WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

7. Peraturan Pemerintah...

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA BENGKULU TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG GUBERNUR BENGKULU,

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 28 Tahun 2015 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

UPATI TANJUNG JABUNG BARAT, NIP PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 21 TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

b. bahwa upaya pemerataan dokter spesialis dilakukan melalui wajib kerja dokter spesialis

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI BARAT

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 50 TAHUN 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTRA NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

=========================================================== PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN ASISTEN TENAGA KESEHATAN

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2015 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BENER MERIAH RANCANGAN QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. (Permenkes No.56 th 2014)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

2 Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

Transkripsi:

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, maka dianggap perlu penataan penyelenggaraan kesehatan yang berjenjang dan berkesinambungan; b bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan Kota Pontianak; Mengingat : 1. 2. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut, Daerah Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan Mengubah Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2756);

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153); Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193); Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 81); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan;

12. 13. 14. 15. 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1392); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1400); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 232); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 589); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 589); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK. BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Pontianak.

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Walikota adalah Walikota Pontianak. 4. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kota Pontianak. 5. Rumah Sakit Umum adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat daruratrumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. 6. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas masalah kesehatan masyarakat dan kasus kasus penyakit yang dilakukan secara timbal balik secara vertikal maupun horizontal meliputi sarana, rujukan teknologi, rujukan tenaga ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium. 7. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tugas dan tanggungjawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik secara vertikal maupun horizontal. 8. Rujukan Vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. 9. Rujukan Horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. 10. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 11. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan, baik promotif, prefentif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat. 12. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat nonspesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. 13. Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat nonspesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan dan/atau pelayanan kesehatan lainnya. 14. Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat nonspesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari. 15. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan,

klinik pratama, klinik umum di balai lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama. 16. Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis di rumah sakit tipe D dan C yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. 17. Rumah sakit tipe A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas, ditetapkan sebagai tempat pelayanan rumah sakit rujukan tertinggi (top referral hospital) atau rumah sakit pusat. 18. Rumah sakit tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. 19. Rumah Sakit tipe C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kebidanan dan kandungan. 20. Rumah Sakit tipe D adalah rumah sakit ynag bersifat transisi karena pada satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Kemampuan rumah sakit kelas D hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. 21. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis di rumah sakit tipe B dan A yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. 22. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap diruang perawatan khusus. 23. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan. 24. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu maka seseorang terancam bahaya maut. 25. Lembar persetujuan tindakan adalah persetuuan pasien pada tindakan medis yang akan diberikan. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Maksud disusunnya Peraturan Walikota ini adalah untuk mengatur mekanisme rujukan pada setiap jenjang pelayanan kesehatan yang berada di Kota Pontianak. (2) Tujuan Peraturan Walikota ini adalah : a. meningkatkan efektifitas pelayanan rujukan; b. meningkatkan jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan; dan

c. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturab Walikota ini : a. jenjang rujukan; b. tatacara rujukan; c. pembiayaan rujukan; d. monitoring, evaluasi, pencatatan dan pelaporan; e. pembinaan dan pengawasan; f. sanksi; dan g. ketentuan penutup. BAB III JENJANG RUJUKAN Pasal 4 (1) Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: a. pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga. (2) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan Peraturan Perundang Undangan. Pasal 5 Dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan kesehatan, Pemerintah daerah dapat menempatkan atau menugaskan dokter spesialis di pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan mempertimbangkan kebutuhan layanan. BAB IV TATA CARA RUJUKAN Pasal 6 (1) Rujukan dapat dilakukan secara horizontal dan vertikal. (2) Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. (3) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan. (4) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Pasal 7

Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Pasal 8 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dilakukan apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik. Pasal 9 Rujuk vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah atau disebut rujuk balik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dilakukan apabila : a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya apabila penanganan di tingkat rujukan sudah stabil dan penanganan selanjutnya dapat dilakukan di pelayanan kesehatan yang lebih rendah; b. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau c. pasien yang dirujuk telah mendapatkan penanganan secara tuntas dalam bentuk informasi kondisi pasien kepada perujuk. Pasal 10 (1) Peserta jaminan kesehatan nasional diwajibkan mengikuti tata cara rujukan. (2) Pemberi pelayanan kesehatan Rujukan diwajibkan mengikuti tata cara rujukan. (3) Rujukan bagi peserta asuransi kesehatan komersial dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dalam polis asuransi, dengan tetap mengikuti pelayanan kesehatan berjenjang. (4) Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan nasional dapat mengikuti sistem rujukan. Pasal 11 (1) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. (2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. (3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien. Pasal 12

Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta maka wajib menggunakan sistem informasi pelayanan kesehatan daring/on line di fasilitas pelayanan kesehatan dan rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai dengan indikasi medis. Pasal 13 (1) Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila ada indikasi medis, kecuali pasien dan/atau keluarganya menolak maka harus mendapatkan persetujuan tertulis dari pasien atau keluarganya. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. diagnosa penyakit dan/atau tindakan medis yang diperlukan; b. alasan dan tujuan dilakukan rujukan; c. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan; d. transportasi rujukan; dan e. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan. Pasal 14 Perujuk sebelum melakukan rujukan harus : a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan; b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat; dan c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan. Pasal 15 Dalam komunikasi dengan perujuk, penerima rujukan berkewajiban : a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi, ketersediaan tenaga kesehatan dan memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien; dan b. informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, apabila ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan di fasilitas penerima rujukan tidak memungkinkan maka diinformasikan kepada pasien untuk dibuat kesepakatan dan pengambilan keputusan tertulis dari pasien atau keluarganya. Pasal 16 Penerima rujukan tidak boleh menolak pasien rujukan. Pasal 17 Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi : a. identitas pasien;

b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) yang telah dilakukan; c. diagnosis kerja; d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan; dan e. nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan. BAB VI PEMBIAYAAN RUJUKAN Pasal 18 Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. BAB VII MONITORING, EVALUASI, PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 19 (1) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pontianak dan asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan. (2) Pencatatan dan Pelaporan dilakukan oleh perujuk maupun penerima rujukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 (1) Dinas Kesehatan Kota Pontianak dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut Rumah Sakit di Kota Pontianak. (2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kota Pontianak mengikutsertakan asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan. BAB IX SANKSI Pasal 21 (1) Dalam rangka melakukan pengawasan Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. pencabutan sementara izin fasilitas pelayanan kesehatan.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Pontianak. Ditetap di Pontianak pada tanggal.12 Agustus 2015... WALIKOTA PONTIANAK SUTARMIDJI Diundangkan di Pontianak pada tanggal.12 Agustus.2015 SEKRETARIS DAERAH KOTA PONTIANAK MOCHAMAD AKIP

BERITA DAERAH KOTA PONTIANAK TAHUN 2015 NOMOR 39