BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

BAB 3 METODE PENELITIAN

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 3 METODE PENELITIAN

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

BAB III METODE PENELITIAN

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit

P11 AHP. A. Sidiq P.

ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB III METODE PENELITIAN. kayu dan kedelai selama 4 tahun Alasan memilih Provinsi Jawa Timur

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari instansi

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

Pengertian Metode AHP

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

BAB III METODE KAJIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masal

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

Analytic Hierarchy Process

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

Analisa Pemilihan Kualitas Android Jelly Bean Dengan Menggunakan Metode AHP Pendekatan MCDM

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

METODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

PENERAPAN AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS) UNTUK MEMAKSIMALKAN PEMILIHAN VENDOR PELAYANAN TEKNIK DI PT. PLN (PERSERO) AREA BANYUWANGI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

IMPLEMENTASI METODE AHP UNTUK REKOMENDASI TEMPAT KOST PADA APLIKASI KOST ONLINE

BAB II MAKALAH. Analytic Hierarchy Process (AHP) Dipresentasikan : Seminar Nasional Matematika yang diselenggarakan oleh.

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

III. METODE PENELITIAN

Fakultas Ekonomi Universitas Baturaja Sumatera Selatan ABSTRACT

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN BIDAN DI DESA MENGGUNAKAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN METODE FUZZY AHP DALAM PENENTUAN SEKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BALI

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS LOKASI CABANG TERBAIK MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang

Bab II Analytic Hierarchy Process

ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI MINDO MORA

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota Malang. Fokus penelitian ini meliputi Sub sektor apa saja yang dapat menjadi unggulan di kota malang dan bagaimana kontribusi dari sub sektor tersebut terhadap perekonomian pada tahun 2010. B. Jenis Penelitian dan Sumber Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskripsi kuantitatif. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang dikumpulkan dan di olah oleh pihak lain.data PDRB Kota Malang yang diperoleh dari Laporan BPS pada tahun 2010, Jurnal ekonomi, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Data PDRB Kota Malang ini digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor, analisis perubahan sektor ekonomi dan kontribusi perekonomian. Serta wawancara dengan pihak BPS mengenai perekonomian kota Malang dan sekitarnya. Wawancara ini digunakan untuk penelitian dengan metode AHP. C. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan bagian penelitian yang diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain. Dalam mendefinisikan suatu variabel, peneliti perlu cara dan metode pengukuran, hasil ukuran atau kategorinya, serta skala pengukuran yang digunakan (Notoatmodjo, 2010). 26

27 Adapun obyek variable dan definisi operasional penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan, penentuan alternatif-alternatif, penenetapan nilai kemungkinan untuk variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu, dan spesifikasi atas resiko. Betapapun melebarnya alternatif yang dapat ditetapkan maupun terperincinya penjajagan nilai kemungkinan, keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar pembandingan berbentuk suatu kriteria yang tunggal (Bambang Wisanggeni). 2. Static Location Quotient (SLQ) Static Location Quotient yang biasa disebut Logika dasar Location Quotient (LQ) adalah teori basis ekonomi yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkan pendapatan bagi daerah.

28 Sebagai ukuran tingkat spesialisasi daerah, sering digunakan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor ekonomi tertentu. Tenaga kerja yang mampu diserap oleh salah satu sektor ekonomi akan dibandingkan dengan seluruh tenaga kerja yang mampu diserap oleh perekonomian secara keseluruhan sehingga akan diperoleh rasio tingkat tenaga kerja(widodo, 2006). 3. Dynamic Location Quotient (DLQ) Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah modifikasi dari SLQ, dengan mengakomodasi faktor laju pertumbuhan keluaran sektor ekonomi dari waktu ke waktu. Berdasarkan perhitungan analisis Dynamic LQ dapat terlihat sebenarnya banyak sektor yang mempunyai potensi perkembangan lebih cepat dibandingkan dengan sektor lain yang ada di wilayah tersebut. D. Teknik PengumpulanData Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dalam bentuk angka-angka dan masih perlu dianalisis kembali. Serta wawancara secara langsung terhadap pihak yang berkaitan dengan aktivitas Instansi / perusahaan Badan Pusat Statistik. E. Teknik Analisa Data Agar tercapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, digunakan tiga metode analisis data yaitu:analytical Hierarchy Process (AHP), Analisis SLQ dan DLQ. Dalam penelitian ini analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mengetahui sub sektor unggulan yang

