BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian untuk mewujudkan perekonomian nasional dan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan atau badan hukum sebagai pelakunya, sangat membutuhkan dana dalam jumlah yang relatif sangat besar, sehingga dengan meningkatnya kegiatan pembangunan tersebut, maka meningkat pula keperluan akan ketersediaan dana yang sebagian besar diperoleh melalui perkreditan. Lembaga perbankan merupakan salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana, dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang atau kredit melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditor sebagai pihak pemberi pinjaman dengan debitor sebagai pihak yang berhutang. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas 1

2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam melakukan usahanya tersebut, bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau dalam bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini, bank juga menyalurkan dana dari masyarakat dengan cara memberikan kredit dalam bentuk usaha kredit perbankan. Dalam pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit antara bank selaku kreditor dengan nasabah selaku debitor bukanlah tanpa risiko, karena risiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitor tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitor diberi kepercayaan oleh undangundang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mengangsur. Risiko yang umumnya terjadi adalah risiko kemacetan kredit (risiko kredit), risiko karena pergerakan pasar (risiko pasar), risiko karena tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (risiko likuiditas), serta resiko kelemahan

3 aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung (risiko hukum). 1 Risiko-risiko yang umumnya merugikan kreditor tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk membayar hutangnya serta memperhatikan asas-asas perkreditan bank yang sehat 2 dan dalam pemberian kredit selalu diperhatikan prinsip 5 C yaitu Character (Kepribadian), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Condition of Economy (Kondisi Ekonomi), dan Collateral (Agunan). Selain itu, untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor tersebut, maka bank selaku kreditor harus melakukan penilaian secara seksama terhadap 7 (tujuh) hal yang dikenal dengan istilah 7 P (Party, Purpose, Payment, Profitability, Protection, Personality, and Prospect). 3 Salah satu hal yang dipersyaratkan bank dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitor guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitor tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi. 1 2 3 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 2. http://wordskripsi.blogspot.com/2011/03/016-pelaksanaan-pemberiankredit-dengan. html), di akses tanggal 16 Maret 2011 pukul 19.03 WIB. Badriyah Harun, Op.Cit., hlm. 13.

4 Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditor, karena perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut jadi sah dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang dijual secara lelang dimana hasilnya untuk melunasi utang debitor, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada debitor. 4 Penjualan lelang objek jaminan kredit dilakukan hanya untuk kepentingan pelunasan hutang debitor, dengan kata lain penjualan lelang tersebut merupakan tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya kepada debitor. Berkaitan dengan jaminan di atas, didalam ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, merupakan ketentuan jaminan yang bersifat umum. Jaminan yang bersifat umum tersebut mempunyai 2 (dua) kelemahan, yaitu : 4 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1996), hlm. 75.

5 - Kesatu, kalau hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi piutang semua kreditornya, maka tiap kreditor hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing. Jadi dalam hal ini tidak ada kedudukan kreditor yang didahulukan (droit de preference). - Kedua, kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitor, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang kreditor. 5 Sedangkan jaminan yang bersifat khusus diatur dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Ketentuan di atas, menegaskan bahwa apabila seorang debitor mempunyai beberapa kreditor maka kedudukan para kreditor adalah sama (paritas creditorium). Jika kekayaan debitor itu tidak cukup untuk melunasi hutang-hutangnya, maka para kreditor itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang kreditor lain. Jadi dalam Pasal tersebut terkandung adanya kesamaan hak para 5 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1999), hlm. 402-403.

6 kreditor atas harta kekayaan debitornya. 6 Namun demikian, adakalanya seorang kreditor menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditor-kreditor lain, karena kedudukan sama dengan kreditor-kreditor lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditor-kreditor lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitor, apabila debitor cidera janji, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1132 tersebut di atas. Kemudian, karena ketentuan Pasal 1132 yang menyatakan kedudukan yang sama dengan kreditor-kreditor lain sehingga berakibat pada hak yang berimbang pula dalam hal pelunasan hutang dari penjualan objek jaminan debitor, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan, maka jaminan tersebut dapat memberikan perlindungan khusus bagi kreditor, salah satunya adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan dengan Hak Tanggungan atau disebut dengan Hak Tanggungan. Mengenai Hak Tanggungan, yang merupakan hak jaminan atas tanah guna pelunasan utang tertentu, memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain, bahwa jika debitor wanprestasi, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual objek yang dijadikan jaminan dengan hak mendahulu para kreditor-kreditor lainnya (Pasal 1 angka 1 6 Ibid, hlm. 5-6.

