Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN

DETERMINAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN, PENULARAN PENYAKIT TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENDOSARI

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Identifikasi Faktor Resiko 1

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

BAB VI HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PENDERITA TB PARU TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah Kecamatan Palmerah terletak 0,5 2 meter dari permukaan laut dan

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang akan

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU DI PUSKESMAS SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini menyebabkan masalah kesehatan yang buruk di antara jutaan orang setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENELITIAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES DAN STATUS GIZI PADA ANAK SEKOLAH USIA 7 8 TAHUN

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA KENCANA

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI DI PUSKESMAS MABELOPURA KECAMATAN PALU SELATAN KOTA PALU

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. rahim yang terletak antara rahim uterus dengan liang senggama vagina.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

HUBUNGAN KINERJA PETUGAS DENGAN CASE DETECTION RATE (CDR) DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

BAB IV METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan cross sectional study. Metode analitik korelasi ini

PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA LEAFLET EFEKTIF DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN PONOROGO

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu

BAB 4 METODE PENELITIAN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

*Korespondensi Penulis, Telp: , ABSTRAK

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo. mencakup 14 Kelurahan, 201 Dukuh, 138 RW (Rukun Warga), dan 445 RT

BAB 5 HASIL PENELITIAN. n % n % Total % %

BAB III METODE PENELITIAN

FAKTOR DETERMINAN KINERJA PETUGAS GIZI DALAM PENANGANAN GIZI BURUK DI PUSKESMAS WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KINERJA BIDAN PEMBINA WILAYAH PUSKESMAS DI KOTA BEKASI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS TANJUNG BINTANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGELOLA PROGRAM TB PUSKESMAS DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian observasional dengan rancangan Cross Sectional, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

Faktor-Faktor Yang Menpengaruhi Kinerja Bidan Puskesmas Dalam Penanganan Ibu Hamil Risiko Tinggi di Kabupaten Pontianak Tahun 2012

PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN TALI PUSAT BERHUBUNGAN DENGAN WAKTU LEPAS TALI PUSAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum yang layak. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

Transkripsi:

PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PETUGAS PROGRAM TB PARU TERHADAP PENEMUAN KASUS BARU DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Ratna Dewi Husein *, Tumiur Sormin ** Penemuan kasus penderita TBC Paru (BTA positip) di Kabupaten Lampung Selatan masih dibawah target, pada hal di daerah diperkirakan bahwa kasus TBC Paru BTA positip sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan gengan kinerja program tuberkulosis paru terhadap penemuan kasus baru BTA positip di Puskesmas Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011 dengan jumlah responden 3 orang. Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain korelasi dan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa 21 orang (55,3%) kinerja baik, 31 orang (1,%) perawat, 20 orang (52,%) pengetahuan baik, 20 orang (52,%) pelatihan kurang, 23 orang (0,5%) 3 tahun bekerja, 20 orang (52,%) laki-laki, 22 orang (57,%) sudah kawin, 27 orang 71,1%) ada alat transportasi, 22 orang (57,%) insentif Rp. 700.000, 2 orang (,4%) sering supervisi, 22 orang (57,%) kepemimpinan baik, 22 orng (57,%) sarana lengkap dan 21 orang (55,3%) dekat geografis. Dengan Uji Multiple Regression Logistic ada 3 variabel yang berhubungan signifikan, yaitu pelatihan, lama kerja dan status perkawinan. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja program tuberkulosis paru adalah pelatihan ( P-value 0,012 dengan OR 11,474). Peneliti mengusulkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Lampung Selatan agar meningkatkan pelatihan kepada yang masih kurang kinerjanya; yang baru dan belum menikah perlu menyadari pentingnya meningkatkan kinerjanya. Kata Kunci : Petugas Program Tuberkulosis, Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA Positip LATAR BELAKANG Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 15 menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia. Penyakit TBC adalah merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama pada golongan penyakit infeksi. Tahun 1, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 53.000 kasus baru TBC dengan kematian sekitar 14.000. Secara kasar diperkirakan bahwa setiap.000 penduduk Indonesia, diantaranya terdapat 130 penderita TBC BTA positif (Depkes, 2002). Penemuan kasus penderita TBC Paru (BTA positip) di Kabupaten Lampung Selatan menghadapi permasalahan, dimana masih dibawah target, yakni 45,2% (secara nasional 70%). Pada hal wilayah Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu wilayah yang diperkiraan penderita TBC Paru BTA positip sangat tinggi. Pada tahun 2007 penemuan penderita menurun dan sangat menurun tajam pada tahun 200. Sebanyak 24 Puskesmas, namun baru 1 Puskesmas yang mencapai target sedangkan puskesmas lainnya baru dapat mencapai dibawah 30%. Sehingga dapat diartikan bahwa pencapaian target belum merata dan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan (Profil Kesehatan Lampung Selatan Tahun 200). Ditinjau dari segi pelaksanaan, yang bekerja sebagai PMO belum optimal dalam melakukan tugasnya mengawasi penderita tuberkulosis yang minum obat. Dari segi ketenagaan, tenaga analis laboratorium masih dirasakan sangat kurang dan sebahagian tenaga pengelola TB Paru di Puskesmas belum terlatih. Secara teknis, ada 23 unit Puskesmas non perawatan, 1 unit Puskesmas perawatan dan 75 unit Puskesmas Pembantu yang ada di Kabupaten Lampung Selatan, dan baru [52]

