BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Persyaratan Teknis jalan

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN DI KOTA TANGERANG ( STUDI KASUS JL. JENDERAL SUDIRMAN DAN JL. MH. THAMRIN )

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BAB II TINJAU PUSTAKA

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal 2,b

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik Jalan

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

Spesifikasi geometri teluk bus

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

ABSTRAK. Kata kunci : Zebra cross, evaluasi

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

PENGEMBANGAN PROGRAM TRANSPORTASI HIJAU PENDUKUNG MOBILITAS DAN KINERJA CIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

Kajian Azaz Manfaat Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Sultan Thaha Kota Jambi. Fakhrul Rozi Yamali

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MALL TATURA KOTA PALU

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

STUDI PERENCANAAN TROTOAR DI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BERKESELAMATAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

KAJIAN KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN PADA RUAS JALAN DI AREA KOMERSIAL KOTA PONTIANAK (STUDI KASUS: JL. TEUKU UMAR JL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

Gambar 2.1 Rambu yield

JURNAL Rekayasa dan Manajemen Transportasi Journal of Transportation Management and Engineering

Penempatan marka jalan

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

III. METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN KORIDOR JALAN PANDANARAN SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan bagi pejalan kaki. (Dirjen Bina Marga, 1999) Fasilitas pejalan kaki sebaiknya tidak dikaitkan dengan fungsi jalan dan dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan, hal ini dilakukan untuk menjaga keselamatan dan keleluasaan pejalan kaki. (Dirjen Bina Marga, 1999) 3.2. Jalur Pejalan Kaki Menurut Dirjen Bina Marga (1999) yang dimaksud dengan jalur pejalan kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa trotoar, penyeberangan sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelican) dan penyeberangan tak sebidang (jembatan penyeberangan dan terowongan). 3.2.1. Trotoar Menurut Dirjen Bina Marga (1999) trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada daerah milik jalan yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi lebih tinggi dari permukaan pewrkerasan jalan dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. 18

19 3.2.2. Penyeberangan Sebidang 3.2.2.1. Penyeberangan Zebra Menurut Dirjen Bina Marga (1999) penyeberangan zebra atau zebra cross adalah fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan. Gambar 3.1 Zebra Cross Sumber: Google (2017) 3.2.2.2. Penyeberangan Pelican Menurut Dirjen Bina Marga (1999) penyeberangan pelican atau pelican cross adalah fasilitas untuk menyeberangi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas. Pelican dikontrol oleh lampu lalu lintas dan dioperasikan oleh pejalan kaki.

20 Gambar 3.2 Pelican Cross Sumber: Google (2017) 3.2.3. Penyeberangan Tak Sebidang 3.2.3.1. Jembatan Penyeberangan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2014 jembatan penyeberangan merupakan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki yang terletak di atas permukaan tanah dan digunakan apabila : 1) Penyeberangan zebra atau pelican sudah menggangu lalu lintas yang ada. 2) Ruas jalan memiliki kecepatan kendaraan yang tinggi dan arus pejalan kaki yang cukup ramai

21 3.2.3.2. Terowongan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2014 terowongan merupakan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki yang terletak di bawah permukaan tanah dan digunakan apabila : 1) Jembatan tidak dimungkinkan untuk diadakan. 2) Lokasi lahan memungkinkan untuk dibangun di bawah tanah. 3.3. Fungsi Trotoar Menurut Dirjen Bina Marga (1990) fungsi utama dari trotoar adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki tersebut. Menurut Dirjen Bina Marga (1990) trotoar juga berfungsi memperlancar lalu lintas jalan raya karena tidak terganggu atau terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki. Ruang di bawah trotoar juga dapat digunakan sebagai ruang untuk menempatkan utilitas dan pelengkap jalan lainnya. 3.4. Penempatan Trotoar Suatu ruas jalan perlu dilengkapi dengan trotoar apabila di sepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersebut antara lain perumahan, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan sosial, daerah industri, terminal bus dan lain. (Dirjen Bina Marga, 1990)

22 Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas (bila tersedia jalur parkir). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan. Trotoar sedapat, mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase yang ditutup dengan plat beton yang memenuhi syarat. Trotoar pada pemberhentian bus harus ditempatkan berdampingan/sejajar dengan jalur bus. Trotoar dapat diletakkan di depan atau di belakang halte. (Dirjen Bina Marga, 1990). 3.5. Dimensi Trotoar Lebar dari trotoar harus leluasa, minimal bila 2 orang pejalan kaki berpapasan, salah satunya, tidak harus turun ke jalur lalu lintas kendaraan. (Dirjen Bina Marga, 1995) Menurut Dirjen Bina Marga (1990) lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau kapasitas (lebar), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Lebar trotoar di Indonesia mempunyai standar dalam perencanaannya sesuai lokasi penggunaannya yaitu :

