BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. PAD (Pendapatan Asli Daerah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap negara memiliki sistem perencanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Desentralisasi merupakan suatu istilah yang mulai populer di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, dalam menyelenggarakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu penerimaan yang rutin, maka pemerintah menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULIAN. dan penerimaan lainnya yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dapat menetepkan berbagai jenis sumber penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

diungkapkan Riduansyah (2003: 49), yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem sentralisasi yang dulu diterapkan oleh Pemerintah Pusat terhadap segala kewenangan Pemerintah Daerah telah banyak memberikan dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan pembangunan diberbagai daerah diindonesia serta adanya ketidakmasksimalan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah. Berdasarkan dampak-dampak yang dirasakan tersebut maka sejak tanggal 1 Januari 2001 pemerintah merubah sistem sentralisasi menjadi system desentralisasi dengan memberikan tanggung jawab segala kewenangan daerah kepada Pemerintah daerah yang disebut Otonomi Daerah. Tujuan Otonomi Daerah adalah untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu juga untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah yang mendorong timbulnya inovasi. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proposional. Artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan dan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat daerah (Mardiasmo, 2002:8). 1

2 Tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk memajukan perekonomian daerah dan meningkatkan pelayanan publik. Menurut Mardiasmo (2002:59) terdapat tiga misi utama dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sejalan dengan pelaksaan otonomi daerah, setiap daerah yang ada di Indonesia dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan sumber PAD (Nugraha dan Triantoro, 2004:379). Pemerintah daerah harus mampu menggunakan sumber daya yang ada untuk meningkatkan penerimaan daerah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan menggali potensi PAD. Peningkatan PAD akan tercapai apabila sumber-sumber yang mempengaruhinya mengalami peningkatan, agar sumber-sumber tersebut meningkat maka dalam pengelolaan dan pelaksanaan dalam menangani sumber-sumber pendapatan asli daerah haruslah optimal. Salah satu sumber yang dapat meningkatkan PAD adalah pajak daerah. Pajak Daerah merupakan wujud dari peran wajib pajak dalam pembangunan nasional secara tidak langsung. Apabila pemungutan pajak daerah dapat dilaksanakan secara optimal, maka PAD dapat meningkat. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan dua sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karenanya peningkatan pajak daerah dan

3 retribusi daerah akan dapat meningkatkan penerimaan PAD. Semakin tinggi peranan PAD dalam pendapatan daerah merupakan cermin keberhasilan usahausaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Disamping penerimaan dari PAD, daerah juga memperoleh sumber pendapatan dari kekayaan daerah yang dipisahkan serta lainlain PAD yang sah. Sasaran peningkatan sumber pendapatan daerah yang berasal dari pajak hotel dan restoran memiliki dua arti strategis yaitu sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah dan sebagai salah satu komponen dalam melaksanakan otonomi daerah. Efektivitas penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pajak daerah perlu dilakukan, mengingat besar kecilnya penerimaan pajak hotel dan restoran akan mempengaruhi penerimaan pendapatan asli daerah. Sementara itu penerimaan pendapatan asli daerah merupakan sumber pembiayaan pembangunan. Dengan demikian adanya peningkatan kontribusi penerimaan pajak hotel dan restoran diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PAD dan membantu memperlancar pelaksanaan pembangunan pada daerah tersebut. Namun kenyataannya banyak daerah yang belum memberikan kontribusi yang besar dan tingkat efektivitasnya masih belum efektif, hal ini tidak sesuai dengan otonomi daerah yang berupaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli daerah, terbukti dengan adanya hasil penelitian dari Irwansyah (2014) Pertumbuhan pajak hotel mengalami fluktuasi, Penerimaan pajak hotel di Kota Semarang berdasarkan klasifikasinya tahun 2009-2013 masih belum efektif. Penelitian Putra (2009) mengungkapkan efektivitas penerimaan pajak hotel