20 orang diantara 3 orang pengelola TB Paru belum memadai pelatihannya untuk penanggulangan penyakit TB Paru. Disisi lain, sistem pencatatan pelaporan register TB Paru juga belum digunakan secara optimal. Hal ini merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian agar keberhasilan pemberantasan penyakit TBC Paru di Kabupaten Lampung Selatan dapat tercapai. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pembinaan kepada program P2TB Paru. Oleh karena itu ingin meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja P2TB paru dalam penemuan kasus baru BTA positip untuk memberi masukan peningkatan kinerja yang ada. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasi dan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan bulan Oktober November 2011 di Puskesmas Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Petugas Program Tuberkulosis Paru Terhadap Penemuan Kasus Baru BTA Positip. Populasi penelitian adalah seluruh tenaga pelaksana program tuberkulosis paru sebanyak 3 orang. Responden adalah menggunakan total populasi. Pengumpulan data melalui wawancara dengan pertanyaan yang disusun terstruktur. Analisis data secara univariat untuk mendapatkan gambaran statistik deskriptif dari masing-masing variabel dependen dan independen, bivariat dengan Uji Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan tingkat kemaknaan 0,05 dan CI 5%, untuk mengetahui keeratan antara kedua variabel dengan melihat Odd Ratio (OR) dan analisa multivariat dengan dengan Uji Multiple Regression Logistic untuk mengetahui varibel paling dominan berhubungan. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Berdasarkan analisis univariat diketahui bahwa berdasarkan latar belakang pendidikannya, responden terbanyak adalah berlatar belakang pendidikan perawat (31 orang, 1,%) dan sisanya non perawat (7 orang, 2,4%). Berdasarkan tingkat pengetahuan, responden terbanyak memiliki pengetahuan baik (20 orang, 52,%). Berdasarkan lama kerja, responden terbanyak dengan lama kerja 3 tahun(23 orang, 0,5%). Berdasarkan status perkawinan responden terbanyak dengan status kawin (22 orang, 57,%). Berdasarkan ada tidaknya transportasi responden terbanyak ada transportasi (27 orang, 71,7%), dan berdasarkan insentif yang diterima, responden mayoritas mendapat insentif Rp.700.000 (22 orang, 57,%). Sedangkan berdasarkan supervise responden terbanyak supervise sering (2 orang,,4%), berdasarkan kepemimpinan maka responden terbanyak kepemimpinan baik (22 orang, 57,%), dan berdasarkan letak geografis maka responden terbanyak geografis dekat (21 orang, 55,3%). Dan berdasarkan kinerja maka responden terbanyak dengan kinerja baik (21 orang, 55,3%). Analisis Bivariat Tabel 1: Hubungan Pendidikan dengan Pendidikan - Perawat - Non Perawat 17 4 55 57 14 3 45 43 31 7 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 0,11 (0,174-4,7) pv 1,00 [53]