23 Tabel 3.1 Lebar Trotoar Sesuai Lokasi Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan Lebar Minimum (m) Lebar yang Dianjurkan (m) Perumahan 1,6 2,75 Perkantoran 2 3 Industri 2 3 Sekolah 2 3 Terminal/stop bis/tpkpu 2 3 Pertokoan/perbelanjaan/hiburan 2 4 Jembatan, terowongan 1 1 Keterangan: TPKPU = Tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.3 (2014) Menurut Dirjen Bina Marga (1999) lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki berpapasan tanpa adanya gangguan menjadi 150 cm. Kebutuhan lebar trotoar minimum dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana (P). Volume pejalan kaki rencana adalah volume rata-rata per menit pada interval puncak. P dihitung bersarkan survei penghitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval 15 menit selama 6 jam paling sibuk dalam satu hari untuk 2 arah. Lebar minimum trotoar dapat dihitung dengan rumus : W = P + 1,5...(3-1) 35 Keterangan : W : Lebar trotoar (meter) P : Volume pejalan kaki rencana (orang/meter/menit)

24 Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture) seperti patok, rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya. (Dirjen Bina Marga, 1999) Penambahan lebar trotoar apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti pada tabel 3.2 di bawah ini Tabel 3.2 Penetapan Lebar Trotoar Tambahan No Jenis Fasilitas Lebar Tambahan (cm) 1 Kursi roda 100-120 2 Tiang lampu penerang 75-100 3 Tiang lampu lalu lintas 100-120 4 Rambu lalu lintas 75-100 5 Kotak surat 100-120 6 Keranjang sampah 100 7 Tanaman peneduh 60-120 8 Pot bunga 150 Sumber : Dirjen Bina Marga (1999) 3.6. Ruang Bebas Trotoar Menurut Dirjen Bina Marga (1990), ruang bebas trotoar mempunya beberapa syarat yaitu : 1) Tinggi bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter. 2) Kedalaman bebas trotoar tidak kurang dari 1 meter dari permukaan trotoar. 3) Kebebasan samping trotoar tidak kurang dari 0,3 meter.

25 Gambar 3.3 Ruang Bebas Trotoar Sumber: Dirjen Bina Marga (1990) 3.7. Struktur Trotoar Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka trotoar harus diperkeras, diberi pembatas (dapat berupa kerb atau batas penghalang/barrier) dan diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan. Perkerasan trotoar dapat dibuat dengan blok beton, beton, perkerasan aspal, atau plesteran. Permukaan trotoar harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-4% supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang trotoar disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan memanjang maksimum 10%. (Dirjen Bina Marga, 1990)

26 3.8. Tingkat Pelayanan Trotoar Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2014 standar pelayananan terdiri dari beberapa tingakatan sebagai berikut: 1) Standar A, para pejalan kaki dapat berjalan dengan bebas, termasuk dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antarpejalan kaki. Luas jalan pejalan kaki 12m 2 /orang dengan arus pejalan kaki < 16 orang/menit/meter. Gambar 3.4 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Standar A 2) Standar B, para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman dan cepat tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya, namun keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 3,6 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki >16-23 orang/menit/meter. Gambar 3.5 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Standar B 3) Standar C, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan

27 kecil, dan relatif lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 2,2-3,5 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki >23-33 orang/menit/meter. Gambar 3.6 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Standar C 4) Standar D, para pejalan kaki dapat berjalan normal, namun harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan karena arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk menimbulkan konflik. Standar ini masih menghasilkan arus ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 1,2-2,1 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki >33-49 orang/menit/meter. Gambar 3.7 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Standar D 5) Standar E, para pejalan kaki dapat berjalan dengan kecepatan yang sama, namun pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur ketika banyaknya pejalan kaki yang berbalik arah atau berhenti. Standar E mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari kapasitas rencana

28 ruang pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 0,5-1,3 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki >49-75 orang/menit/meter. Gambar 3.8 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Standar E 6) Standar F, para pejalan kaki berjalan dengan kecepatan arus yang sangat lambat dan terbatas karena sering terjadi konflik dengan pejalan kaki yang searah atau berlawanan. Standar F sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki < 0,5 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki beragam. Gambar 3.9 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Standar F

29 Tabel 3.3 Tingkatan Standar Pelayanan Pejalan Kaki No Tingkat Pelayanan Kecepatan Rata-rata (meter/menit) 1 A 78 2 B 75 3 C 72 4 D 68 5 E 45 6 F < 45 3.9. Fasilitas Penyeberangan Menurut Dirjen Bina Marga (1995) dalam menentukan jenis fasilitas penyeberangan yang sesuai, maka harus diperhatikan faktor-faktor yang menentukan seperti arus penyeberang jalan dan arus kendaraan dua arah pada lokasi yang diamati. Kriteria jenis fasilitas penyeberangan terbagi menjadi 6 jenis penyeberangan, seperti di tabel 3.4 di bawah ini Tabel 3.4 Kriteria Jenis Fasilitas Penyeberangan PV 2 P V Rekomendasi > 10 8 50 1100 300 500 Zebra Cross > 2 x 10 8 50 1100 400 750 Zebra Cross dengan lapak tunggu > 10 8 50 1100 > 500 Pelican > 10 8 > 1100 > 300 Pelican > 2 x 10 8 50 1100 > 750 Pelican dengan lapak tunggu > 2 x 10 8 > 1100 > 400 Pelican dengan lapak tunggu Sumber : Dirjen Bina Marga (1995) Dimana: P = Arus lalu-lintas penyeberang jalan yang menyeberang jalur lalu lintas, dinyatakan dengan pejalan kaki/jam. V = Arus lalu-lintas dua arah per jam, dinyatakan dalam kendaraan/jam.