BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan salah satu perkembangan yang terjadi ditiaptiap

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. harus ditingkatkan agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI). kewajaran dari laporan keuangan pemerintah yang telah diperiksa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Good governance merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berupa Laporan Keuangan. Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah yang baik (good governance). Good Governance. Menurut UU No. 32/2004 (2004 : 4). Otonomi daerah ada lah hak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi semacam new product dari sebuah industri bernama pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan ekonomi, sudah pasti disemua negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya kepada publik. Pemerintah merupakan entitas publik yang harus

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. ini mulai menaruh perhatian besar terhadap praktik-praktik akuntansi dibanding

ABSTRAK. Kata kunci: good governance, pengelolaan keuangan, sistem pengendalian intern pemerintah, kinerja pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik atau yang biasa disebut sebagai good government governance di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. dan berganti menjadi era Reformasi. Pada era ini, desentralisasi dimulai ketika

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring diberlakukannya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001 melalui UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, reformasi aspek keuangan negara baik di pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tidak berhenti hanya sampai disitu, selanjutnya reformasi pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah salah satunya ditetapkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada UU No. 17 Tahun 2003 tersebut khususnya pada pasal 31, disebutkan bahwa Gubernur/Bupati/Wali Kota menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan. Reformasi yang terjadi di Indonesia tidak hanya mengubah kehidupan politik di Indonesia, tapi tatanan pemerintahan pun menjadi berubah seiring besarnya keinginan masyarakat untuk mengatur pemerintahan daerahnya secara otonomi. Selain itu, keinginan masyarakat juga didorong keinginan untuk menciptakan good governance yang terbebas dari tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang sudah menjadi suatu budaya Indonesia. Untuk menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan demokrasi, desentralisasi, dan globalisasi adalah dengan kompetensi dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan baik dalam pengelolaan pelayanan maupun kebijakan. Sebagai salah satu isu strategis dalam reformasi administrasi pelayanan publik pada pemerintah daerah adalah berkaitan dengan kompetensi SDM aparatur yang di dalamnya mencakup kompetensi, profesionalisme, etika dan budaya kerja. Sejauh ini masih banyak aparatur pemerintah daerah yang belum kompeten, serta mengabaikan norma-norma, etika,

dan aturan administrasi pelayanan yang baik. Indikasinya adalah masih tingginya penyalahgunaan kewenangan. Maka dari itu disusun pula peraturan dalam perundangundangan bidang keuangan negara yang telah dikeluarkan berbagai aturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Pemerintahan Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan lain-lain. Khusus berkenaan dengan pengelolaan Keuangan Daerah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan terakhir telah direvisi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Laporan keuangan merupakan media bagi sebuah entitas dalam hal ini pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kinerja keuangannya kepada publik. Pemerintah harus mampu menyajikan laporan keuangan yang mengandung informasi keuangan yang berkualitas. Sementara itu dengan adanya sejumlah peraturan yang bertabrakan menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas laporan Pemerintah Daerah (Pemda), sehingga pemda menjadi bingung harus berkiblat kemana, apakah ke Kementerian Dalam Negeri atau ke Kementerian Keuangan. Sebenarnya masalah tersebut bisa diatasi jika pemda memiliki komitmen kuat dan konsisten melakukan pembenahan. Sistem harus dibangun sedemikian rupa disertai reward dan punishment yang jelas, untuk mendorong ketertiban pengelolaan laporan keuangan (Reni, Rufaida. 2009). Selain itu, hal yang mendasar dan penting dari penerapan Akuntansi di dalam penyusunan Laporan Keuangan Daerah salah satunya adalah Sistem Akuntansi. Sebagaiman

pengertian dari Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yaitu serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan, dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer (Permendagri No. 59 Tahun 2007). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setiap tahunnya mendapat penilaian berupa Opini dari Badan Pengawas Keuangan (BPK). Ketika BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), artinya dapat dikatakan bahwa Laporan Keuangan suatu entitas pemerintah daerah tersebut disajikan dan diungkapkan secara wajar dan berkualitas. Terdapat empat opini yang diberikan pemeriksa yaitu : Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Opini Tidak Wajar (TP), dan Pernyataan Menolak memberi Opini atau Tidak Memberi Pendapat (TMP) (Devi, 2012). Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2011 (http://www.bpk.go.id) LKPD Tahun 2010 menunjukan kenaikan opini WTP dan WDP dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menggambarkan adanya perbaikan sistem pengelolaan dan tanggungjawab khususnya dalam pencatatan dan pelaporan keuangan daerah pemerintah daerah. Walapun demikian, BPK juga masih menemukan kelemahan pengendalian akuntansi dan pelaporan yaitu kelemahan pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan. Berdasarkan temuan yang terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas LKPD Tahun 2013 ditemukan beberapa masalah, diantaranya sistem pengendalian intern, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penatausahaan, pengelolaan persediaan yang belum tertib, proses penghapusan aset gedung pada Rumah Sakit Umum Daerah yang tidak sesuai prosedur, mekanisme penganggaran, pelaksanaan pelaporan, pertanggung-jawaban, monitoring dan evaluasi belanja hibah tidak sesuai ketentuan. Selain

