BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUAN DI KABUPATEN PASURUAN

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 8 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL, BATUBARA DAN BATUAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2012 NOMOR 3

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIY. 3. Dinas 1) 2) 3) 4) B. Permohonan 1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

RANCANGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2013 SERI NOMOR TAHUN 2013

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 20 TAHUN 2012 BUPATI KERINCI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 SERI E. 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM, DAN BATUAN

BUPATI JAYAPURA BUPATI JAYPERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 2 TAHUN 2012

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Evaluasi. Penerbitan. Izin Usaha Pertambangan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL DAN BATUBARA

I. PENGATURAN KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL NON LOGAM DAN BATUAN DAI KABUPATEN LAMONGAN. Pengaturan kegiatan pertambangan mineral non logam dan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 59 SERI E

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SERTA BATUBARA

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Daerah berwenang membuat Peraturan Daerah dalam bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan; b. bahwa kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan, memiliki peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi daerah, regional maupun nasional dan pembangunan daerah khususnya secara berkelanjutan sehingga perlu adanya pedoman dalam pengelolaannya; c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Ijin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Semarang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu ditinjau kembali; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan; 1

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 3. Undang Undang Nomor 67 Tahun 1958 tentang Perubahan Batas batas Wilayah Kotapraja Salatiga dan Daerah Swatantra Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1652); 4. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3029); 5. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 6. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 7. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 8. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279 ); 2

9. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 10. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 11. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4278 ); 12. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886 ); 13. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959 ); 14. Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 15. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 16. 8Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 3

17. 1Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga Dan Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3500); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593 ); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737 ); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737 ); 4

24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741 ); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110 ); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah diubah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5282); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142 ); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 30. 1Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 31. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 5

32. 2Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 114 ); 33. 2Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2010 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 8) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3); 34. 3Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2011 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SEMARANG dan BUPATI SEMARANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Semarang. 6

2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip - prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Menteri adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan. 6. Gubernur Jawa Tengah yang selanjutnya disebut Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Jawa Tengah. 7. Bupati Semarang yang selanjutnya disebut Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Semarang. 8. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan. 10. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral bukan logam dan batuan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. 11. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. 12. Mineral bukan logam meliputi bentonit, clay/lempung, kaolin, belerang, fosfat, feldspar, batu kuarsa dan batu gamping untuk semen. 13. Batuan meliputi andesit, basalt, batu gunung quary besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), tanah liat, tanah gambut, tanah urug, bahan timbunan pilihan (tanah pilihan), urugan tanah setempat, tanah merah (laterit), dan batu gamping. 14. Pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah pertambangan kumpulan mineral bukan logam dan batuan yang berupa mineral atau batuan, diluar mineral radioaktif, mineral logam, batubara, panas bumi, minyak, dan gas bumi, serta air tanah. 15. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral bukan logam dan batuan yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. 7

16. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disingkat WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral bukan logam dan batuan dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional. 17. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat WUP adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi dan/ atau informasi geologi. 18. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan. 19. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. 20. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan. 21. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. 22. IUP Operasi Produksi khusus adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi khusus pengolahan, pengangkutan dan penjualan. 23. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. 24. Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. 25. Wilayah Pencadangan Negara yang selanjutnya disingkat WPN adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. 26. Penyelidikan umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. 27. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 28. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang. 29. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. 30. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral bukan logam dan batuan serta mineral ikutannya. 31. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. 32. Pengolahan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral bukan logam dan batuan serta mineral ikutannya. 8

33. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral bukan logam dan batuan dari daerah tambang dan /atau tempat pengolahan sampai tempat penyerahan. 34. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral bukan logam dan batuan. 35. Lingkungan Pertambangan adalah lindungan lingkungan pertambangan yang merupakan instrument untuk memproteksi lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan usaha pertambangan pada wilayah sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. 36. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan. 37. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan. 38. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UKL UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan. 39. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. 40. Kegiatan pasca tambang adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. 41. Jaminan reklamasi adalah dana yang diserahkan pemegang IUP kepada Pemerintah Daerah sebagai uang jaminan untuk melaksanakan reklamasi pertambangan. 42. Jaminan pasca tambang adalah dana yang diserahkan pemegang IUP kepada Pemerintah Daerah sebagai jaminan untuk melaksanakan kegiatan pasca tambang. 43. Jaminan reklamasi dan pasca tambang adalah dana yang diserahkan pemohon kepada Pemerintah Daerah pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi sebagai uang jaminan untuk melaksanakan reklamasi dan pasca tambang. 44. Jaminan kesungguhan adalah dana yang diserahkan oleh pemohon kepada Pemerintah Daerah pada saat mengajukan permohonan IUP Eksplorasi sebagai bukti kesanggupan dan kemampuan pemohon IUP Eksplorasi. 9

45. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 46. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang kepemilikan sahamnya 100 % (seratur per seratus) dalam negeri. 47. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha milik Negara yang bergerak dibidang pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 48. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah BUMD yang bergerak di bidang pertambangan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 49. Koperasi adalah badan usaha yang berbadan hukum koperasi yang berdasarkan asas kekeluargaan. 50. Perseorangan adalah setiap Warga Negara Indonesia. 51. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan. 52. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan rakyat, dan bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja. 53. Inspektur Tambang adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan satuan kerja perangkat daerah dengan persyaratan tertentu yang diberi tugas fungsional, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan inspeksi, investigasi dan pengujian tambang. 54. Kepala Inspektur Tambang adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi dalam pembinaan dan pengawasan pertambangan serta ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 55. Penyidikan adalah rangkaian tindakan penyidik dalam hal mengumpulkan bukti tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 56. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. 57. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individu maupun kolektif agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya. 58. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat di sekitar lokasi pertambangan. BAB II AZAS, MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan berazaskan : a. manfaat, keadilan, dan kesinambungan; b. keberpihakan kepada kepentingan daerah; c. partisipatif, transparansi, dan akutanbilitas; dan d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 10

Pasal 3 Dalam rangka mendukung pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya secara berkesinambungan, maka maksud dari diaturnya pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah dalam rangka untuk mengatur, mengendalikan dan memberikan kepastian hukum terhadap setiap usaha pertambangan di wilayah Kabupaten Semarang. Pasal 4 Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah: a. menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna dan berdaya saing; b. menjamin manfaat pertambangan mineral bukan logam dan batuan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup; c. menjamin tersedianya mineral bukan logam dan batuan sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri pada umumnya dan kebutuhan daerah pada khususnya; d. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal daerah, regional dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar besarnya kesejahteraan rakyat; dan e. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan. BAB III KEWENANGAN Pasal 5 (1) Kewenangan Pemerintah Daerah dalam pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah : a. pembuatan peraturan perundang undangan daerah; b. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah Daerah; c. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral bukan logam dan batuan; d. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral bukan logam dan batuan, serta informasi pertambangan di wilayah Daerah; e. penyusunan neraca sumber daya mineral bukan logam dan batuan di wilayah Daerah; f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup; g. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan usaha pertambangan secara optimal; h. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri dan Gubernur; 11

i. penyampaian informasi hasil produksi dan penjualan kepada Menteri dan Gubernur; j. melaporkan pelaksanaan usaha pertambangan di wilayah Kabupaten Semarang kepada Gubernur dan Menteri secara berkala setiap 6 (enam) bulan; k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang; l. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan. (2) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB IV PENGUASAAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Pasal 6 (1) Mineral bukan logam dan batuan yang ada di Daerah sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan Nasional yang dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. (2) Penguasaan Mineral bukan logam dan batuan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang undangan. Pasal 7 Pemerintah Daerah wajib mematuhi ketentuan jumlah produksi tiap-tiap komoditas per tahun yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB V WILAYAH PERTAMBANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 8 (1) WP sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan atau bahan pertimbangan bagi Pemerintah untuk penetapan kegiatan pertambangan. (2) WP merupakan kawasan yang memiliki potensi mineral bukan logam dan batuan, baik di permukaan tanah maupun di bawah tanah untuk kegiatan pertambangan. 12

(3) WP terdiri atas : a. WUP; dan b. WPR. (4) Kriteria wilayah yang dapat ditetapkan sebagai WP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah : a. adanya indikasi formasi batuan pembawa mineral bukan logam dan batuan; dan/ atau b. adanya potensi sumber daya bahan tambang. (5) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan WP. (6) Penyelidikan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. (7) Penyiapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui kegiatan: a. perencanaan WP; dan b. pengusulan penetapan WP. Paragraf 1 Perencanaan WP Pasal 9 (1) Perencanaan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) huruf a disusun melalui tahapan : a. penyelidikan dan penelitian pertambangan; b. inventarisasi potensi pertambangan; dan c. penyusunan rencana WP. (2) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan untuk memperoleh data awal dan informasi potensi pertambangan. (3) Inventarisasi potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditujukan untuk mengumpulkan potensi riil pertambangan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan usulan rencana penetapan WP yang memuat : a. formasi batuan pembawa mineral bukan logam dan batuan; b. data geologi hasil evaluasi dari kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung, dan/ atau telah berakhir; c. data inventarisasi perizinan yang masih berlaku dan/ atau sudah berakhir; d. data dan informasi mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c diolah menjadi peta potensi pertambangan mineral bukan logam dan batuan. 13

