BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempunyai kemampuan melakukan tugas fisiologis maupun psikologis

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metode survei

DEFENISI. Merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguangangguan. peradangan, infeksi dan kejang otot.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif non analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. dengan diagnosis utama Congestive Heart Failure (CHF) yang menjalani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. sesungguhnya maupun potensi kerusakan jaringan. Setiap orang pasti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter

BAB I PENDAHULUAN. Demam mungkin merupakan tanda utama penyakit yang paling tua dan

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INTISARI. Puskesmas 9 NopemberBanjarmasin. 1 Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pasien hipertensi di Puskesmas Mergansan dan Puskesmas Kraton Yogyakarta pada tahun 2015.

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan merupakan bagian dari proses penyembuhan (inflamasi). Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Sedangkan antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi (Tjay dan Kirana, 2007) B. Penggolongan Analgetik Antipiretik Penggolongan Analgetik dibagi dalam dua kelompok besar atas dasar farmakologinya, yaitu: 1. Analgetik perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Contoh: paracetamol, asetosal, methampyron dan ibu profen. 2. Analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Contoh: tramadol. Obat-obat tersebut mampu meningkatkan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi sistem syaraf pusat atau menurunkan kesadaran, serta tidak menimbulkan ketagihan. Efek samping yang paling umum adalah kerusakan darah (paracetamol, salisilat, derivate derivate antranilat dan derivate derivate pirazolinon), kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan penghambat prostaglandin/nsaid) dan reaksi alergi pada kulit. Efek samping terjadi terutama pada penggunaan yang lama atau dalam dosis tinggi (Tjay dan Kirana, 2007) 4

Obat golongan analgetik-antipiretik: 1. Parasetamol (acetaminofen) Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia. Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan ketergantungan alkohol. Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati Efek samping : Reaksi hipersensitivitas, kelainan darah, kerusakan hati, kerusakan ginjal. Dosis : 0,5-1 gram setiap 4-6 jam hingga maksimum 4 gram perhari (Badan POM RI, 2008) 2. Asetosal Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan demam. Peringatan : Asma penyakit alergi, gangguan fungsi ginjal, menurunnya fungsi hati, dehidrasi, kehamilan, pasien lansia dan defisiensi G6PD. Efek samping : Biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiannya tinggi untuk terjadinya iritasi saluran cerna dengan pendarahan ringan yang asimptomatis, memanjangnya waktu pendarahan, bronkospasme, dan reaksi kulit pada pasien hipersensitif. Dosis : 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan, maksimum 4 gram perhari (Badan POM RI, 2008). 3. Antalgin (Methampyron) Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia. Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan ketergantungan alcohol. 5

Kontraindikasi : Penderita hipersensitif, hamil dan wanita menyusui, penderita dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmhg Efek samping : Iritasi lambung, hyperhidrosis Dosis : 3-4 kali 250-500 mg. 4. Tramadol Indikasi : Nyeri akut atau kronik yang berat dan pada nyeri pasca operasi Peringatan : Pasien dengan trauma kepala, tekanan intrakranial. Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap tramadol atau opiate dan penderita yang mendapatkan pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hiptonika, analgetika atau obat obat yang bekerja pada SSP, seperti transquiliser, hiptonik. Efek samping : Mual, muntah, lesu, letih, ngantuk, pusing, ruam kulit, takikardia, peningkatan tekanan darah, muka merah. Dosis : 50 mg sebagai dosis tunggal, dapat diulangi 30-60 menit dengan dosis total yang tidak melebihi 400 mg sehari. 6

