BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos) menyebutkan, jumlah penduduk dengan struktur tua (lansia) mencapai 9,36%. Jumlah lansia di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1970 sebanyak 5,3 juta jiwa (4,48%), tahun 1990 menjadi 12,7 juta jiwa (6.29%), tahun 2000 sebanyak 14,4 juta jiwa (7,18%) dan tahun 2005 meningkat menjadi 16,8 juta jiwa (7,78%). Pada tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai 28,8 juta orang, atau sekitar 11,34%. Dengan jumlah itu Indonesia termasuk negara berstruktur penduduk tua (lansia), karena jumlah penduduk usia lanjutnya lebih dari 7% di atas ketentuan badan dunia (bkkbn, 2009, http://www.bkkbn.go.id/popups, diunduh pada tanggal 7 November 2011). Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang, dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Hurlock, 1997). Pola tidur harian yang berubah merupakan perubahan paling kentara pada usia lanjut. Perubahan ini sudah lazim sehingga sering disalah mengertikan sebagai proses tidur normal seiring bertambahnya usia. Namun informasi baru menunjukan bahwa banyak gangguan semacam ini tidak normal. Akhir-akhir ini ada estimasi bahwa separuh orang yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami gangguan tidur termasuk insomnia kronis dan insomnia kambuhan (Williams, 1999). Insomnia merupakan persepsi atau keluhan kekurangan tidur disebabkan berbagai faktor, diantaranya kesulitan tidur, terjaga dari tidur 1
2 terlalu cepat dan tidur yang tidak nyaman (Wedhaswary, 2008, http://nasional.kompas.com, diunduh pada tanggal 31 maret 2012). Penyebab dari insomnia jangka pendek meliputi tekanan, kebisingan, suhu udara yang ekstrim, perubahan lingkungan, masalah jadwal tidur, jet lag, obat-obatan tertentu, kafein, kegelisahan, sedangkan penyebab insomnia kronis adalah alkohol, penyalahgunaan zat, jadwal pekerjaan yang tidak menentu, jadwal aktivitas di malam hari, dan stres kronis (Anonymous, 2003, http://www.cureresearch.com, diunduh 7 April 2012) Gejala dari insomnia adalah kesulitan tidur, tidur tidak tenang, kesulitan menahan tidur, seringnya terbangun di pertengahan malam, dan seringnya terbangun lebih awal. Pada sebagian besar kasus insomnia, inti permasalahannya adalah emosional. Kegelisahan yang mendalam, kemarahan yang tak terkendali, situasi sosial yang tak berpihak adalah termasuk diantara yang memicu sulitnya tidur. Insomnia itu sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan hanya gejala dari beberapa penyakit yang diderita oleh seseorang atau karena suatu permasalahan yang menimpa hidup seseorang tersebut, semua ini bisa meningkat frekuensinya seiring dengan bertambahnya usia (Rafknowledge, 2004). Sekitar seperempat dari populasi orang dewasa telah mengalami masalah tidur dan 6% sampai dengan 10% diperkirakan memiliki gangguan insomnia (National Sleep Foundation, 2012). Insidensi tahunan insomnia sekitar 5% pada usia lanjut. Insidensi keseluruhan insomnia adalah serupa pada laki-laki dan perempuan, tetapi lebih tinggi diantara pria usia 85 tahun dan lebih tua. Pendapatan lebih rendah, pendidikan lebih rendah, dan menjadi seorang janda dikaitkan dengan peningkatan resiko untuk insomnia. Prevalensi insomnia dilaporkan dalam daerah dari Amerika Serikat dan di Negara lain adalah serupa dan berkisar antara 30% dan 60% (Kamel, 2006). Prevalensi insomnia di Indonesia sekitar 10%. Artinya, kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia (Anonymous, 2003, http://www.cureresearch.com, diunduh 7 April 2012).