(4) Berdasarkan data dan informasi serta peta potensi pertambangan mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah dan kelayakan penambangan, selanjutnya diolah dan dituangkan dalam peta digital sebagai dasar usulan rencana penetapan WP. Paragraf 2 Pengusulan Penetapan WP Pasal 10 (1) Rencana WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) selanjutnya oleh Bupati diusulkan kepada Pemerintah untuk ditetapkan menjadi WP. (2) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. WUP; dan b. WPR. (3) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan usulan WP kepada Pemerintah berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian atau karena alasan lain. (4) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan WP kepada Pemerintah berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian atau karena alasan lain. Bagian Kedua WUP Paragraf 1 Usulan Rencana WUP Pasal 11 (1) Bupati sesuai dengan kewenangannya menyusun usulan rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) menjadi WUP berdasarkan peta potensi mineral bukan logam dan batuan. (2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kriteria : a. memiliki formasi batuan pembawa mineral bukan logam dan batuan; b. memiliki singkapan geologi; c. memiliki potensi sumber daya mineral bukan logam dan batuan; d. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral termasuk mineral ikutannya; e. tidak tumpang tindih dengan WPR; f. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan g. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Semarang. 14

(3) Tata cara dan persyaratan usulan penetapan WUP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Paragraf 2 Penetapan WUP Pasal 12 Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang memenuhi kriteria, ditetapkan menjadi WUP oleh Menteri. Paragraf 3 Penetapan WIUP Pasal 13 (1) WIUP mineral bukan logam dan batuan ditetapkan oleh Bupati. (2) Untuk menetapkan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria : a. letak geografis; b. kaidah konservasi; c. daya dukung lingkungan; d. optimalisasi sumber daya mineral bukan logam dan batuan; dan e. tingkat kepadatan penduduk. Bagian Ketiga WPR Pasal 14 (1) Bupati menyusun usulan rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPR berdasarkan peta potensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4). (2) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria : a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/ atau diantara tepi dan tepi sungai; b. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; c. luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektar; d. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; e. tidak tumpang tindih dengan WUP; dan f. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Semarang. (3) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya ditetapkan menjadi WPR oleh Bupati setelah berkoordinasi dengan Gubernur dan berkonsultasi dengan DPRD. 15

(4) Penetapan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Bupati kepada Menteri dan Gubernur. (5) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data-data dan informasi yang dimiliki Pemerintah Provinsi yang bersangkutan. (6) Konsultasi dengan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk memperoleh pertimbangan. (7) Tata cara dan persyaratan usulan penetapan WPR diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VI USAHA PERTAMBANGAN Pasal 15 (1) Usaha pertambangan dikelompokkan atas : a. pertambangan mineral bukan logam; dan b. pertambangan batuan. (2) Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh : a. IUP; atau b. IPR. Pasal 16 (1) Untuk memperoleh IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a pemohon harus melengkapi persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan finansial. (2) Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b pemohon harus melengkapi persyaratan administratif, teknis, dan finansial. BAB VII IUP Bagian Kesatu Umum Pasal 17 (1) IUP terdiri atas 2 (dua) tahap yakni : a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan; 16

b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan serta pengangkutan dan penjualan. (2) Pemegang IUP Eksplorasi dan Pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 18 (1) IUP diberikan Bupati berdasarkan permohonan yang diajukan oleh : a. badan usaha; b. koperasi; dan c. perseorangan (2) IUP dikelompokan menjadi : a. IUP mineral bukan logam; dan b. IUP batuan. (3) Badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD. (4) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer. (5) Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya terbatas pada badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri. (6) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah mendapatkan WIUP. (7) Dalam 1 (satu) WIUP dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IUP. Pasal 19 IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksudkan dalam pemberian IUP. Bagian Kedua Pemberian WIUP Pasal 20 (1) Pemberian WIUP terdiri atas: a. WIUP mineral bukan logam; dan/atau b. WIUP batuan. (2) Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP. (3) Setiap pemohon dapat diberikan lebih dari 1 (satu) WIUP dalam WUP yang berbeda. 17

