POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dan ~erkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

JAKARTA (22/5/2015)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

VI. SIMPULAN DAN SARAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Wilayah Pesisir 2.2. Pengertian Wilayah Pesisir

C. Potensi Sumber Daya Alam & Kemarintiman Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

EKOSISTEM. Yuni wibowo

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Perairan Laut Sawu Provinsi Nusa Tenggara Timur 1

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Pola Ruang Kabupaten Lampung Selatan

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

Transkripsi:

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama hewan karang. Karang adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang termasuk dalam phylum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria yang dapat mengeluarkan CaCO 3. Jika CaCO 3 terkena air laut maka akan membentuk endapan kapur (Timotius, 2003 dalam Yulianda dkk., 2009). Terumbu karang adalah ekosistem yang memerlukan nutrien lingkungan dengan konsentrasi rendah, seperti di lautan tropis, dimana tumbuhan dan organisme autotrof lainnya seringkali memanfaatkan nitrogen dan fosfor yang tersedia. Cahaya merupakan salah satu faktor yang penting bagi karang hermatypic (kelompok karang yang mampu Foto : Kondisi Terumbu Karang TNP. Laut Sawu membentuk terumbu). Cahaya dibutuhkan oleh simbion karang zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang hermatypic yang merupakan penyuplai utama kebutuhan hidup karang. Terumbu karang memiliki nilai penting sebagai sumber makanan, habitat bagi berbagai biota laut yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sebagai penyedia jasa alam dalam kegiatan wisata bahari, sebagai tempat perlindungan bagi satwa laut lainnya dari hewan pemangsa, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi ikan-ikan terumbu dan sebagai penghalang bagi daerah pantai dari terjangan gelombang. Laut Sawu merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi terumbu karang dengan keanekaragaman yang sangat tinggi. TNP Laut Sawu yang merupakan bagian dari Eko-region Sunda Kecil, tercatat memiliki jumlah spesies karang sebanyak 532 spesies dan terdapat 11 spesies endemik dan sub endemik dan merupakan tempat hidup bagi sekitar 350 jenis ikan karang. Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan tersebar di perairan pesisir di seluruh kabupaten yang masuk dalam kawasan TNP Laut Sawu dengan luasan total 63.339,32 ha (TNC Savu Sea, 2011).

Hasil Penilaian Munasik, dkk., 2011 tentang kondisi terumbu karang di TNP Laut Sawu telah dilakukan dengan metode Manta Tow meliputi 8 ( delapan) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat pada bulan Mei-Juli 2011. Hasil menunjukkan kondisi terumbu karang bervariasi dari baik sekali hingga buruk sekali. Kondisi terumbu karang dalam kategori buruk mencapai 55,8% sedangkan kondisi terumbu berkategori sedang mencapai 39,2%, kondisi baik 4,6% dan kondisi baik sekali 0,4%. Kondisi terumbu karang yang baik umumnya terdapat di Kabupaten Rote Ndao seperti di Desa Tesabela Kec. Pantai Baru, Desa Onatali Kec. Rote Tengah dan Pulau Ndo o Kecamatan Rote Barat. Kondisi terumbu karang terburuk di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat. Tingkat kerusakan terumbu karang di kawasan TNP Laut Sawu bervariasi dari rendah hingga tinggi. Kerusakan terumbu karang umumnya diakibatkan oleh sedimentasi (termasuk resuspensi), penangkapan ikan merusak dengan menggunakan bom, racun dan pembuangan jangkar. Terumbu karang di TNP Laut Sawu ditemukan tersebar di perairan desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Foto : Kegiatan Coral Bleaching TNP. Laut Sawu Daya, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat dan sebarannya terkonsentrasi terutama di Kabupaten Rote Ndao. Kondisi terumbu karang bervariasi dari keadaan baik sekali hingga buruk sekali yang ditunjukkan oleh persentase tutupan karang hidupnya. Hasil pengamatan lintasan survey sepanjang 413,63 km yang meliputi 8 kabupaten di kawasan TNP Laut Sawu menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang dalam kategori baik sekali adalah 0,4%, kondisi baik 4,6%, kondisi sedang 39,2%, kondisi buruk 28,4% dan kondisi buruk sekali 27,4%. Hasil ini mengindikasikan hampir sebagian dari total lintasan survey terumbu karang di TNP Laut Sawu dalam keadan buruk (persentase tutupan karang hidup 25%). 2. Mangrove Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat berperan bagi sumberdaya ikan. Ekosistem mangrove berfungsi sebagai tempat mencari makan bagi ikan, tempat memijah, tempat berkembang biak dan sebagai tempat memelihara anak. Ekosistem mangrove juga dapat berfungsi sebagai penahan abrasi yang disebabkan oleh gelombang dan arus, selain itu ekosistem ini juga secara ekonomi dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar, alat tangkap ikan dan bahan membuat rumah. Tabel 2.7. Jenis Kerapatan dan Lingkar Batang Mangrove St Kabupaten Mt mu Lokasi Spesies Dominan 1 Rote Ndao 541999 882840 Kerapatan (ind/10 m 2 ) 1 Daiama Rhizophora stylosa 8 80 Lingkar Batang