29 dilihat dari penyerapan Tenaga kerja dan teknologi sedangkan analisis DLQ dan SLQ digunakan untuk sub sektor unggulan dilihat dari PDRB dan Laju pertumbuhan ekonomi. 1. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1970. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor-faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan instuisi. Metode ini merupakan metode untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel sektor perekonomian secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut(bambang Wisanggeni). Skala penenetuan sub sektor unggulan dalam metode AHP ini dilihat dari Prioritas tertinggi. Metode AHP dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Exel (Saaty,1990). Langkah-langkah pembentukan kriteria AHP sebagai berikut : a. Penyusunan hierarki dari masalah yang dihadapi Permasalahan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria dan alternatif, selanjutnya disusun menjadi struktur hirarki seperti pada gambar :

30 Perbedaan antara model AHP dengan pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis input-nya. Dengan kriteria: 1. Penyerapan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi. Keadaan yang mencerminkan seberapa jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau dapat ikut serta secara aktif dalam suatu sub sektor kegiatan perekonomian. 2. Teknologi Semakin baik dan semakin canggih teknologi yang digunakan maka akan semakin baik pula output yang dihasilkan. Selain itu semakin canggih teknologi yang digunakan maka akan membuat proses produksi semakinefisien. Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru.

31 Sub Sektor Unggulan Perekonomian Kota Malang Penyerapan Teknologi Tenaga Perdagangan Hotel dan Restoran Industri Pengolahan Pengangkutan dan Komunikasi Gambar 1 Struktur Hierarki AHP b. Menyusun matriks perbandingan berpasangan tiap kriteria Perbandingan berpasangan dilakukan guna penilaian kriteria dan alternatif. Skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat yang ada pada suatu permasalahan.

32 Tabel 3.1 Intensitas Kepentingan 1 3 5 Keterangan Kedua elemen memiliki nilai yang sama (sama pentingnya) Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya 7 Satu elemen sangat penting dari elemen lainnya. 9 2,4,6,8 Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen lainnya. Nilai Elemen yang memiliki nilai saling berdekatan (nilai hampir sama) Intensitas kepentingan 1 : Apabila Sub Sektor A dan sub sektor B sama pentingnya dalam penyerapan tenaga kerja dan penggunaan teknologi dalam meningkatkan produksi suatu barang maupun jasa. Intensitas kepentingan 3 : Apabila sektor A sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sub sektor B dalam penyerapan Tenaga kerja / penggunaan teknologi dikarenakan proses produksinya tidak membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak atau penggunaan teknologinya cukup baik. Intensitas kepentingan 5 : Apabila sub sektor A lebih tinggi dalam penyerapan Tenaga kerja / penggunaan teknologi dibandingkan sub sektor

33 lainnya dikarenakan membutuhkan Tenaga kerja / penggunaan teknologiuntuk menghasilkan jumlah produksi yang tinggi. Intensitas Kepentingan 7 : Apabila sub sektor A sangat tinggi dalam penyerapan Tenaga kerja / penggunaan teknologi dibandingkan dengan sub sektor lainnya dikarenakan Tenaga kerja dan penggunaan teknologi sangat berpengaruh positif dalam menghasilkan jumlah produksi yang tinggi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Intensitas Kepentingan 9 : Apabila sub sektor A mutlak lebih tinggi dalam penyerapan Tenaga kerja / penggunaan teknologi dibandingkan dengan sub sektor lainnya dikarenakan membutuhkan Tenaga kerja / penggunaan teknologi dalam menghasilkan atau meningkatkan jumlah produksi yang tinggi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Intensitas Kepentingan 2,4,6,8 : Apabila perbandingan sub sektor A dan sub sektor B memiliki nilai intensitas kepentingan yang hampir berdekatan. Uji Konsistensi Indeks dan Rasio Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria.

