BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

dokumen-dokumen yang mirip
BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

Frida Sidik (P3SEKPI-KLHK, ASEAN-US S&T Fellow); Virni Budi Arifanti (P3SEKPI-KLHK); Haruni Krisnawati (P3H-KLHK)

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

Kebijakan Pelaksanaan REDD

BABV. PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

Isi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

IKHTISAR KEBIJAKAN (POLICY BRIEF)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA KONFERENSI INTERNASIONAL EKOSISTEM MANGROVE BERKELANJUTAN

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

Estimasi hilangnya cadangan karbon di atas permukaan tanah akibat alihguna lahan di Indonesia (1990, 2000, 2005)

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VISI HIJAU UNTUK SUMATRA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

FENOMENA GAS RUMAH KACA

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Knowledge Management Forum April

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 74/Menhut-II/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

Pedoman Umum Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Transkripsi:

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 017 Sumber foto: Frida Sidik Peran Konservasi Ekosistem Esensial Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim Frida Sidik, Muhammad Zahrul Muttaqin, Haruni Krisnawati Ringkasan Eksekutif Mangrove adalah salah satu ekosistem esensial yang selain menyediakan hasil hutan kayu dan non kayu juga menyediakan beragam jasa lingkungan. Salah satu jasa lingkungan yang diberikan oleh mangrove adalah sebagai penyimpan karbon alami. Dengan demikian, konservasi ekosistem esensial mangrove tidak hanya mampu menjaga kelangsungan dan kelestarian keanekaragaman hayati tetapi juga berperan untuk mitigasi perubahan iklim. Peran konservasi mangrove untuk mitigasi perubahan iklim ditunjukkan dengan besarnya emisi gas rumah kaca (GRK) tahunan yang dapat dihindari karena pengelolaan kawasan konservasi ekosistem esensial mangrove. Hal ini sesuai dengan arah pembangunan Indonesia menuju rendah karbon dan ketahanan iklim seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-GRK) dalam mendukung komitmen Nationally Determined Contribution (NDC). Namun sampai saat ini upaya untuk memperkuat upaya konservasi dalam mitigasi perubahan iklim masih terbatas. Policy brief ini menjelaskan arti penting peran konservasi mangrove untuk mitigasi perubahan iklim dan memberikan opsi kuantifikasi dengan pendekatan penilaian manfaat karbon dan non karbon. Peran Konservasi Ekosistem Esensial Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim 33

Pernyataan Masalah Kondisi Saat Ini Kendala utama yang dihadapi dalam upaya konservasi mangrove sebagai solusi alami untuk perubahan iklim (natural-based solutions for climate change) adalah belum adanya definisi yang disepakati untuk mengkuantifikasi peran konservasi khususnya ekosistem esensial, sebagai upaya penurunan emisi GRK dalam skema Reducing Emissions f ro m D e f o re s t a t i o n a n d F o re s t Hutan Mangrove sebagai Komponen NDC Pemerintah Indonesia telah me-netapkan target penurunan emisi GRK atau NDC sebesar 6% di tahun 00 dan kemudian 9% pada tahun 030 seperti dituangkan dalam NDC Indonesia. Untuk itu telah dikeluarkan Perpres Nomor 61 tahun 011 tentang R A N-G R K sebagai perangkat hukum dan kebijakan. Pengembangan pengelolaan kawasan konservasi dan ekosistem esensial telah menjadi agenda kegiatan inti dan pendukung di bidang kehutanan dalam RAN-GRK dan mendukung program REDD+ yang meliputi penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi carbon stock, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan pe-ningkatan carbon stock di hutan. Meskipun hutan mangrove sudah masuk dalam total perhitungan kawasan hutan dalam sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU) untuk NDC Indonesia, namun upaya ini dapat lebih ditingkatkan dengan menjadikan mangrove blue carbon menjadi komponen tersendiri dalam 1 NDC mengingat Indonesia adalah negara dengan kawasan mangrove terluas di dunia. Blue carbon adalah karbon yang tersimpan dalam habitat pesisir termasuk mangrove dan padang lamun yang dinilai memiliki kapasitas serapan karbon yang sangat tinggi. Perhitungan rinci potensi penurunan emisi melalui upaya konservasi mangrove dapat mengisi gap yang teridentifikasi pada perhitungan kisaran target penurunan emisi dan memperkuat rancangan aksi mitigasi yang terbaik untuk mencapai target 6% di tahun 00 dan 9% di tahun 030. Mangrove dan Perubahan Iklim Dalam prinsip inventarisasi GRK, Degradation (REDD+). Oleh karenanya, diperlukan skema penentuan peran konservasi sebagai natural-based solutions for climate change dengan perhitungan jumlah emisi GRK tahunan yang dapat dihindari melalui praktik konservasi hutan mangrove sekaligus cobenefit yang dihasilkan dalam upaya tersebut. hilangnnya tutupan hutan berarti hilangnya kemampuan alami hutan untuk menyerap dan menyimpan karbon. Sebaliknya, meningkatnya serapan karbon seiring dengan meningkatnya t u t u p a n h u t a n y a n g b e r a r t i mengkompensasi emisi dari sumber lain, seperti industri dan transportasi. Salah satu tujuh kelas lahan hutan yang tercakup dalam inventarisasi GRK Indonesia adalah hutan mangrove. Berbeda dengan jenis hutan lainnya, hutan mangrove menyimpan stok karbon yang sangat tinggi di dalam tanah sehingga kepadatan karbon di hutan mangrove empat kali lebih dari hutan di dataran kering. Hal ini disebabkan oleh kemampuan akar mangrove untuk mengikat sedimen yang datang dari hulu maupun hilir disertai dengan kondisi lingkungan tanah yang anaerobik sehingga memperlambat proses penguraian materi organik menjadi karbon yang akan dilepas ke atmosfer. Meskipun belum dikelompokkan secara khusus dalam perhitungan karbon dari sektor kehutanan, hutan mangrove telah mendapat perhatian dunia dengan masuknya mangrove dalam panduan khusus Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) bertajuk The 013 Supplement to the 006 IPCC Guideliness for National Greenhouse Gas Inventory: Wetland. Di dalam Chapter 4 pada panduan ini, mangrove sebagai coastal wetlands telah mengalami penurunan luas wilayah dengan total sekitar 35% di dunia sejak tahun 1980. Oleh karenanya upaya restorasi mangrove telah dilakukan bertujuan untuk pemulihan kondisi dan luasan hutan mangrove, sekaligus restorasi karbon. Banyak fakta membuktikan bahwa laju penyerapan atau sequestrasi karbon pada saat restorasi berlangsung lebih rendah 34 Policy Brief Volume 11 No. 01 Tahun 017