7 UUHT). Menurut Penjelasan Umum UUHT pada Angka 4, yang dimaksud dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan yaitu jika debitor cidera janji, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan (Objek Hak Tanggungan) melalui pelelangan umum, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya. Pasal 1 Angka 1 dan Penjelasan Umum UUHT tersebut merupakan perlindungan khusus bagi kreditor atau penerima Hak Tanggungan di samping perlindungan umum yang diberikan oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Ini berarti bahwa semua kekayaan seseorang dijadikan jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya. Inilah yang oleh hukum Jerman dinamakan haftung. Kalau seseorang mempunyai suatu utang, maka jaminannya adalah semua kekayaannya. Kekayaan ini dapat disita dan dilelang dan dari hasil pelelangan ini dapat diambil suatu jumlah untuk membayar utangnya kepada kreditor. 7 Selanjutnya menurut Boedi Harsono, hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditor, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitor cedera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian 7 Boedi Harsono dalam R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989), hlm. 11.

8 hasilnya untuk pelunasan piutangnya tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain (droit de preference). 8 Dengan berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang tertulis, 9 yang bertujuan memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditor apabila debitor melakukan wanprestasi. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Pasal 1 Angka 1, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu kepada kreditor-kreditor lain, dengan kata lain Hak Tanggungan memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum. Di dalam praktik perbankan seringkali dijumpai dalam perjanjian kredit, debitor menggunakan jaminan milik pihak ketiga sebagai jaminan atas permohonan kreditnya kepada kreditor. Misalnya yang terjadi di PD. BPR BKK Purwodadi, Dalam perjanjian kredit Nomor 391/389/PK/VIII/2006 antara PD. BPR BKK PURWODADI (kreditor) dengan Nyonya Sri Wahyuni (debitor). 8 9 Boedi Harsono, Op. Cit., hlm. 56-57. Boedi Harsono, Op. Cit., hlm. 402.

9 Nyonya Sri Wahyuni memberikan jaminan berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) atas nama Nyonya Patmi bin Karmin, namun dalam perjalanan kreditnya Nyonya Sri Wahyuni melakukan wanprestasi yakni tidak sanggup melunasi hutangnya karena gagal panen. Selanjutnya bagaimana kedudukan jaminan milik Nyonya Patmi bin Karmin setelah Nyonya Sri Wahyuni melakukan wanprestasi dan diketahui bahwa Nyonya Patmi sudah meninggal dunia. 10 Hak Tanggungan yang merupakan hak jaminan atas tanah guna pelunasan utang tertentu, memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain, bahwa jika debitor wanprestasi, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual objek yang dijadikan jaminan dengan hak mendahulu dari para kreditor-kreditor lainnya (Pasal 1 angka 1 UUHT). Di samping itu didalam penjelasan umum UUHT, disebutkan bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah yang kuat adalah : 11 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya. 2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada. 10 Rijanto, selaku pimpinan Cabang PD. BPR BKK Pulokulon, Wawancara Pribadi, tanggal 18 Agustus 2011. 11 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 102.

10 3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dengan demikian dapat dijadikan alasan, bahwa keberadaan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit, merupakan prioritas utama untuk dapat direalisasinya kredit yang dimohonkan oleh debitor, dalam pemberan Hak Tanggungan kemungkinan obyek yang dipakai adalah milik pihak ketiga, yang kemungkinan akan menimbulkan masalah di kemudian hari apabila debitor melakukan wanprestasi, dan apabila terjadi wanprestasi maka pihak ketigalah yang akan merugi karena tanah yang dimilikinya akan dilelang oleh kreditor. Oleh karena itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian yang berjudul : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DENGAN OBJEK MILIK PIHAK KETIGA DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PD. BPR BKK PURWODADI. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, serta agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih

11 jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimana pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi dengan objek milik pihak ketiga? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi dengan objek milik pihak ketiga. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi.