34 Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut : CI = (λ max n ) ( n 1 ) ( 1 ) Dimana : CI = Rasio Penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency indeks) λmax N = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n = Orde matriks RI = (1,98 (N 2)) N ( 2 ) Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Random Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratorykemudian dikembangkan oleh Wharton School. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsitensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

35 CR = CI RI ( 3 ) Dimana : CR RI = Ratio Konsisten = Indeks Random Untuk model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsisten < 0.1. nilai CR < 0.1 merupakan nilai yang tingkat konsistensinya baikdan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan ukuran bagi konsistensi suatu komparasi berpasangan dalam matriks pendapat. 2. Metode Analisis Location Quotient (SLQ dan DLQ) : Teknik LQ dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Static Location Quotient ( SLQ sering disebut LQ ) dan Dynamis Location Quotient ( DLQ ). Menurut Kadariah (1985), dasar pemikiran dari penggunaan teknik LQ yang dilandasi teori ekonomi basis mempunyai makna sebagai berikut. Karena, industri basis itu menghasilkan barang dan jasa baik untuk pasar di daerah maupun untuk pasar di luar daerah, maka penjualan hasil ke luar daerah akan mendatangkan pendapatan ke dalam daerah itu. a. SLQ ( Static Location Quotient ) biasa disebut LQ. Digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektorsektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara

36 kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan lain yang dapat digunakan sebagai kriteria. Teknik analisis ini belum bisa memberikan kesimpulan akhir dari sektor-sektor yang teridentifikasi sebagai sektor strategis. Namun untuk tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan suatu daerah dalam sektoryang teridentifikasi. Rumus matematika yang digunakan untuk membandingkan kemampuan sektor-sektor dari daerah tersebut adalah (Warpani, 1984:68) : SLQ = Vik Vk VIP Vp ( 3 ) Dimana : Vik =Nilai Output ( PDRB ) sektor i daerah studi k ( kabupaten /kotamadya ) dalam pembentukan PDRB daerah k Vk = PDRB total semua sektor di daerah studi k. Vip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah refrensi p (propinsi misalnya) dalam pembentukan PDRB daerah p. Vp = PDRB total di semua sektor daerah refrensi p.

37 Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkansebagai berikut : 1) Jika SLQ > 1, ini berarti daerah studi (kabupaten) memiliki spesialisasi disektor i dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah referensi (provinsi). 2) Jika SLQ = 1, ini berarti bahwa sektor i terspesialisasi baik di daerah studi (kabupaten) maupun daerah referensi (propinsi). 3) Jika SLQ <1, ini berarti sektor i bukan merupakan spesialisasi daerah studi (kabupaten) dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah referensi (propinsi). Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerjadisetiap daerah sektor regional adalah sama dengan produktivitas tiap tenaga kerja dalam industri nasional. b. DLQ ( Dynamic Location Quotient ) Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah modifikasi dari SLQ, dengan mengakomodasi faktor laju pertumbuhan keluaran

38 sektor ekonomi dari waktu ke waktu. Nilai DLQ dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Saharuddin, 2006): DLQ ij = [ (1+gij)/(1+gj) (1+Gi)/(1+gj) ]t ( 4 ) Dimana : DLQij : Indeks potensi sektor i di regional gij gj Gi G t :Laju pertumbuhan sektor i di regional :Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional :Laju pertumbuhan sektor i di nasional :Rata-rata laju pertumbuhan sektor di nasional :Selisih tahun akhir dan tahun awal Berdasarkan hasil perhitungan DLQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut : 1) Jika DLQ>1, maka potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkansektor yang sama di nasional. 2) Jika DLQ<1,maka potensi perkembangan sektor i di regional lebihrendah dibandingkan nasional secara keseluruhan. Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomitersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan tertinggal (Lihat tabel 3.2).

39 Tabel 3.2 Klasifikasi Industri Berdasarkan Gabungan Nilai SLQ dan DLQ Kriteria SLQ < 1 SLQ > 1 DLQ > 1 Andalan Unggulan DLQ < 1 Tertinggal Prospektif 3. Kontribusi Sektoral dan Struktur Perekonomian Dengan membandingkan Kontribusi sektoral selama tahun pengamatan dapat dilihat perubahan secara struktural komponen ( sektor ) penyusunan PDRB daerah sehingga dapat melihat kondisi ekonomi wilayah tersebut. Kontribusi sektoral dihitung dengan membagi PDRB per sektor dengan total PDRBi. Dimana : Kontribusi Sub Sektori = PDRBi x 100 ( 5 ) Total PDRBi PDRBi t = PDRB sektor i = tahun t i = 1,... 9 ( sektor lapangan usaha ).