamicus/bibos banteng atau

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Permintaan daging sapi terus meningkat seiring pertumbuhan

TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla. Bos indicus Bos sondaicus

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama peternakan kita sampai saat ini bertumpu pada

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Sapi

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum :

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Potong. potong adalah daging. Tinggi rendahnya produksi penggemukan tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com)

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan 85% kebutuhan kulit untuk sepatu. Sapi adalah salah satu genus dari Bovidae. Ternak atau hewanhewan lainnya yang termasuk famili ini ialah bison, banteng (Bibos), kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan Anoa (Pane I., 1993). Sapi sebagai hewan ternak belum bisa diketahui secara pasti kapan mulai diternakkan, sebab setiap daerah atau negara mempunyai perkembangan yang berbeda. Mesir misalnya, 8000 tahun SM telah mengenal sapi peliharaan, demikian pula Mesopotamia dan India. Tetapi didaerah Eropa dan Cina baru diketahui sekitar 6000 tahun SM (Anonim, 1991). Sapi berdasarkan sejarahnya, semua bangsa yang dikenal berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada zaman Palaeocene. Adapun jenis primitifnya ditemukan pada zaman Pliocene di India, Asia. Perkembangan dari jenis-jenis primitif itulah yang sampai sekarang menghasilkan tiga kelompok nenek moyang sapi hasil penjinakkan yang dikenal sampai sekarang ini ( Murtidjo, 1990). Menurut Murtidjo (1990), Sapi-sapi yang sekarang ada dan tersebar hampir diseluruh dunia saat ini dihasilkan dari jenis primitif. Sapi-sapi jenis primitif tersebut adalah golongan :

a. Bos Sondaicus (Bos Banteng), golongan ini merupakan sumber asli sapisapi Indonesia. b. Bos Indicus, adalah Zebu (sapi berpunuk) inilah yang sekarang berkembang di India sebagian di Indonesia. Contohnya Sapi Ongole an American Brahman. c. Bos Taurus, adalah jenis sapi yang menjadi sapi potong dan perah di Eropa. Golongan sapi ini kini telah tersebar diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Tiga kelompok nenek moyang sapi tersebut, baik secara alamiah maupun karena adanya campur tangan manusia berhasil mengalami perkembangan hasil perkawinan atau persilangan yang menurunkan bangsa-bangsa sapi modern baik tipe potong-perah, tipe potong-kerja, tipe perah, maupun tipe potong-murni (Murtidjo, 1990). B. Bangsa dan Taksonomi Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Bangsa sapi potong yang ada di Indonesia antara lain bangsa Sapi Bali, Madura, Jawa, Peranakan Ongole, Pesisir, Hissar, dan Sapi hasil persilangan (Brahman Cross, Brahman Angus, Simmental Peranakan Ongole, dan Limousin Peranakan Ongole). Adapun bangsa sapi mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Fillum Subfillum Kelas : Chordata : Vertebrata : Mamalia

Sub kelas Ordo Subordo Famili Genus Spesies : Theria : Artiodactyla : Ruminantia : Bovidae : Bos : Bos Sondaicus (Bos Banteng), Bos Indicus (Sapi Zebu), Bos Taurus (Sapi Eropa). (Ngadiyono 2012) C. Sapi Potong Ternak sapi yang akan dipelihara haruslah sesuai dengan tujuan usaha peternakan yang dilaksanakan. Tipe ternak yang akan dipelihara untuk menghasilkan susu dipilih sapi tipe perah, untuk menghasilkan daging dipilih sapi tipe potong, untuk tenaga kerja dipilih sapi tipe kerja. Bangsa-bangsa sapi di Indonesia bukan merupakan tipe potong asli, tetapi merupakan tipe dwiguna yakni tipe kerja dan daging. Menurut Santosa (2008), ciri-ciri sapi tipe pedaging adalah : Laju pertumbuhannya cepat. Tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat atau balok. Kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan. Cepat mencapai dewasa. Efisiensi pakannya tinggi. Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Madura. Selain sapi-sapi lokal ada juga sapi potong yang berasal dari luar negeri atau sapi import seperti : sapi