3 Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada lansia di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran, dengan total sampel lansia adalah 70 orang, 47 orang (67,1%) adalah lansia tua, respon sakit 40 orang (62,9%), 37 orang (52,9%) termasuk dalam kategori depresi sedang, 45 orang (64,3%) mempunyai gaya hidup hidup baik, lansia yang merasa lingkungan tidak nyaman 47 orang (67,1%) dan 46 orang (65,7%) mengalami gangguan tidur (Yulianingsih, 2006). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada wawancara dengan bagian kesehatan ruang poliklinik Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang diperoleh informasi bahwa di Unit Rehabilitasi Sosial tersebut terdapat 115 Lansia yang terdiri dari 76 lansia perempuan dan 39 lansia laki-laki, dari jumlah tersebut sekitar 75% lansia mengalami insomnia yang menyebabkan depresi sampai demensia, alasan penyebab insomnia yang dialami lansia tersebut biasanya mengarah pada kejadian masa lalunya, lingkungan bising dan tidak nyaman. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah diuraikan maka perlu diketahui Apa saja penyebab insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengkaji beberapa penyebab insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan faktor gangguan psikologis, gaya hidup, Faktor persepsi terhadap lingkungan, sakit fisik, karakteristik lansia, dan insomnia
4 b. Menganalisis hubungan antara faktor gangguan psikologis dengan insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang c. Menganalisis hubungan antara gaya hidup dengan insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang d. Menganalisis hubungan antara faktor persepsi terhadap lingkungan dengan insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang e. Menganalisis hubungan antara sakit fisik dengan insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang f. Menganalisis hubungan antara karakteristik lansia dengan insomnia pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang D. Manfaat Penelitian 1. Keperawatan Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan jiwa dan keperawatan gerontik terutama mengenai beberapa penyebab isomnia pada lansia. 2. Pengurus Unit Rehabilitasi Sosial Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengurus unit dalam menganalisa masalah yang dapat menjadi penyebab insomnia pada lansia. 3. Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan serta menambah wawasan mengenai beberapa penyebab insomnia pada lansia. 4. Penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan penyebab insomnia pada lansia.
5 E. Bidang Ilmu Penelitian ini merupakan bidang ilmu kesehatan khususnya ilmu keperawatan jiwa dan keperawatan gerontik. F. Originalitas Penelitian No Peneliti Tahun Judul Hasil 1. Evi Rianjani 2010 Kejadian Insomnia Berdasarkan Karakteristik Dan Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Panti Wredha Pucang Gading Semarang Berdasarkan hasil pembahasan tentang kejadian insomnia berdasar karakteristik dan tingkat kecemasan pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik lansia berdasarkan umur didapatkan rata-rata umur responden yaitu sebesar 69,9 tahun, sedangkan standar deviasi atau simpangan baku umur responden adalah 4,85 dan umur termuda responden adalah 60 tahun serta umur tertua responden adalah 80 tahun. 2. Karakteristik lansia berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 51 responden (52,6%), sedangkan yang responden yang lain berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 46 responden (47,4%). 3. Tingkat kecemasan lansia didapatkan bahwa rata-rata skor tingkat kecemasan responden yaitu sebesar 32,42, sedangkan standar deviasi atau simpangan baku skor tingkat kecemasan responden yaitu sebesar 7,74 dan skor minimal tingkat kecemasan responden yaitu sebesar 16 dan skor maksimal tingkat kecemasan responden yaitu sebesar 50 4. Kejadian insomnia pada lansia didapatkan bahwa rata-rata skor kejadian insomnia responden yaitu sebesar 30,10, sedangkan standar deviasi atau simpangan baku skor kejadian insomnia yaitu sebesar 6,81 dan skor minimal kejadian insomnia
6 2. Martha Yulianingsih 2006 Analisis Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Tidur Pada Lansia Di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran responden yaitu sebesar 14 serta skor maksimal kejadian insomnia responden yaitu sebesar 45. 5. Ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian inomnia pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang didapatkan hasil r = 0,921 nilai p-value 0,000 6. Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian inomnia pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang didapatkan hasil X 2 = 78,036 dan nilai p-value 0,000 7. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan kejadian inomnia pada lansia di Panti Wredha Pucang Gading Semarang didapatkan hasil r = 0,952 nilai p-value 0,000 Analisis bivariat ada hubungan antara respon terhadap gangguan tidur (p value 0,000), ada hubungan lingkungan dengan gangguan tidur (p value 0,004), sedangkan tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan tidur (p value 0,633), dan tidak ada hubungan antara gaya hidup dengan gangguan tidur (p value 0,764). Analisis multivariate didapatkan faktor respon terhadap penyakit paling berhubungan dengan gangguan tidur (OR = 24,945; p = 0,000) Tabel 1.1 Originalitas Penelitian