daripada laju terlepasnya CO pada saat lahan basah menjadi kering akibat konversi lahan, sehingga upaya preventif menghindari kerusakan hutan dinilai lebih efektif untuk mengurangi emisi 3 daripada menginisiasi proses restorasi. K o n d i s i K a w a s a n K o n s e r v a s i Mangrove di Indonesia Menurut data yang dikeluarkan pada 4 tahun 010, luas mangrove dalam kawasan konservasi yaitu sekitar % (758.47 ha) dari total luas hutan mangrove di Indonesia (3.45.688 ha). Luasan kawasan konservasi terbesar berada di Papua, yaitu 13,3% dari total luasan kawasan konservasi mangrove nasional. Estimasi karbon yang tersimpan dari kawasan konservasi ini sekitar -1 0,8 1,09 PgC ha. Dengan menekan laju deforestasi melalui upaya konservasi ekosistem esensial mangrove, Indonesia telah menghindari emisi yang setara dengan emisi CO yang dihasilkan oleh 5 Jepang per tahun. Hingga kini, data dan informasi terkait dengan luasan mangrove di Indonesia cukup beragam sehingga estimasi karbon yang tersimpan atau teremisi dan potensi wilayah kawasan konservasi mangrove dapat berubah. Gambar 1. Persentase hutan mangrove regional terhadap total mangrove Indonesia dan proporsi kawasan konservasi (abu-abu) terhadap total mangrove regional (Sidik et al., in prep dengan sumber data: KK- KKP, 010). Sumber foto: Frida Sidik Peran Konservasi Ekosistem Esensial Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim 35