Hereford, sapi Shorthon, sapi Arbeden Angus, sapi Brahman (Purwadi, dkk 2005). D. Sapi Peranakan Ongole Sapi Ongole berasal dari sebelah utara Madras India, sapi ini dapat mentoleransi daerah dengan temperatur paling tinggi 40,4 0 C dan terendah 17,9 0 C dengan curah hujan 30-35 inchs. Warna kulit umumnya putih tetapi pada bagian pinggul, leher dan sebagian kepala dari sapi berwarna keabu-abuan. Kulit tipis elastis dan bulu tumbuh dengan baik. Sapi ini mempunyai leher yang pendek, punggung besar dan panjang, pinggang luas. Untuk daerah-daerah tropis mempunyai sifat perkembangan reproduksi yang tegolong cepat dan mulai dapat dipekerjakan pada umur 2 tahun. Sapi Ongole ini di daerah asalnya dapat menghasilkan susu yang cukup tinggi untuk ukuran daerah tropis yaitu kira-kira 1.374 kg/laktasi. Tetapi diwilayah Indonesia jarang diambil susunya, sapi ini lebih diutamakan fungsinya ke daging dan untuk dijadikan sebagai ternak kerja (Anonim, 1983). Menurut Pane I. (1993), jenis Sapi Ongole berasal dari India dan Pakistan. Berat sapi jantan dewasa sekitar 550 Kg sedangkan untuk ukuran betinanya sekitar 350 Kg. Sapi ini adalah tipe pedaging dan pekerja. Tanduknya mencuat ke samping dan keatas serta melengkung ke dalam. Pada akhir abad ke-19, sapi ini masuk ke Indonesia dan khusus di pulau Sumba dimurikan untuk kebutuhan bibit sapi Ongole murni.

E. Reproduksi Menurut Soetarno (2000), reproduksi atau pengembangbiakan adalah suatu proses akan dihasilkannya individu baru akibat dari bersatunya atau ditunasinya sel telur dari ternak betina oleh sel sperma ternak jantan, baik kawin secara langsung (kawin alami), maupun secara inseminasi buatan. Reproduksi merupakan proses perkembangan suatu makhluk hidup, mulai saat bersatunya sel telur betina dengan mani jantan menjadi makhluk hidup baru yang disebut dengan zigot, disusul dengan kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran anak. Pada ternak proses produksi dimulai sejak hewan betina dan hewan jantan mencapai dewasa kelamin atau masa pubertas (Hardjosubroto, 1994). Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa (Toliehere, 1981). Tujuan manajemen reproduksi adalah untuk menghasilkan panen anak sapi/pedet (calf crop) yang tinggi dan memperoleh pedet dengan kualitas yang baik. Langkah-langkah dalam manajemen reproduksi menurut Ngadiyono (2012), adalah sebagai berikut : Persiapan, terutama pemilihan calon induk maupun pejantan yang akan digunakan. Pelaksanaan, meliputi deteksi birahi, penentuan saat yang tepat untuk dikawinkan, kebuntingan, kelahiran/partus, laktasi (menyusui), dan penyapihan.

F. Kinerja Reproduksi Sapi Betina Kinerja reproduksi merupakan suatu hal yang dapat memberikan gambaran tentang seberapa besar kemampuan reproduksi ternak sapi. Kinerja reproduksi dapat dilihat dari beberapah hal seperti birahi pertama, umur pertama kawin, Service per Conception (S/C) dan Calving Interval (CI) (Sukendar, 1995). Menurut Hardjosubroto (1980), Kinerja reproduksi suatu ternak dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain masa pubertas, S/C, CI, Conception Rate, kondisi lingkungan, teknik perkawinan dan bangsa ternak. a. Pubertas pubertas adalah umur atau waktu dimana organ-organ reperoduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakkan dapat terjadi (Bearden and Fuquay, 1997). Pubertas pada hewan betina ditandai dengan terjadinya estrus dan ovulasi. Pubertas pada sapi bervariasi menurut bangsa dan tingkat nutrisi, biasanya sapi dara akan mengalami pubertas pada umur 6 bulan sampai 18 bulan (Toliehere, 1985). Menurut Utomo (2003), pada kondisi tropis seperti di Indonesia dengan pakan normal banyak sapi-sapi dara mencapai pubertas saat berumur 18 bulan bahkan kadang bisa lebih awal tergantung bangsa dan berat tubuh sapi. Idealnya sapi-sapi dara diharapkan dapat menghasilkan anak untuk saat pertama sebelum umur 30 bulan. b. Calving Interval (CI) Menurut Peters and Ball (1985), Calving Interval atau dikenal dengan istilah jarak beranak adalah jumlah hari/ bulan antara kelahiran yang satu dengan