Tabel 2: Hubungan Pengetahuan dengan N % n % n % - Baik - Kurang 11 10 5 5 45 44 20 1 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 0,7 (0,272-3,51) pv 1,00 Tabel 3:Hubungan Bekerja dengan Lama kerja N % n % n % - 3 tahun - < 3 tahun 5 40 35 0 23 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 2,13 (0,734-10,772) pv 0,232 Tabel 4: Hubungan Jenis Kelamin dengan Jenis kelamin N % n % n % - Laki-laki - Perempuan 14 7 70 3 11 30 1 20 1 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 3,7 (0,54-14,02) pv 0,11 Tabel 5: Hubungan Status Perkawinan dengan Status Perkawinan - Kawin - Belum kawin 1 5 73 31 11 27 22 1 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 5,7 (1,427-24,113) pv 0,027 Tabel : Hubungan Alat Transportasi dengan Alat transportasi - Ada - Tidak ada 5 55 12 5 44 4 27 11 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 1,042 (0,255-4,22) pv 1,00 Tabel 7:Hubungan Insentif dengan Insentif - Rp.700.000 - < Rp. 700.000 3 7 10 32 3 22 1 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 3,571 (0,24-13,11) pv 0,122 Tabel : Hubungan Supervisi dengan Supervisi N % n % n % - Sering - Jarang 1 3 25 31 75 2 12 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) :,75 (1,433-31,7) pv 0,02 Tabel : Hubungan Kepemimpinan dengan Pengetahuan Kepemimpinan - Baik - Kurang baik 3 7 10 32 3 22 1 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 3,571 (0,24-13,11) pv 0,012 Tabel 10:Hubungan Sarana dengan Sarana - Lengkap - Tidak lengkap 13 5 50 41 50 22 1 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 1,444 (0,35-5,25) pv 0,2 Tabel 11: Hubungan Pengetahuan dengan Geografis - Dekat - Jauh 13 2 47 3 53 21 17 Jumlah 21 55 17 45 3 OR (5% CI) : 1,2 (0,5-,) pv 0,5 Berdasarkan tabel kontigensi 1-11 diatas dapat diketahui bahwa faktor pelatihan, status perkawinan dan supervisi [54]

memiliki p-value < 0,05, sehingga disimpulkan ada hubungan dengan kinerja program tuberkulosis paru dalam penemuan kasus baru BTA positip di Kabupaten Lampung Selatan. Sedangkan faktor pendidikan, pengetahuan, lama kerja, jenis kelamin, status perkawinan, alat transportasi, insentif, kepemimpinan, sarana, dan geografis memiliki p-value > 0,05, sehingga tidak ada hubungan dengan dengan kinerja program tuberkulosis paru dalam penemuan kasus baru BTA positip di Kabupaten Lampung Selatan. Analisis Multivariat Tabel 12: Hasil Seleksi Bivariat Variabel p-value Pendidikan 0,12 Pengetahuan 0,73 Pelatihan 0,007 Lama kerja 0,12 Jenis kelamin 0,052 Status perkawinan 0,010 Alat transportasi 0,55 Insentif 0,05 Supervisi 0,010 Kepemimpinan 0,05 Sarana 0,57 Geografis 0,30 Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa ada tujuh variabel yang memiliki p- value < 0,25 dan dapat dimasukkan sebagai variabel kandidat ke model multi variat. Ketujuh variabel tersebut yakni pelatihan, lama kerja, jenis kelamin, status perkawinan, insentif, supervisi dan kepemimpinan. Tabel : Hasil Uji Regresi Logistik Terakhir Variabel B P Wald OR 5% C.I Pelatihan 2,44 0,012 11,47 1,72-7,54 Lama kerja 2,0 0,041 7, 1,0-5,42 Status kawin 2,1 0,01,4 1,42-52, -2 log likelihood = 34,520 G = 1,00 P-v 0,000 Hasil analisis pada tabel diatas memperlihatkan bahwa variabel pelatihan, lama kerja dan status kawin mempunyai p- value yang signifikan, yaitu 0,05, sehingga dapat diartikan bahwa ketiga variabel tersebut berhubungan dengan kinerja. Variabel yang paling dominan berhubungan adalah variabel dengan OR paling besar, yakni variabel pelatihan dengan OR = 11,474. Dapat disimpulkan bahwa program tuberkulosis paru di Kabupaten Lampung Selatan, dengan pelatihan baik memiliki peluang 11,474 kali lebih baik kinerjanya pada penemuan kasus baru BTA positip. PEMBAHASAN Gambaran Petugas Pendapat Gibson, 17, ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan penampilan kerja (kinerja) individu, yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologi. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personil. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai suatu pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa 21 orang (55,3%) responden mempunyai kinerja baik. Sedangkan yang mempunyai kinerja kurang baik ada sebanyak 17 orang (44,7%). Melalui kinerja juga dapat diketahui tentang kesesuaian pekerjaan terhadap pekerjaan yang telah disusun sebelumnya. Dengan hasil ini maka pihak manajemen dapat menggunakan uraian tugas kerja sebagai tolak ukur. Banyaknya program tuberkulosis paru yang berkinerja baik terhadap cakupan penemuan penderita kasus baru BTA (+) di Puskesmas Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa didapatkan efektifitas sumber daya manusia yang baik secara umum di wilayah tersebut. [55]