C. Evaluasi Penggunaaan Obat Analgetik Antipiretik Evaluasi Penggunaan obat Analgetik Antipiretik dapat dilakukan secara kualitas maupun kuantitas. Evaluasi secara kualitas yaitu dinilai dari rasionalitas pemilihan obat analgetik-antipiretik. Sedangkan evaluasi Secara kuantitas dapat dilakukan dengan perhitungan system ATC/DDD untuk mengukur jenis dan jumlah obat analgetik-antipiretik. 1. Kualitas penggunaan obat analgetik-antipiretik di Puskesmas dapat di lakukan dengan metode retrospektif atau prospektif. Metode retrospektif dilakukan pada pasien yang telah menjalani pengobatan di puskesmas dan mendapatkan peresepan obat analgetik-antipiretik dengan melihat catatan rekam medik pasien tersebut. Sedangkan metode prospektif dilakukan dengan mengamati obat analgetik-antipiretik yang diresepkan kepada pasien setiap hari nya, kemudian memonitoring penggunaan analgetik-antipiretiknya. Penilaian kualitas penggunaan obat analgetik-antipiretik dinilai dari rasionalitas. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dalam jumlah yang memadai dan biaya yang rendah. Obat merupakann produk yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, namun jika penggunaannya salah, tidak tepat, tidak sesuai dengan takaran akan membahayakan (Kemenkes RI, 2011). Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. b. Tepat Indikasi Pemberian obat untuk pasien yang memiliki gejala yang sesuai dengan penyakitnya. 7

c. Tepat Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sesuai. d. Tepat Dosis Cara dan lama pemberian obat berpengaruh terhadap efek terapi obat. e. Tepat Cara Pemakaian Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. f. Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. g. Tepat Lama Pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing. h. Waspada Terhadap Efek Samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. i. Tepat Pasien Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. j. Tepat Informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. k. Tepat Tindak Lanjut Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. l. Tepat Penyerahan Obat Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Dalam 8

penyerahan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional menurut Kemenkes RI dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Peresepan Berlebih (overprescribing) Yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan. b. Peresepan Kurang (underprescribing) Yaitu jika pemberiaan obat kurang dari seharusnya diperlukan, baik dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. c. Peresepan Majemuk (multiple Prescribing) Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. d. Peresepan Salah (incorrect prescribing) Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat, memberikan kerugian resiko efek samping yang lebih besar, pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan kepada pasien, dan sebagainya. 2. Kuantitas penggunaan obat analgetik-antipiretik di Puskesmas dapat diukur dengan metode retrospektif atau prospektif. Metode retrospektif dilakukan pada pasien yang telah menjalani pengobatan di puskesmas dan mendapatkan peresepan obat analgetik-antipiretik dengan melihat catatan rekam medik pasien tersebut. Sedangkan metode prospektif dilakukan dengan mengamati obat analgetik-antipiretik apa yang telah diberikan pada pasien setiap hari nya. Untuk membandingkan data, WHO (2013) telah menetapkan system klasifikasi Anatomical therapeutic chemical (ATC) dan pengukuran dengan Defined Daily Doses (DDD) sebagai standar untuk pengukuran kuantitas penggunaan obat analgetik-antipiretik. 9

Dalam system klasifikasi Anatomical therapeutic chemical (ATC), zat aktif dibagi dalam grup yang berbeda berdasakan organ atau system dimana zat aktif tersebut beraksi secara terapetik, farmakologi dan kimia. DDD adalah asumsi dosis rata rata per hari penggunaan obat analgetik antipiretik untuk indikasi obat tertentu pada orang dewasa. Penilaian penggunaan Obat Analgetik Antipiretik di puskesmas dengan satuan DDD/1000 hari lama pemakaian obat atau dikomunitas dengan satuan DDD/1000 penduduk (Depkes RI, 2011). D. Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja. UPT tugasnya adalah menyelenggarakan sebagian tugas teknis dinas kesehatan pembangunan kesehatan, maksudnya adalah menyelenggarakan upaya kesehatan pertanggung jawaban secara keseluruhan ada di Dinkes dan sebagian ada di Puskesmas (Prahasto, 2006) Fungsi puskesmas yaitu untuk (Prahasto, 2006): 1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan 2. Pusat pemberdayaan masyarakat 3. Pelayanaan kesehatan perorangan 4. Pelayanaan kesehatan masyarakat E. Rekam Medik Rekam medik adalah sejarah singkat, jelas, dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik. Menurut surat keputusan direktorat jendral pelayanan medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, anemnesa, pemerikasaan diagnostik pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seseorang penderita selama melakukan perawatan di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap (Siregar, 2003). 10

Menurut Siregar (2003) Rekam medik memiliki beberapa fungsi: 1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita. 2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional yang berkonstribusi pada perawatan penderita. 3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya/penyebab kesakitan penderita dan penanganan/pengobatan selama melakukan pemeriksaan di rumah sakit. 4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita. 5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit, dan praktisi yang bertanggung jawab. 6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendididkan. 7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita. 11