kelahiran berikutnya. Angka Calving Interval yang baik adalah tidak lebih dari 12 bulan. Faktor yang mempengaruhi Calving Interval adalah jarak kawin setelah melahirkan, lama bunting dan Service per conception (S/C), sedangkan menurut Utomo (2003) umumnya jarak beranak dapat dicapai pada 13 bulan. c. Estrus setelah beranak (Post Partum Estrous = PPE) Post Partum Estrous adalah birahi pertama setelah ternak mengalami proses melahirkan. Setelah melahirkan, ternak tidak begitu saja mempunyai siklus birahi yang normal, segera setelah melahirkan seekor induk akan mengalami laktasi dan involusi. Waktu yang diperlukan untuk involusi uterus pada sapi berkisar 30-50 hari. Involusi uterus pada sapi biasanya tercapai menjelang periode estrus pertama setelah melahirkan (Hardjoprajonto, 1995). d. Kawin setelah beranak (Post Partum Matting = PPM) Post Partum Matting adalah jarak waktu yang dibutuhkan oleh induk untuk dikawinkan kembali pertama kali setelah proses kelahiran (Hadi dan Ilham, 2003). Menurut Salisbury dan Vandemark (1985), mengungkapkan bahwa dalam usaha mencapai interval kelahiran yang optimal sebaiknya ternak dikawinkan kembali paling cepat 60 hari sesudah mengalami proses kelahiran, sebab pada saati itu jaringan reproduksi telah pulih kembali seperti semula (sebelum bunting). e. Efisiensi Reproduksi Paramater yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi reperoduksi yaitu, Service per Conception (S/C), CR dan CI dengan menggunakan data sekunder dari recording reproduksi (Susilawati, 2002).

Menurut Hardjosubroto (1994), efisiensi ternak sapi yang baik adalah 100%. Rumus efisiensi reproduksi (Gama II) adalah : Keterangan : ER= CI x (CZ) (UBP - 13,5) X 100% CI CZ UBP = Calving Interval = Littersize = Umur beranak pertama 13, 5 = Jarak beranak *untuk rumus standar Internasional dari Gimore, konstanta jarak beranak yang digunakan adalah 12. f. Service Per Conception (S/C) Service per Conception (S/C) merupakan jumlah perkawinan atau inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan. Semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi kesuburan induknya sebaliknya jika makin tinggi nilai S/C maka rendah nilai kesuburannya ( Salisbury dan Vandemark, 1985). Nilai S/C tergantung dari tingkat kesuburan jantan dan betinanya, waktu inseminasi dan teknik inseminasi yang digunakan. Manajemen reproduksi/ perkawinan yang umum diterapkan dalam usaha sapi potong sekarang ini adalah dengan teknologi Inseminasi Buatan (IB). IB merupakan proses memasukkan sperma jantan kedalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina menjadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasarnya adalah seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa (Hafez, 1993).

Menurut Toliehere (1985), Service per Conception (S/C) merupakan jumlah inseminasi per kebuntingan untuk membandingkan efisiensi relatif dan proses reproduksi dimana individu betina yang subur sampai terjadi kebuntingan dengan menggunakan semen dari pejantan yang unggul pula. Kisaran S/C yang normal adalah 1,6 2,0. G. Pemilihan Calon Bibit Dalam usaha pembibitan, kualitas induk dan pejantan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan. Untuk itu perlu dilakukan penentuan bangsa (breed) pejantan atau induk yang digunakan dalam pembibitan, melihat catatan (pedigree) dan penilaian bentuk luar atau performa (Judging). Bangsa yang digunakan harus sesuai tujuan usaha karena secara genetika, kemampuan ternak bervariasi. Dalam memilih bangsa, penting juga memperhatikan besar kecilnya ukuran tubuh ternak, terutama dalam usaha kawin silang, jangan sampai menimbulkan kesulitan pada saat beranak karena kesalahan dalam memilih pejantan, sehingga berakibat berat anak ketika lahir (berat lahir) terlalu besar. Menurut Ngadiyono (2012), pemilihan induk berdasarkan penampilannya sebagai berikut. 1. Berpostur tubuh baik, kaki kuat dan lurus. 2. Ambing/ puting susu normal, halus, kenyal, dan tidak ada infeksi atau pembengkakan. 3. Bulu halus mata bersinar. 4. Nafsu makan baik. 5. Alat kelamin normal, tanda-tanda berahi teratur.