Pilihan dan Rekomendasi Kebijakan Penguatan Kawasan Konservasi Ekosistem Esensial Mangrove Aksi mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan melalui pendekatan konservasi karbon yang tersimpan di ekosistem esensial mangrove. Apabila Indonesia ingin menailkkan luasan kawasan k o n s e r v a s i m e n j a d i 3 0 % m a k a membutuhkan tambahan sekitar 77.335 ha hutan mangrove di luar kawasan konservasi yang telah ada. Upaya ini dapat dilakukan dengan menambah luasan kawasan konservasi yang telah ada atau menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah yang belum memilikinya, seperti Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Bangka 3 Belitung, dan Sumatera Selatan. Dengan demikian, perkiraan karbon yang terjaga di dalam hutan mangrove Indonesia -1 bertambah menjadi sekitar 1, PgC ha. Dalam pelaksanaan penilaian manfaat ekonomi yang terkait dengan skema pembayaran karbon (carbon payment), beberapa pertimbangan harus lebih diperhatikan dimana konservasi mangrove dapat memberikan manfaat non-karbon yang jauh lebih besar daripada manfaat karbon itu sendiri. K u a n t i fi k a s i N i l a i K o n s e r v a s i Mangrove untuk Pembayaran atas Jasa Penyimpanan Karbon Kuantifikasi nilai konservasi ekosistem esensial mangrove dalam mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan memperhatikan fungsi dan potensi manfaat tambahan dari upaya konservasi tersebut. Peran utama konservasi tersebut adalah mengurangi jumlah emisi karbon dari potensi yang ada melalui kemampuan tegakan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Tingginya persentase karbon yang tersimpan di dalam tanah, yang mencapai 50-90% dari total karbon hutan mangrove, merupakan nilai utama dalam penyerapan dan penyimpanan karbon. Di samping itu, mangrove alami yang terdapat di dalam kawasan konservasi mangrove memiliki resiliensi yang lebih baik daripada mangrove dari hasil penanaman di kawasan restorasi karena mangrove alami beregenerasi melalui seleksi alam sehingga beradaptasi lebih baik terhadap perubahan lingkungan dan iklim. Hilangnya hutan mangrove dapat mengakibatkan terlepasnya 11-39 MgCO /ha atau sekitar 0,0 0,1 PgC/tahun dengan asumsi laju deforestasi 6 1-% per tahun. Kuantifikasi fungsi mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon dapat menggunakan nilai konservatif dari studi sebelumnya, yaitu estimasi jumlah karbon yang terkandung dalam hutan mangrove 7 sebesar 1.08,55 MgC/ha. Sebuah studi penilaian manfaaat ekonomi dari fungsi penyerapan karbon di kawasan pantai menunjukkan angka hingga 8 US$30.50/ha/tahun. Namun demikian, manfaat ekonomi konservasi karbon dari ekosistem esensial mangrove baru dapat direalisasikan jika ada keinginan membayar (willingness to pay) dari penerima manfaat. Untuk saat ini, pihak yang berminat membayar atas jasa karbon hutan masih didominasi oleh mereka yang ingin membayar tambahan manfaat dari upaya mengurangi deforestasi dan d e g r a d a s i h u t a n d e n g a n mempertimbangkan selisih antara upaya menghindari deforestasi dengan kondisi aktual deforestasi saat ini. Untuk itu diperlukan upaya promosi untuk mencari pasar bagi nilai total potensi emisi karbon jika ekosistem esensial mangrove rusak atau hilang. Sebagai contoh, jika potensi emisi dari mangrove adalah 11-39 MgCO /ha, dengan memakai harga karbon US$5/MgCO, maka ada potensi insentif sebesar US$560 US$784/ha. Selain berfungsi sebagai penyimpan k a r b o n a l a m i d u n i a, m a n g r o v e menyediakan jasa lingkungan lainnya seperti daerah pemijah (nursery ground) bagi perikanan sekaligus rumah bagi biota pesisir dan burung. Akar mangrove yang unik dan kuat memberikan kemampuan mangrove untuk menyerap gelombang laut sehingga mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai. Selain itu, keasrian hutan mangrove dapat memberikan nilai tambah ekonomi untuk masyarakat pesisir melalui usaha ekowisata. Jasa l i n g k u n g a n m a n g r o v e d i l u a r kemampuannya sebagai carbon sink dapat disebut Non Carbon Benefit (NCB). Istilah ini mulai dipakai pada Pertemuan United Nations Framework Convention on Climate Change ( U N F C C C ) Conferences of the Parties (COP) 16 di Cancun. NCB ini mendukung Ecosystem- 36 Policy Brief Volume 11 No. 01 Tahun 017

Implikasi Kebijakan based Adaptation (EbA), yaitu strategi untuk memperkuat masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim dengan pendekatan konservasi, restorasi, dan pengelolaan sumber daya alam yang lestari. Hilang atau rusaknya hutan mangrove tidak hanya melepas karbon yang tersimpan di dalam lima pool karbon, tetapi juga menyebabkan berkurang proteksi bibir pesisir dari bahaya badai dan gelombang laut, hilangnya nursery ground ikan dan habitat satwa. Nilai hilangnya keuntungan dari fungsi m a n g r o v e d i p e r k i r a k a n d e n g a n pendekatan valuasi bioekonomi, sebagai c o n t o h p r o d u k m a n g r o v e (US$484 585/ha/tahun), proteksi pantai 1. Aksi mitigasi di sektor kehutanan m e n j a d i l e b i h t e r u k u r d e n g a n dijelaskannya berapa besar potensi emisi yang turun atau karbon yang diserap melalui upaya konservasi hutan mangrove. (US$8.966 10.81/ha), penahan erosi ( U S $3.679 ha/tahun), perikanan 8 ( U S $ 7 0 8 - $ 9 8 7 / h a ). F u n g s i keanekaragaman hayati belum dapat divaluasikan secara jelas tetapi keanekaragaman hayati telah menjadi bagian dari skema safeguard sebagai penentu keberhasilan REDD+ karena konservasi keanekaragaman hayati akan memperkuat resiliensi ekosistem dan jasa lingkungan. Dengan demikian, dalam melakukan konservasi karbon di ekosistem esensial mangrove, cara pandang manfaat ekonomi tidak hanya didasarkan pada pembayaraan atas potensi emisi karbon saja, tetapi juga manfaat non-karbon yang jauh lebih besar daripada manfaat karbon itu sendiri.. Tersedianya data dukung untuk desain s k e m a c a r b o n p a y m e n t y a n g memperhitungkan potential benefit sesuai dengan nilai stok karbon dan fungsi penting mangrove. Peran Konservasi Ekosistem Esensial Mangrove untuk Mitigasi Perubahan Iklim 37