itu, permasalahan lainnya adalah penganggaran Belanja Hibah, Belanja Pegawai, Belanja Modal dan Belanja Barang masih ada yang tidak tepat, dan pengelolaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor masih belum optimal. Terkait dengan Belanja Perjalanan Dinas, BPK juga menemukan Belanja Perjalanan Dinas di beberapa SKPD masih ada yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban, tidak dapat di yakini kebenarannya, tidak sesuai dengan realisasi sebenarnya, tidak efisien serta terdapat kelebihan pembayaran Permasalahan Aset Tetap yang belum tertib, penyaluran dan pertanggungjawaban belanja hibah bantuan sosial dan bantuan keuangan yang masih banyak kelemahan, kelebihan pembayaran melebihi prestasi pekerjaan dan kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran gaji pada PNS yang telah pensiun, bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai, dan terdapat penggunaan langsung atas retribusi daerah, masih menjadi pengecualian bagi banyak Pemda. (www.bandung.bpk.go.id). Berdasarkan temuan yang terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI menunjukan bahwa, kinerja instansi pemerintah belum mencapai akuntabilitas karena belum dapat menempatkan skala prioritas dalam program kegiatannya. Padahal dalam ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Kepala Daerah berkewajiban untuk menindak lanjuti rekomendasi LHP BPK dan menyampaikan perkembangan tindak lanjut paling lambat 60 hari sejak LHP diterima. Rencana aksi dibuat agar proses perbaikan yang dilakukan menjadi jelas, terarah dan terpadu. Terkait dengan tindak lanjut hasil pemeriksaan, diinformasikan bahwa sesuai dengan hasil pemantauan kami sampai dengan Semester II Tahun 2013 terdapat 683 temuan dengan 1.340 rekomendasi senilai Rp412,7 miliar. Dari jumlah rekomendasi tersebut, 63% rekomendasi senilai Rp376,2 miliar telah ditindak lanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK, 21% rekomendasi senilai Rp29,5 miliar belum sesuai rekomendasi/dalam proses tindak lanjut dan 16% rekomendasi

senilai Rp7,1 miliar belum ditindak lanjuti. Dari 27 Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang menjadi entitas pemeriksaan BPK, sebanyak enam entitas mendapat opini WTP, sembilan belas entitas endapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan dua entitas mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat atau Disclaimer (www.bandung.bpk.go.id). Kepala Badan Pegawasan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Jawa Barat, Tahria Syafrudin menilai, minimnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi faktor utama yang menjadi titik lemahnya penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah (pemda) di Jawa Barat. Asisten VI Bidang Administrasi Pemprov Jawa Barat, Iwa Karniwa membenarkan minimnya tenaga SDM yang memiliki latar belakang akuntansi dan auditor sehingga menjadi kendala dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah (http://www.pikiran-rakyat.com/node/171153). Laporan keuangan merupakan sebuah produk yang dihasilkan oleh bidang atau disiplin ilmu akuntansi sebagai media bagi sebuah entitas dalam hal ini pemerintah mempertanggungjawabkan kinerja keuangannya kepada publik. Tetapi pada aplikasinya di dalam pemerintahan daerah belum dapat menyusun dan belum dapat memahami sistem pelaporan akuntansi dalam standarnya, sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) menyatakan bahwa pemerintah menyusun sistem akuntansi pemerintah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Sistem akuntansi pemerintahan pada tingkat pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan sistem akuntansi pada tingkat daerah diatur dengan peraturan gubernur / bupati / walikota, mengacu pada Peraturan Daerah tentang pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan satu standar penyusunan laporan keuangan milik pemerintah yang disusun dalam bentuk prinsip-prinsip akuntansi dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

Dengan demikian, standar akuntansi pemerintah merupakan persyaratan dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia (Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010). Selain mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan dalam penerapan sistem akuntansi, di entitas pemerintahan perlu juga sumber daya manusia yang berkualitas yang memahami dan kompeten dalam akuntansi pemerintahan bahkan organisasional tentang pemerintahan sehingga dapat menghasilkan Laporan Keuangan Daerah yang berkualitas. SKPD harus memiliki sumber daya yang kompeten, yang di dukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, serta mempunyai pengalaman di bidang keuangan dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik. Hal tersebut diperlukan untuk menerapkan sistem akuntansi yang ada. Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik. Kegagalan sumber daya Pemerintah Daerah dalam memahami dan menerapan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah (Warisono, 2008). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas serta mengingat pentingnya peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan penerapan sistem dalam mengelola laporan keuangan, agar dapat mengahasilkan laporan keuangan pemda yang ideal, dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Maka dari itu diambil tempat penelitian Kota Bandung dengan judul Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Bandung). 1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang penulis uraikan permasalahan yang akan diidentifikasi adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung? 2. Apakah terdapat pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung? 3. Apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah secara simultan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pemerintah Daerah Kota Bandung). Berdasarkan permasalahan yang terjadi diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengauh Penerapan Sitem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD terhadap Kualitas Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Data informasi dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1) Bagi Penulis Dapat menambah wawasan ilmu tentang pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, serta sebagai prasyarat dalam menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2) Bagi Pemerintah Daerah Sebagai bahan masukan dan informasi dalam mengambil kebijakan penempatan sumber daya manusia yang kompeten dan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, yang nantinya berhubungan dengan penyajian laporan keuangan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitasnya. 3) Bagi Masyarakat atau Publik Bahan informasi mengenai sejauh mana penempatan kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem dapat berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan daerahnya masing-masing sehingga implementasinya dapat berjalan dengan baik dan seharusnya. 4) Bagi Pihak Lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di 17 Dinas Pemerintah Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2013 sampai dengan selesai.