Hubungan pendidikan dengan kinerja sebahagian besar adalah berpendidikan perawat. Sedangkan dari proporsi terlihat bahwa hampir sama antara yang berpendidikan perawat dan non perawat yang memiliki kinerja baik dalam pekerjaannya. Masing-masing diperoleh proporsi 54,% dan 57,1%. Sedangkan hasil uji statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kinerja (p value = 1,000). Hampir tidak ada perbedaan antara berpendidikan keperawatan dan non keperawatan untuk berkinerja baik Hubungan pengetahuan dengan kinerja lebih banyak yang pengetahuannya baik, yakni 20 orang (52,%), diantaranya sebanyak 11 orang (55%) dengan kinerja baik. Sedangkan diantara yang pengetahuannya kurang ada 10 orang (55,%) yang kinerjanya baik. Hasil analisa menunjukkan bahwa pengetahuan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja (p value = 1,000). Hasil ini tidak sesuai dengan temuan Soerjoasmoro, 14 yang mengatakan bahwa kinerja formulir stratifikasi puskesmas berhubungan dengan pengetahuan. Banyaknya yang mempunyai pengetahuan baik dalam hal ini menunjukkan bahwa selain karena kemampuan individual yang dibawa masing-masing dapat juga merupakan keberhasilan manajemen dinas kesehatan dalam menyelenggarakan pelatihan - pelatihan dan hal ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kinerja. Namun dalam penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kinerja. Hubungan pelatihan dengan kinerja lebih banyak yang pelatihannya kurang di bidang program TB, yakni 20 orang (52,%). Tetapi dengan pelatihan baik lebih banyak dengan kinerja baik, yaitu sebanyak 14 orang (77,%). Sedangkan diantara yang pelatihannya kurang hanya ada 7 orang (35%) saja yang kinerjanya baik. Hasil analisa menunjukkan bahwa ada hubungan pelatihan dengan kinerja program TB (p value = 0,020). Hal ini sesuai dengan pendapat Ambar dan Rosidah, 2003 bahwa pelatihan dan pengembangan penting karena keduanya merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara pegawai public dalam organisasi dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai. Hubungan lama kerja dengan kinerja sebagian besar mempunyai masa kerja 3 tahun. Sedangkan dari proporsi lama kerja terlihat bahwa diantara yang mempunyai masa kerja 3 tahun terdapat orang (5,2 %) yang mempunyai kinerja baik. Sedangkan yang masa kerja < 3 tahun yang mempunyai kinerja baik ada orang (40 %). Hasil uji statistik tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kinerja (p value = 0,232). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Eltya, 14 dan Marjuki 1 yang mengatakan adanya hubungan masa kerja efektif dengan tingkat penampilan kerja bidan. Demikian mereka mempunyai kinerja lebih baik, dalam hal ini kemungkinan mereka menunjukkan contoh sebagai seorang kepada yang lebih baru bertugas serta adanya perasaan ingin mempertahankan prestasi dalam setiap menjalankan pekerjaannya. [5]