4 dikabupaten Karanganyar tahun 2006-2008 belum efektif. Dan Penelitian Dutolong (2014) pemungutan dan pengelolaan Pajak Restoran di Kabupaten Minahasa Utara belum efektif. Sedangkan penelitian Sedana, dkk (2013) Efektivitas penerimaan pajak hotel dan pajak restoran berada dalam kategori sangat efektif dan tingkat kontribusi pajak hotel dan pajak restoran berada dalam kategori cukup berkontribusi. Kabupaten Berau memiliki luas wilayah 34.127 Km2 dan merupakan salah satu kabupaten yang terkenal akan potensi pariwisatanya yang saat ini perkembangannya sangat pesat. Kabupaten Berau juga menjadi salah satu tujuan favorit para wisatawan untuk berlibur karena terkenal memiliki keindahan alam dan banyaknya terdapat tempat wisata. Namun Kabupaten Berau tidak hanya memiliki potensi dibidang pariwisata saja, pada bidang perekonimian khusunya juga sangat berkembang pesat seperti industry batubara, tas manik, kain batik, dan makanan. Sehingga wajar apabila Kabupaten Berau mengandalkan potensi pariwisata dan ekonominya sebagai salah satu pendapatan utamanya. Semakin berkembang pesatnya pariwisata di Kabupaten Berau telah mendorong juga perkembangan bisnis Hotel dan restoran dan diharapkan dapat menjadi potensi bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan Pajak Daerah khususnya pajak hotel dan restoran. Tetapi pada kenyataannya, perkembangan yang pesat bisnis hotel dan restoran di Kabupaten Berau belum mampu memaksimalkan Pajak Daerah Kabupaten Berau melalui PAD. Berikut ini data Hotel dan Restoran yang ada di Kabupaten Berau selama 3 tahun terakhir.

5 Tabel 1.1 Jumlah Hotel dan Restoran Jumlah Hotel Jumlah Restoran Tahun 2012 47 Tahun 2012 344 Tahun 2013 61 Tahun 2013 238 Tahun 2014 66 Tahun 2014 238 Sumber : Dinas Pendapatan Kab Berau Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah hotel tahun 2012 berjumlah 47 meningkat menjadi 61 pada tahun 2013 dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 66. Adanya peningkatan dari tahun 2012 2014 merupakan potensi bagi penerimaan pajak Hotel. Akan tetapi peningkatan jumlah hotel ini belum tentu akan meningkatkan penerimaan pajak, karena penerimaan pajak tergantung dari tingkat hunian hotel, semakin besar tingkat hunian hotel akan meningkatkan penerimaan pajak hotel. Peningkatan jumlah hotel juga akan dapat meningkatkan penerimaan pajak restoran mengingat masing-masing hotel juga memiliki restoran untuk para pengunjung. Sedangkan jumlah Restoran pada tahun 2012 berjumlah 344 mengalami penurunan di tahun 2013 dan 2014 berjumlah 238. Adanya penurunan di tahun 2013 dan 2014 tersebut dipengaruhi oleh banyaknya restoran yang mengalami kebangkrutan sehingga tidak melanjutkan usaha restorannya. Kondisi ini dapat mengurangi potensi penerimaan pajak daerah yang berasal dari pajak restoran. Oleh karena itu perlunya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengefektifkan pemungutan pajak daerah khususnya pajak hotel dan restoran untuk meningkatkan penerimaan PAD. Namun upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah selaku pihak yang mengelola PAD tidak disambut baik oleh para wajib pajak hotel maupun wajib

6 pajak restoran. Hal ini terlihat dari masih banyaknya pengusaha yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak dan terdapat berbagai kecurangan dalam perhitungan besaran pajak karena sistem pemungutan di Indonesia yang menggunakan self assessment system. Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang (Prabowo, 2006:6). Dengan diterapkannya sistem tersebut diharapkan dapat memberikan kesadaran terhadap masyarakat sebagai wajib pajak untuk melakukan kewajibannya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis sangat tertarik untuk membahas permasalahan kedalam suatu laporan tugas akhir dengan judul Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Seta Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Berau. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana efektivitas penerimaan pajak hotel dan pajak restoran di Kabupaten Berau berdasar realisasi dan target? 2. Bagaimana kontribusi pajak hotel dan pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Berau berdasar realisasi dan target? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektifitas dan kontribusi penerimaan pajak hotel dan pajak restoran?

7 C. Batasan Masalah Untuk membatasi agar tidak terlalu luas maka dalam penelitian ini penulis hanya berfokus membahas pajak daerah Kabupaten Berau khususnya Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Pajak Daerah serta faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan kontribusi penerimaan Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Berau. Tahun pengamatan dibatasi 3 tahun terakhir yaitu tahun 2012-2014. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah : a. Untuk mengukur tingkat efektivitas penerimaan pajak hotel dan pajak restoran di Kabupaten Berau b. Untuk mengukur berapa besar kotribusi pajak hotel dan pajak restoran terhadap penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Berau c. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan kontribusi penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Berau. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menentukan kebijakan guna meningkatkan Penerimaan Pajak Daerah khususnya di pajak hotel dan restoran. Selain itu untuk wajib pajak sebagai bahan informasi terkait dengan peraturan daerah Kabupaten Berau No 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Dan untuk peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian kembali.