(4) Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP dalam WUP yang sama, kecuali badan usaha yang terbuka atau go public, dapat diberikan lebih dari 1 (satu) WIUP. Pasal 21 (1) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam dan/ atau batuan, badan usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan WIUP kepada Bupati. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi peta dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional dan persyaratan administrasi lainnya yang diatur dalam Peraturan Bupati. (3) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan lengkap dan benar, Bupati wajib memberikan keputusan menerima atau menolak. (4) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan secara tertulis oleh Bupati kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan. (5) Bupati menerbitkan WIUP mineral bukan logam dan/ atau batuan setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Gubernur. Bagian Ketiga Pemberian IUP Eksplorasi Pasal 22 (1) IUP Eksplorasi diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan. (2) IUP Eksplorasi diberikan Bupati atas dasar permohonan setelah pemohon mendapatkan WIUP dan melengkapi persyaratan. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi : a. persyaratan administratif: 1. untuk badan usaha meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; 18

h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 2. untuk koperasi meliputi : a) surat permohonan; b) profil koperasi; c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus; f) surat keterangan domisili; g) fotocopy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 3. untuk orang perseorangan meliputi : a) surat permohonan; b) kartu tanda penduduk; c) nomor pokok wajib pajak; d) surat keterangan domisili; e) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan f) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. b. persyaratan teknis adalah sebagai berikut : 1. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/ atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun; 2. menyerahkan bukti peta koordinat WIUP yang diperoleh atas permohonan wilayah yang telah disetujui Bupati/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk; 19

3. peta koordinat WIUP dimaksud pada angka 2 dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional yang telah disahkan Bupati/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk. c. persyaratan lingkungan adalah izin lingkungan yang dilengkapi dengan persetujuan amdal atau Rekomendasi UKL-UPL. d. persyaratan finansial meliputi : 1. bukti setoran jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi mineral bukan logam sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah); 2. bukti setoran jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi batuan sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Bagian Keempat Pemberian IUP Operasi Produksi Pasal 23 (1) IUP Operasi Produksi diberikan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. (2) Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi produksi. (3) IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan serta pengangkutan dan penjualan. (4) IUP Operasi Produksi diberikan Bupati atas dasar permohonan setelah pemohon mendapatkan WIUP dan melengkapi persyaratan. (5) Persyaratan IUP operasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. persyaratan administratif : 1. untuk badan usaha meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; 20

h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat Pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 2. untuk koperasi meliputi : a) surat permohonan; b) profil koperasi; c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha pertambanganyang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa / Lurah yang diketahui Camat. 3. untuk orang perseorangan meliputi : a) surat permohonan; b) kartu tanda penduduk; c) nomor pokok wajib pajak; d) surat keterangan domisili; e) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan f) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. b. persyaratan teknis adalah sebagai berikut : 1. menyerahkan bukti peta batas koordinat WIUP yang diperoleh atas permohonan wilayah yang telah disetujui Bupati atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk; 2. peta batas koordinat WIUP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional yang telah disahkan Bupati; 3. laporan lengkap eksplorasi; 4. menyerahkan rencana reklamasi dan pasca tambang yang telah disetujui sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 21

5. rencana pembangunan/site plan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan 6. tersedianya tenaga ahli pertambangan minimal berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang memiliki pengalaman kerja dibidang operasi produksi pertambangan paling sedikit 3 (tiga) tahun. c. persyaratan lingkungan meliputi : 1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi Ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan 2. Izin lingkungan yang dilengkapi dengan persetujuan amdal atau Rekomendasi UKL-UPL. d. persyaratan finansial meliputi : 1. bukti pembayaran pajak 3 (tiga) tahun terakhir; 2. bukti penyetoran jaminan reklamasi dan pasca tambang dengan besaran sesuai dengan Rencana Biaya Reklamasi dan Rencana Biaya Pasca Tambang yang telah disetujui oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku; 3. jaminan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud pada angka 2 ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka; 4. penempatan jaminan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana reklamasi dan pasca tambang disetujui oleh Bupati. (6) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/ atau pengolahan, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/ atau pengolahan dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki : a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan/ atau penjualan; b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan; c. IUP Operasi Produksi. (7) Bupati sesuai dengan kewenangannya menerbitkan IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b berdasarkan permohonan. (8) Persyaratan IUP operasi produksi khusus untuk pengangkutan dan/ atau penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a meliputi : a. persyaratan administratif : 1. untuk badan usaha meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; 22

c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha yang sesuai; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti jumlah dan jenis kepemilikan kendaraan angkutan barang; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 2. untuk koperasi meliputi : a) surat permohonan; b) profil koperasi; c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha yang sesuai; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku; h) bukti jumlah dan jenis kepemilikan kendaraan angkutan barang; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 3. untuk orang perseorangan meliputi : a) surat permohonan; b) kartu tanda penduduk; c) nomor pokok wajib pajak; d) surat keterangan domisili; e) bukti jumlah dan jenis kepemilikan kendaraan angkutan barang; dan f) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 23