6. Sehat, tidak terlalu gemuk dan tidak cacat. 7. Umur siap kawin (kurang lebih dua tahun). Menurut Ngadiyono (2012), pemillihan pejantan berdasarkan penampilannya, sebagai berikut : 1. Postur tubuh tunggi/ besar, dada lebar dan dalam. 2. Kaki kuat, lurus, dan mata bersinar. 3. Bulu halus. 4. Testis simetris dan normal. 5. Seks libidonya tinggi (Agresif). 6. Memberikan respon yang baik terhadap induk yang sedang berahi. 7. Sehat dan tidak cacat. 8. Umur dewasa tubuh (lebih dari dua tahun).

Tabel 1. Ukuran statistik vital sapi lokal potong bibit Umur (Th) Berat Badan (Kg) Tinggi Gumba (cm) Panjang Badan (cm) Lingkar dada (cm) Sifat-sifat khas 1.SAPI MADURA a. Dara 1 1/2-2 209 105 116 146 Warna Merah b. Dara 2 2 ½ - 110 - - Tua c. Induk 3 3 ½ 239 115 126 156 Tidak ada cacat d. Calon 1 ½ - 2 216 110 115 151 Warna/ fleks Pejantan e. Pejantan 2 2 ½ 237 115 127 159 Muda f. Pejantan 3 3 ½ - 120 - - 2. SAPI BALI a. Dara 1 ½ - 2 197 102 113 156 Sapi Bali : b. Induk Max. 8 233 108 119 164 Warna merah/ c. Calon 1 ½ - 2 222 110 122 172 hitam, pantat Pejantan kaki bawah, d. Max. 8 353 126 125 183 bibir, daun Pejantan telinga bagian dalam putih dan garis punggung hitam. Tanduk yang betina mengarah ke dorsa lateral, tanduk yang jantan cranio dorsal duduk diatas suatu mahkota 3. Sapi Ongole a. Dara 1 ½ - 2 260 112 122 151 Gelambir lebar, b. Dara 2 2 ½ - 118 - - punuk besar, c. Induk 3 3 ½ 310 122 132 162 preputium d. Calon 1 ½ - 2 280 120 127 162 menggantung. Pejantan Warna putih e. Pejantan 2 2 ½ - 125 - - dengan hitam Muda f. Pejantan 3 3 ½ 400 130 133 171 pada sekitar mata dan bulu ekor Sumber : Direktorat Bina Produksi Peternakan, Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian tentang Pembinaan Sumber Bibit Sapi Potong, 1982.

H. Pengelolaan Pakan Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan. Manajemen pakan diperlukan untuk meningkatkan produktivitas ternak. Pakan yang diberikan pada ternak berguna untuk mempertahankan hidup pokok yang antara lain dipergunakan untuk mempertahankan suhu, energi untuk kondisi normal, protein serta mineral untuk pergantian jaringan tubuh yang aus. Pakan juga digunakan untuk berproduksi yang meliputi pertumbuhan, produksi susu dan tenaga kerja, serta berproduksi (kawin, bunting, beranak dan menyusui). Biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan ransum dapat mencapai 60-7-% dari seluruh biaya operasional bahkan dapat lebih besar, tergantung efisiensi dan penyusunannya (Ngadiyono 2012). Tabel 2. Rata- rata kebutuhan pakan sapi dengan ADG sekitar 1 Kg/ hari Berat Badan Sapi (Kg) Jumlah Konsentrat (Kg) Rumput/ Hijauan (Kg) 200 4,7 5,5-10 250 6,1 6,6-13 300 7,0 7,5-15 350 7,9 8,5-17 400 8,7 9,3-19 450 9,5 10,2-21 Sumber : Ngadiyono, 2012. Menurut Murtidjo (1990), makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak.