1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi terbesar dan dikaitkan dengan penyebab utama angka kematian serta morbiditas yang tinggi. Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 6 juta pasien setiap tahunnya datang ke Unit Gawat Darurat(UGD) dengan keluhan nyeri dada yaitu diantaranya sekitar 335.000 orang meninggal dalam setahun oleh karena PJK di Unit Gawat Darurat(UGD) atau berada sebelum tiba di rumah sakit. Banyak pasien yang meminta pertolongan dari dokter keluarga untuk memberikan terapi namun sering terlambat. (Katz dkk. 2006). Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), Sulawesi Selatan (2,9%), dan Sulawesi Barat (2,6%), sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner menurut diagnosis atau gejala di Sumatra Utara (1,1%).(RISKESDAS 2013) Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah sekitar 16% kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi sekitar 26.4%. Prevalensi kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara Indonesia (HIMAPID,2008). Gambaran klinis PJK
2 diantaranya adalah iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung dan kematian mendadak. Menurut data survey penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner di Indonesia prevalensi dan insidensi dari penyakit ini masih menempati urutan pertama angka kematian nasional. Pada tahun 2000, penyakit ini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia dan memiliki prevalensi sebesar 9,2%pada tahun 2007(Laurentia dkk). Berdasarkan laporan dari rumah sakit dan puskesmas, prevalensi kasus penyakit jantung koroner di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan dari 0,09% pada tahun 2006 menjadi 0,10% pada tahun 2007, dan 0,11% pada tahun 2008. Prevalensi sebesar 0,11% berarti setiap 10.000 orang terdapat 11 orang penderita jantung koroner.(dinas Kesehatan Jawa Tengah). Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Pada tahun 2012 diperoleh 294 orang subjek penelitian didapatkan 166 orang (56,5%) dengan diagnosis IMA STE dan sebanyak 128 orang (43,5%) dengan IMA non STE/APTS, dimana hampir semua pasien masuk melalui unit gawat darurat (UGD) RSUP. H. Adam Malik Medan. Didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 239 orang (81,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 55 orang (18,7%). Dari rentang usia, usia terbanyak adalah usia < 65 tahun sebanyak 219 orang (74,5%) sedangkan usia 65 tahun sebanyak 75 orang (25,5%) dengan rata-rata usia adalah 57,24 tahun. Didapatkan 195 orang (66,3%) subjek dengan riwayat hipertensi sebelumnya,199 orang (67,7%) dengan riwayat merokok, dislipidemia sebanyak 145 orang (49,3%), 122 orang (41,5%) dengan riwayat diabetes mellitus sebelumnya, serta riwayat keluarga menderita PJK sebanyak 9 orang (3,1%). Subjek yang memiliki faktor risiko 3 sebanyak 161 orang (54,8%) dan faktor risiko < 3 sebanyak 133 orang (45,2%)(Simanjuntak. 2012) Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga terjadi oklusi subtotal atau total secara tiba-tiba dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang mininal. Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah bagian dari PJK dan merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut (IMA) dengan segmen ST elevasi (IMA STE) atau IMA tanpa segmen ST elevasi (IMA non STE) serta angina pektoris tidak stabil
3 (APTS) (Tunstall dkk,1994;perki,2012). Data menunjukkan bahwa diperkirakan sekitar 1,7 juta pasien dengan SKA datang ke rumah sakit di Amerika Serikat. Dari data ini, hanya 1/4 yang masuk kriteria IMA STE pada gambaran elektrokardiografi (EKG), dan 3/4 lainnya atau sekitar 1.4 juta pasien masuk dengan APTS atau IMA non STE. IMA STE disebabkan oleh karena oklusi trombosis total secara akut pada arteri koroner dan reperfusi segera merupakan terapi utama, sedangkan IMA non STE/APTS biasanya berhubungan dengan obstruksi koroner yang berat namun tidak terjadi oklusi total pada arteri koroner yang terlibat (Libby. 1995). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Euro Heart Survey of ACS (Carlo. 2011) dan dari data registrasi internasional yang besar,global Registry of Acute Coronary Events (GRACE), menekankan prognosis yang tidak diduga pada pasien dengan SKA, yang melibatkan lebih dari 22.000 pasien SKA ternyata menunjukkan peningkatan prognosis rata-rata kejadian sebanding dengan derajat tingkat keparahan penyakit yang menyertainya. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 30% pasien dengan IMA non STE dan 20% pasien dengan APTS mengalami komplikasi mayor (kematian atau sindroma koroner non-fatal) selama tahun pertama setelah perawatan di rumah sakit. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur ataupun ulserasi dan jika terjadi kondisi lokal atau sistemik akan memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner (Van Der Werf. 2003). Mengingat berbagai macam faktor resiko yang menyebabkan terjadinya SKA, maka peneliti ingin mengetahui pola penyakit / kejadian penyakit SKA di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) pada tahun 2014. Saya memilih RSUPHAM karena rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan regional 1. Selain itu saya melakukan penelitian ini di kota medan karena belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat karakteristik SKA berdasarkan usia, jensi kelamin, pekerjaan, keluhan sewaktu masuk, riwayat penyakit terdahulu, dan gambaran EKG sewaktu masuk.
4 1.2. Rumusan Masalah 2014? Bagaimana karakteristik penderita SKA di RSUP HAM pada tahun 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita SKA di RSUP HAM tahun 2014 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik penderita SKA berdasarkan usia di RSUP. Haji Adam Malik Medan 2. Mengetahui karakteristik penderita SKA berdasarkan jenis kelamin di RSUP. Haji Adam Malik Medan 3. Mengetahui karakteristik penderita SKA berdasarkan pekerjaan di RSUP. Haji Adam Malik Medan 4. Mengetahui karakteristik penderita SKA berdasarkan keluhan sewaktu masuk di RSUP. Haji Adam Malik Medan 5. Mengetahui karakteristik penderita SKA berdasarkan riwayat penyakit terdahulu di RSUP. Haji Adam Malik Medan 6. Mengetahui karakteristik penderita SKA berdasarkan gambaran EKG sewaktu masuk di RSUP. Haji Adam Malik Medan 1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Manfaat bagi peneliti Sebagai sarana pengembangan diri dan penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis tentang metodologi penelitian. 1.4.2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan pada penelitian lain yang ingin mengembangkan ilmu.
5 1.4.3. Manfaat Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai bahan evaluasi dan satu dasar memiliki langkah yang tepat dalam upaya melakukan asuhan dan pengobatan yang komprehensif terhadap penderita Sindroma Koroner Akut. 1.4.4. Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat awam tentang Sindrom Koroner Akut sehingga kesadaran masyarakat dapat ditingkatkan untuk upaya pencegahan Sindrom Koroner Akut.