BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan batubara sebagai sumber energi pada unit tabung pembakaran (boiler) pada industri akhir-akhir ini menjadi pilihan yang paling diminati oleh para pengusaha karena disamping dapat menghemat biaya operasional juga ketersediaanya cukup melimpah di Indonesia. Pemakaian batubara disamping menghasilkan energi melalui pembakaran juga menghasilkan gas, abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) (Munir, 2008). Abu terbang (fly ash) merupakan salah satu residu (limbah batubara) yang dihasilkan dalam pembakaran batubara. Abu terbang terdiri dari partikel halus dan jumlahnya meningkat dengan bertambahnya gas buangan. Dalam industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan selama proses pembakaran batubara. Abu tidak terbang disebut dengan abu dasar (bottom ash) yang samasama akan dihasilkan dalam tungku pembakaran batubara. Penggunaan batubara dalam jumlah besar, akan menghasilkan abu terbang (fly ash ) dalam jumlah yang besar juga. Jika abu terbang tersebut terbawa ke perairan saat hujan dan jika abu batubara tertiup angin akan menggangu pernapasan. Hal ini akan menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, karena pada umumnya abu terbang batubara terdiri dari oksida-oksida logam (Sidartha, 2011). Berdasarkan Peraturan Pemerintahan Nomor 18 tahun 1999 dan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999, abu terbang diklasifikasikan sebagai limbah B-3 sehingga penanganannyapun harus memenuhi kaidah-kaidah dalam peraturan tersebut.
Menurut Marinda Putri, (2006), abu batubara memiliki berbagai kegunaan seperti bahan baku keramik, gelas dan refraktori, bahan penggosok (polissher), filler aspal, plastik dan kertas serta pengganti dan bahan baku semen. Namun pada penelitian ini, tidak memperhatikan unsur radionuklida yang terdapat pada abu batubara tersebut. Pada penelitiaan Misbachul Munir, (2008), Limbah abu batubara dapat dijadikan sebagai material pengganti/campuran bahan bangunan hollow block, dimana dalam penelitian ini bertujuan untuk meminimisasi abu batubara dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk bahan campuarn hollow block (bata beton berlubang) sehingga mengurangi jumlah limbah yang terbentuk dan disisi lain dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan efisiensi penggunaan sumber daya alam. Dari hasil penelitian oleh Pravil Mistryanato Tambunan (2014), dengan judul Pemanfaatan Abu Terbang Sebagai Bahan Tambahan Batako Dengan Gypsum Sebagai Bahan Perekat. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa kandungan dari abu terbang (fly ash) batubara mengandung unsur Radionuklida dan logam berat seperti Cd, Zn, As, Ag, Pb dan unsur-unsur lainnya. Dan pada penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan adanya unsur Radionuklida alam jenis Uranium dengan menggunakan metode XRD. Unsur radionuklida tersebut berada dalam mineral kompleks berupa CaU 2 O 7.5H 2 O, namun kadar uranium tersebut dalam penelitian tersebut tidak terlalu diperhatikan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi/kadar unsur radionuklida alam pada abu terbang batubara, dengan judul : Penentuan Konsentrasi Radionuklida Alam Pada Abu Terbang (fly ash) Batubara dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN).
1.2. Permasalahan 1. Jenis unsur radionuklida alam apa yang terdapat dalam abu terbang (fly ash)? 2. Berapakah kadar unsur radionuklida yang terdapat dalam abu terbang (fly ash)? 3. Apakah pemanfaatan abu terbang sebagai bahan baku keramik, gelas dan refraktori, bahan penggosok (polisher), filler aspal, plastik dan kertas serta pengganti dan bahan baku semen cukup aman? 1.3. Pembatasan Masalah 1. Sampel yang digunakan adalah abu batubara (fly ash) bersumber dari salah satu pabrik kimia. 2. Unsur yang ditentukan pada penelitian ini dibatasi hanya untuk unsur radionuklida alam secara kualitatif dan kuantitatif dengan AAN secara perbandingan (komparatif) 1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk menentukan jenis unsur radionuklida alam yang terkandung 2. Untuk menentukan kadar unsur radionuklida alam yang terkandung 3. Untuk mengetahui apakah pemanfaatan abu terbang sebagai bahan baku keramik, gelas dan refraktori, bahan penggosok (polissher), filler aspal, plastik dan kertas serta pengganti dan bahan baku semen cukup aman.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Dapat mengetahui jenis unsur radionuklida alam yang terkandung dalam abu terbang (fly ash). 2. Dapat mengetahui kadar unsur radionuklida alam yang terkandung 3. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi ilmiah mengenai bahaya limbah batubara yang digunakan sebagai bahan baku keramik, gelas dan refraktori, bahan penggosok (polissher), filler aspal, plastik dan kertas serta pengganti dan bahan baku semen. 1.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Sampel abu batubara/abu terbang (fly ash) diperoleh dari salah satu pabrik kimia. Analisa kualitatif dan kuantitatif unsur radionuklida alam dilakukan di Laboratorium Pusat Sains dan Tekologi Bahan Maju (PSTBM), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Banten. 1.7. Metodologi Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium. 2. Abu terbang (fly ash) diperoleh dari beberapa titik tabung pembakaran (boiler) yang dikumpulkan secara acak, dan digabungkan dalam satu tempat. Sampel tersebut dibawa ke laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU, dan disimpan pada tempat yang tertutup.
3. Kemudian sampel disaring menggunakan ayakan dengan ukuran 200 Mesh sampai diperoleh berat sampel ± 50 gram. 4. Sampel dimasukkan kedalam plastik klip, dilapisi dengan aluminium voil, kemudian dibawa ke laboratorium PSTBM-BATAN 5. Sampel ditimbang sesuai dengan waktu iradiasi. Untuk analisis waktu paruh panjang diiradiasi selama > 1 jam dengan bobot sampel 30-50 mg, untuk unsur dengan waktu paruh sedang, lama iradiasi ±15 menit dengan bobot sampel 20 mg, dan setelah ditimbang dimasukkan kedalam kapsul polietilen (LDPE) kemudian dibungkus dengan aluminium voil. Sedangkan untuk unsur waktu paruh pendek, lama iradiasi 1-2 menit dengan bobot samapel 10 mg dimasukkan kedalam kapsul polietilen dan tidak perlu dibungkus oleh aluminium voil karena waktu paruh yang sangat pendek. 6. Sampel diiradiasi dalam reaktor dengan daya reaktor 15 MW nuklir menggunakan fluks neutron termal 3,5.10 13 n cm -2 s -1. Dalam proses iradiasi ini unsur-unsur yang terdapat dalam sampel akan menjadi aktif dan mengeluarkan sinar gamma. Pembuatan aktivasi radiasi digunakan sebagai teknik untuk identifikasi kualitatif dan kuantitatif. 7. Selanjutnya untuk sampel yang diiradiasi selama 1-2 menit, langsung dicacah menggunakan Spektrometer Gamma, dimana sampel ditempatkan dalam detektor HPGe dan dicacah selama ±200 detik, sedangkan untuk yang diiradiasi selama ±15 menit terlebih dahulu didinginkan (cooling) 1-2 hari sebelum pencacahan. Untuk pencacahan sampel iradiasi ± 2 jam dilakukan setelah cooling 2 minggu, hal ini dengan tujuan agar didapatkan puncak yang bersih yang tidak terganggu oleh puncak yang memiliki energi yang sama saat menghitung laju cacah. 8. Analisa kualitatif dan kuantitatif unsur radionuklida dilakukan dengan alat Spektrometer Gamma. Analisa spektrum dilakukan menggunakan software Gennie-200.