12 D. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan Ilmu Hukum pada khususnya terutama Hukum Perdata; b. Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

13 E. Kerangka Pemikiran Berikut pola kerangka berpikir dalam penelitian tesis ini : Debitor Perjanjian Kredit Kreditor Hak Tanggungan UU No. 4 / 1996 Jaminan berupa Tanah Milik Pihak Ketiga Perlindungan Hukum dalam UUHT sebagai upaya Perlindungan Hukum bagi Pemegang Hak Tanggungan dengan obyek milik pihak ketiga apabila debitor wanprestasi Di dalam Pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dengan kata lain bahwa perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menurut teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang bersisi dua yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan bersisi dua adalah suatu perbuatan hukum yang meliputi penawaran

14 (offer, aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance, aanvaarding) dari pihak yang lain. Akan tetapi pandangan klasik kurang tepat karena dari pihak yang satu ada penawaran dan dari pihak yang lain ada penerimaan, maka ada dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu. Dengan demikian perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 12 Mengenai perjanjian kredit dapat diberikan pengertian bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan uang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam perjanjian kredit, salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditor dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitor guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitur tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi. 12 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1996), hlm. 100.

15 Suatu perjanjian kredit yang dilakukan antara pihak kreditor sebagai pemberi fasilitas kredit dan debitor sebagai pihak peminjam atau penerima kredit diperlukan suatu benda jaminan guna menjamin pelunasan hutang debitor serta meminimalkan risiko yang terjadi. Benda jaminan tersebut ada yang berupa benda bergerak maupun benda tetap. Jaminan yang paling banyak dipergunakan sebagai agunan adalah berupa tanah, baik atas nama debitor sendiri ataupun atas nama orang lain/pihak ketiga. Jaminan berupa tanah, yang merupakan jaminan benda tidak bergerak yang digunakan dalam perjanjian kredit, pengaturan hukumnya diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan tanah yang menyebutkan bahwa : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur lain. Terhadap jaminan berupa tanah milik pihak ketiga, didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan,

16 berkaitan dengan benda jaminan milik pihak ketiga tersebut didalam Pasal 4 ayat (5) yang menyatakan : Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan didalam suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditandatangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa mereka, keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan. Yang dimaksudkan dengan akta otentik dalam ayat ini adalah Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) atas bendabenda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk dibebani Hak Tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan. Benda jaminan yang dalam praktiknya bukan milik debitor tetapi milik pihak ketiga dalam hal objeknya, dalam proses pemberian kredit tidak menutup risiko yang terjadi, karena risiko biasanya cenderung terjadi berupa kegagalan pengembalian utang oleh pihak debitor, dan apabila terjadi wanprestasi maka pihak ketigalah yang merugi, karena tanah yang dipakai sebagai jaminan akan dilelang oleh kreditor. Peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah

17 menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang. Bahwa hukum itu bertujuan agar tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba mengkaji bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor ketika debitor wanprestasi menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dengan menggunakan teori tentang perjanjian, teori tentang jaminan, teori tentang hak tanggungan, teori tentang perjanjian kredit, dan teori tentang perlindungan hukum. F. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, serta dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 13 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2008), hlm. 43.

18 Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsahannya, suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan tujuan yang hendak dicapai sebelumnya. Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang caracara seorang mempelajari, menganalisa dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapinya. 14 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut : 1. Pendekatan Masalah Dalam rangka mencari jawaban atas pemasalahan yang telah dirumuskan, peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, 15 yakni untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi, ditinjau dari peraturanperundangan dan pelaksanaannya. Adapun pertimbangan untuk menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini, karena memang sering kali penelitian hukum empiris tidak dapat dilakukan tersendiri (anshich) terlepas dari penelitian hukum 14 Ibid, hlm. 6. 15 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum diakhir Abad 20, (Bandung : Alumni, 1994), hlm. 24.

19 normatif. Tujuan lainnya, agar diperoleh hasil yang memadai, baik dari segi praktik maupun kandungan ilmiahnya. 16 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang dipergunakan adalah deskriptif analitis, yaitu hasil penelitian disajikan dalam bentuk gambaran permasalahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, selanjutnya dilakukan analisis terhadap permasalahan tersebut berdasarkan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang diselidiki. Dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan pengolahan data dan penyusunan data saja, tetapi yang terpenting adalah menyusun analisis data dan interprestasi data yang telah didapat agar dapat diketahui maksudnya. Penelitian yang dilakukan di PD. BPR BKK Purwodadi bertujuan untuk mengetahui antara teori (hukum) dan praktik mengenai bagaimana pembebanan hak tanggungan dan upaya perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi. 16 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1991), hlm.16

20 3. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan, berupa sejumlah informasi keterangan serta hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Sumber data adalah tempat ditemukan data. Sumber data diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang ditunjuk. Adapun informan dalam penelitian ini adalah : 1) Kepala Bagian Kredit PD. BPR BKK Purwodadi. 2) PPAT/Notaris Kabupaten Grobogan Endang Sri Wukariyatun 3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Grobogan. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan dibedakan ke dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Yang meliputi literatur-literatur, Peraturan Perundangundangan, dokumen-dokumen, artikel-artikel serta literatur-literatur yang berhubungan dengan perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek

21 milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi. Sumber data diperoleh dari Studi Kepustakaan berupa : 1) Bahan Hukum Primer, meliputi : a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata); b) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; c) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; dan 2) Bahan Hukum Sekunder, meliputi : a) Dokumen Perjanjian Kredit; b) Dokumen Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT); c) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT); dan d) Buku, majalah, makalah dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan perjanjian kredit maupun hukum jaminan khususnya Hak Tanggungan. 3) Bahan Hukum Tersier, meliputi : a) Kamus Hukum.

22 4. Lokasi penelitian Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah wilayah Purwodadi. Lokasi ini dipilih karena data mudah didapatkan dan banyak nasabah kreditnya menggunakan jaminan hak tanggungan milik pihak ketiga. 5. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk penulisan tesis ini terdiri dari data sekunder dan data primer, yaitu : a. Penelitian kepustakaan Dalam penelitian kepustakaan digunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan studi pustaka mengenai objek penelitian yaitu mengenai pembebanan hak tanggungan dan upaya perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi. b. Penelitian Lapangan Dalam penelitian lapangan digunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan observasi/pengamatan dan wawancara mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pembebanan hak tanggungan, upaya perlindungan hukum bagi pemegang hak tanggungan

23 dengan objek milik pihak ketiga dalam perjanjian kredit di PD. BPR BKK Purwodadi apabila debitor wanprestasi. Observasi/pengamatan dilakukan dengan melihat/terlibat secara langsung terhadap objek yang diteliti, sedangkan Wawancara dilakukan terhadap sumber informasi yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan pedoman wawancara yang merupakan wawancara yang terfokus (focused interview). 17 Dalam wawancara ini, informan yang diwawancarai mempunyai pengalaman tertentu dan terjun langsung pada objek tertentu yang berkaitan dengan permasalahan. Hasil wawancara ini diharapkan, dapat memberikan gambaran dalam praktik tentang penggunaan jaminan hak tanggungan milik pihak ketiga oleh debitor dalam perjanjian kredit. Mula-mula kepada subyek penelitian diajukan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian beberapa butir pertanyaan tersebut diperdalam untuk mendapat informasi lebih lanjut. Dengan demikian diperoleh jawaban yang lengkap dan mendalam atas permasalahan yang diteliti, dan hasil yang diperoleh dari wawancara ini merupakan data primer untuk mendukung data sekunder. 17 Ibid, hlm. 60-61.

24 6. Teknik Analisis Data Analisis dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan interpretasi secara logis, sistematis dan konsisten sesuai dengan teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dan sifat data yang diperoleh. Setelah semua data penelitian ini dikumpulkan, kemudian dilakukan abstraksi dan rekonstruksi terhadap data tersebut, selanjutnya disusun secara sistematis, sehingga akan diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai cara penyelesaian permasalahan yang dibahas. Dalam menganalisis data penelitian ini, dipergunakan metode analisis kualitatif, terhadap data sekunder yang dikomplementerkan dengan data yang diperoleh dari penelitian lapangan.