Hubungan jenis kelamin dengan kinerja sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan menurut proporsi hubungan jenis kelamin dengan kinerja didapat yang berjenis kelamin laki-laki yang mempunyai kinerja baik sebanyak 14 orang (70%) dan pada yang berjenis kelamin perempuan yang mempunyai kinerja baik sebanyak 7 orang (3,%). Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja (ρ value = 0,110). Hal ini menunjukkan bahwa baik laki-laki lebih baik kinerjanya dibandingkan perempuan yang mempunyai kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi suatu persaingan yang sehat antara laki-laki maupun perempuan. Hubungan status perkawinan dengan kinerja Pendapat Siagian (17) bahwa status perkawinan berpengaruh terhadap perilaku karyawan dalam kehidupan organisasinya baik secara positif maupun negatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar berstatus menikah. Sedangkan dari proporsi status perkawinan terlihat bahwa yang telah kawin terdapat 1 orang (72,7%) yang mempunyai kinerja baik sedangkan dari yang belum kawin terdapat 5 orang (31,3%) yang mempunyai kinerja baik. Hasil uji statistik antara status perkawinan dengan kinerja didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna anatara status perkawinan dengan kinerja (ρ value=0,027). Hubungan alat transportasi dengan kinerja Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar memiliki alat transportasi untuk bekerja. Sedangkan dari proporsi ketersediaan alat didapatkan bahwa yang menyatakan ada alat transportasi tidak jauh beda bila dibandingkan dengan yang tidak ada alat transportasi untuk berkinerja baik dalam bekerja. Hasil uji statistik antara ketersediaan alat transportasi dengan kinerja secara statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara alat transportasi dengan kinerja (p-value = 1,000). Hubungan insentif dengan kinerja Hasil penelitian terhadap insentif didapatkan bahwa sebagian besar mendapat insentif yang tinggi. Dari seluruh yang mendapat insentif Rp. 700.000 terdapat orang (,2%) yang mempunyai kinerja baik sedangkan dari yang mendapat insentif < Rp. 700.000, yang kinerjanya baik ada orang (37,5%) yang mempunyai kinerja baik. Hasil uji statistik antara imbalan dengan kinerja secara statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara imbalan dengan kinerja (ρ value=0,122).adanya yang mendapat insentif yang diberikan kurang sesuai menyebabkan kinerja mereka tidak maksimal. Sehingga dengan demikian sebagian dari merasa kurang puas dengan kebijakan insentif yang mereka dapatkan sehingga tidak satupun mereka berkinerja baik. Hubungan supervisi dengan kinerja sebagian besar dari menyatakan sering ada supervisi dalam bekerja. Secara proporsi terlihat bahwa yang menilai sering ada supervisi mempunyai proporsi berkinerja baik lebih banyak dibandingkan yang menyatakan jarang supervisi dalam bekerja. Hasil uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kinerja (p-value = 0,02). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa yang menyatakan jarang supervisi [57]