St Kabupaten Mt mu Lokasi Spesies Dominan 2 531454 3 523921 4 508176 5 508222 6 488216 7 Sabu Raijua 372407 8 373184 9 Sumba Timur 258918 Sumber : Hasil Survey, 2011 882833 1 Oen 882757 8 Oenggae 880026 Rhizophora Kerapatan (ind/10 m 2 ) apiculata 12 50 Lingkar Batang Sonneratia Alba 4 100 Rhizophora apiculata 14 60 1 Dombo Sonneratia alba 4 180 880011 8 Dombo Sonneratia alba 4 140 879357 Rhizophora stylosa 3 60 Aegiceras floridum 2 120 2 Oeseli Bruguiera spp 7 80 883909 8 883972 7 Seba 889786 Osbornia octodonta 3 100 Ceriops tagal 9 50 Rhizophora spp 1 30 Osbornia octodonta 3 100 Ceriops tagal 9 50 1 Heikatapu Aegialitis annulata 56 40 Hutan mangrove di Nusa Tenggara Timur terdapat kurang lebih 9 (sembilan) famili yang terbagi dalam 15 (lima belas) spesies antara lain: Bakau Genjah (Rizhophora mucronata), Bakau Kecil (Rizhophora apiculata), Bakau Tancang (Bruguiera spp), Bakau Api-api (Avicennia spp), Bakau Jambok (Xylocorpus spp), Bakau Bintaro (Cerbera manghas), Bakau Wande (Hibiscus tiliaceus) dan lain-lain. Hasil analisis citra satelit resolusi tinggi tahun 2011 mencatat luas mangrove di dalam kawasan TNP laut Sawu yaitu 5019,53 ha dengan daerah yang mempunyai luasan mangrove paling besar yaitu di Kabupaten Sumba Timur dan kemudian di Kabupaten Rote Ndao (TNC Savu Sea, 2011).

3. Padang Lamun Ekosistem padang lamun mempunyai peran penting, ditinjau dari beberapa aspek keanekaragaman hayati padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan memiliki 13 jenis lamun. Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustasea, ekinodermata, penyu, dugong, dll. Lamun dapat juga mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai. Secara Foto : Padang Lamun ekonomi padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata. Ancaman terhadap lamun ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tekanan terhadap padang lamun antara lain perubahan fisik dasar laut, seperti erosi, sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi wilayah dan kepadatan tutupan padang lamun, kekeruhan yang mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada lamun, metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti trawl, penangkapan ikan berlebih yang dapat menurunkan tingkat keragaman hayati di ekosistem padang lamun. Hasil analisa citra satelit resolusi tinggi, lamun paling banyak ditemukan di semua perairan Sumba Timur, Sabu Raijua dan Rote Ndao. Total luasan daerah lamun di TNP Laut Sawu yaitu 5320,62 ha. Sedikitnya terdapat 10 (sepuluh jenis) lamun dalam 2 famili di TNP Laut Sawu (TNC Savu Sea, 2011). 4. Habitat Perairan Dalam Habitat perairan dalam TNP Laut Sawu terdiri dari ambang laut dalam, selat, pulau samudera (oceanic island), dan pulau satelit (satellite island). Ambang laut dalam merupakan pematang bawah laut yang dapat membatasi aliran air dalam antara dua lubuk laut. Sedangkan selat merupakan terusan sempit yang menghubungkan dua masa air yang lebih besar. Daerah ini penting sebagai daerah lintasan migrasi setasea dan fauna besar laut lainnya. Pulau samudera merupakan pulaupulau terpencil yang dikelilingi oleh laut dalam. Di kawasan TNP Laut Sawu sendiri, yang termasuk pulau samudera yaitu Pulau Dana di Kabupaten Sabu Raijua. Adapun daerah yang diidentifikasi sebagai Pulau Satelit menurut Kahn (2008) adalah pulau yang terletak di dekat daratan utama akan tetapi pulau tersebut terisolasi (terpisah) dari daratan utama itu karena berada dekat k ontur kedalaman 200m. Daerah ini diidentifikasi sebagai habitat dengan keanekaragaman hayati yang termasuk komponen pesisir dan kelautan yang penting. Upwelling musiman yang kuat di TNP Laut Sawu terjadi di perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba Timur dan Manggarai serta Manggarai Barat pada bulan Mei sampai dengan Oktober. Fenomena upwelling yang membawa massa air laut bersuhu dingin dari dasar perairan yang kaya akan nutrient ke perairan diatasnya menjadikan variasi suhu yang tinggi di daerah perairan tersebut sehingga perairan tersebut

mempunyai produktivitas primer yang tinggi sehingga ikan banyak berkumpul mencari makan di daerah ini dan juga menjadikan daerah ini tahan terhadap dampak dari pemanasan global sehingga menjadikan habitat vital seperti terumbu karang lebih tahan terhadap fenomena pemutihan (bleaching). Peta Biofisik TNP Laut Sawu