b. Persyaratan teknis adalah sebagai berikut : 1. memiliki rekomendasi teknis dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi urusan perhubungan darat; 2. memiliki rekomendasi teknis dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi urusan perdagangan; 3. rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. c. persyaratan lingkungan adalah izin lingkungan. d. persyaratan finansial adalah melampirkan bukti pembayaran pajak 1 (satu) tahun terakhir. (9) Persyaratan IUP operasi produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b meliputi : a. persyaratan administratif : 1. untuk badan usaha meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; dan h) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 2. untuk koperasi meliputi : a) surat permohonan; b) profil koperasi; c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku; h) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 3. untuk orang perseorangan meliputi : a) surat permohonan; b) kartu tanda penduduk; c) nomor pokok wajib pajak; d) surat keterangan domisili; dan 24

e) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi : a) surat permohonan; b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili; g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. b. Persyaratan teknis adalah sebagai berikut : 1. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi pengolahan; dan 2. tersedianya tenaga ahli pertambangan paling rendah berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang memiliki pengalaman kerja dibidang operasi produksi pertambangan paling sedikit 3 (tiga) tahun. c. Persyaratan lingkungan meliputi Izin lingkungan yang dilengkapi dengan persetujuan amdal atau Rekomendasi UKL-UPL. d. Persyaratan finansial adalah meliputi : 1. laporan keuangan tahun terakhir: 2. bukti pembayaran pajak 3 (tiga) tahun terakhir. Bagian Kelima Perpanjangan IUP Operasi Produksi Pasal 24 (1) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP dengan dilengkapi persyaratan perpanjangan IUP Operasi Produksi. (2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. menyerahkan bukti peta batas koordinat WIUP yang diperoleh atas permohonan wilayah yang telah disetujui Bupati/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk dan dilegalisir pejabat yang berwenang; b. bukti pelunasan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 3 (tiga) bulan terakhir; c. laporan akhir kegiatan operasi produksi; d. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan. 25

(3) Bupati dapat menolak permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi apabila pemegang IUP Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi tidak menunjukkan kinerja operasi produksi yang baik. (4) Pemegang IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali. (5) Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali, harus mengembalikan WIUP Operasi Produksi kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Bagian Keenam Pemberian IPR Pasal 25 (1) IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh Bupati. (2) Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR. (3) IPR diberikan oleh Bupati berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/ atau koperasi. (4) Pemberian Ijin Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan bagi Penduduk desa setempat. (5) Kegiatan pertambangan rakyat dikelompokkan sebagai berikut: a. pertambangan mineral bukan logam; dan b. pertambangan batuan (6) Dalam 1 (satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IPR. Pasal 26 Untuk mendapatkan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) pemohon harus memenuhi : a. persyaratan administratif : 1. untuk orang perseorangan meliputi : a) surat permohonan; b) kartu tanda penduduk; c) komoditas tambang yang dimohon; dan d) surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. 26

2. untuk Kelompok masyarakat meliputi : a) surat permohonan; b) komoditas tambang yang dimohon; dan c) surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat 3. untuk Koperasi setempat meliputi : a) surat permohonan; b) nomor pokok wajib pajak; c) akte pendirian koperasi yang telah disahkan pejabat yang berwenang; d) komoditas tambang yang dimohon; dan e) surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat. b. persyaratan teknis meliputi : 1. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) tenaga kuda (horse power) untuk 1 (satu) IPR; 2. tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak. c. Persyaratan finansial berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat. BAB VIII TATA CARA MEMPEROLEH IZIN Bagian Kesatu Persyaratan Pasal 27 (1) Untuk memperoleh IUP dan IPR pemohon wajib memenuhi ketentuan persyaratan perizinan. (2) Persyaratan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (3) untuk IUP Eksplorasi, Pasal 23 ayat (5) untuk IUP Operasi Produksi, Pasal 23 ayat (8) untuk IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan/ atau penjualan, Pasal 23 ayat (9) untuk IUP Produksi Khusus Pengolahan, Pasal 24 ayat (2) untuk perpanjangan IUP Operasi Produksi, dan Pasal 26 untuk IPR. Paragraf 1 IUP Eksplorasi Pasal 28 (1) Badan usaha, Koperasi dan perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta batas dan koordinat geografis lintang dan bujur, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja harus menyampaikan permohonan tertulis IUP Eksplorasi kepada Bupati. 27