cenderung berkinerja kurang baik. Namun demikian hasil penelitian ini masih multiinterperatif karena bisa saja pihak dinas kesehatan sudah melakukan kegiatan supervisi kepada namun tidak diketahui secara langsung oleh tersebut sehingga menyatakan tidak ada supervisi. Dapat juga menilai bahwa supervisi yang dilakukan selama ini tidak banyak memberikan manfaat atau perbaikan dalam melakukan penemuan kasus TB. Oleh sebab itu dengan adanya supervisi memberikan juga manfaat kepada sehingga juga dijelaskan apa dan manfaat supervisi kepada tersebut. Hubungan kepemimpinan dengan kinerja lebih banyak menyatakan kepemimpinan baik. Dari pekerja yang menilai kepemimpinan baik terdapat orang (,2%) yang mempunyai kinerja baik. Sedangkan dari yang menilai kepemimpinan kurang baik terdapat orang (37,5%) yang mempunyai kinerja baik. Hasil uji statistik antara kepemimpinan dengan kinerja secara statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kepemimpinan dengan kinerja (ρ value=0,122). Responden penelitian ini hampir seluruh sudah menilai kepemimpinan baik, hanya saja sedikit perbedaan jumlah dari yag menilai kepemimpinan kurang baik sehingga kemungkinan menyebabkan tidak terlihatnya hubungan bermakna pada yang menilai kepemimpinan baik atau kurang baik terhadap kinerja. Hubungan sarana dengan kinerja lebih banyak menilai sarana telah lengkap.dari yang menilai sarana tidak lengkap tetapi tidak jauh beda bila dibandingkan yang menilai sarana tidak lengkap untuk mempunyai kinerja baik. Hasil uji statistik anatara sarana dengan kinerja secara statistik didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana kinerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya beda proporsi yang menilai sarana lengkap maupun yang menilai tidak lengkap dalam memiliki kinerja baik, dalam hal ini dikarenakan walaupun terdapat yang menyatakan sarana tidak lengkap namun ketidaklengkapan tidak menjadi kendala berarti bagi sehingga tersebut tetap dapat melakukan penemuan kasus TB walaupun dengan keterbatasan sarana. Hubungan geografis dengan kinerja lebih banyak menyatakan jarak geografis yang ditempuh untuk menemukan kasus TB dekat. Petugas yang mengatakan jarak geografis dekat lebih banyak yang kinerjanya baik, yakni 13 orang (1,%). Sedangkan yang mengatakan jarak geografis jauh, hanya orang (47,1%) yang mempunyai kinerja baik. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara geografis dengan kinerja (p-value = 0,557). Namun dalam hal ini kinerja lebih banyak yang baik untuk tingkat penemuan kasusnya. Terlihat bahwa yang jarak geografisnya lebih jauh lebih sedikit yang kinerjanya baik. Hal ini kemungkinan dikarenakan bahwa dengan akses yang jauh terhadap pelayanan kesehatan sehingga kemauan dan kemampuan penderita tuberkulosis paru lebih sedikit untuk datang ke pelayanan kesehatan atau menyebabkan orang yang sakit tersebut tidak berobat. KESIMPULAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa. program tuberkulosis paru di Kabupaten Lampung Selatan yang [5]

terbanyak adalah dengan kinerja baik, ada variabel yang berhubungan signifikan dengan kinerja program tuberkulosis paru, yaitu pelatihan, lama kerja dan status perkawinan dan ada variabel yang tidak berhubungan dengan kinerja program tuberkulosis paru, yaitu pendidikan, pengetahuan, jenis kelamin, alat transportasi, insentif, supervisi, kepemimpinan, sarana dan geografi, dan pelatihan merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja program tuberkulosis paru. Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan agar memberi kesempatan pelatihan kepada, melakukan motivasi dan bimbingan kepada program tuberkulosis paru pentingnya meningkatkan, dan untuk penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan penelitian secara kualitatif. Depkes RI,.(2002). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-, Jakarta Gibson,James, L, et.al,.(17). Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Proses, Terjemahan Djarkasih, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta Marzuki,. (1). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Ibu Hamil (ANC) oleh Bidan di Kabupaten Aceh Besar Tahun 1, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Naipospos, Nila,. (2001). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Puskesmas dalam Pemberantasan TB Paru di Kota Bogor tahun 2001, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat * Dosen pada Prodi Keperawatan Tanjungkarang Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang ** Dosen pada Prodi Keperawatan Tanjungkarang Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang DAFTAR PUSTAKA Dinas Kesehatan, Kabupaten Lampung Selatan,.(200). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 200 [5]