BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaminan Kesehatan Nasional 2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2014). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang- Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes RI, 2014). 2.1.2. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional pada Pelayanan Kesehatan Primer Menurut BPJS Kesehatan (2014), manfaat jaminan kesehatan nasional BPJS Kesehatan pada pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik, antara lain: administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, transfusi darah sesuai kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama, dan rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi. 2.1.3. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Peserta tersebut meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014): a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. 8
9 b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: (a) pegawai negeri sipil, (b) anggota tni, (c) anggota polri, (d) pejabat negara, (e) pegawai pemerintah non pegawai negeri, (f) pegawai swasta, dan (g) pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah; pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: (a) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan (b) pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah, (c) pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di indonesia paling singkat 6 (enam) bulan; bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: (a) investor, (b) pemberi kerja, (c) penerima pension, (d) veteran, (e) perintis kemerdekaan, dan (f) bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran; penerima pensiun terdiri atas: (a) pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pension, (b) anggota tni dan anggota polri yang berhenti dengan hak pension, (c) pejabat negara yang berhenti dengan hak pension, (d) penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c, dan (e) janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. 2.2. Mutu Pelayanan Kesehatan 2.2.1. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan Azwar (2010) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Setiap orang akan menilai mutu layanan berdasarkan standar dan atau kriteria yang berbeda-beda. Menurut Pohan (2007), setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat,
10 profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai pandangan yang berbeda tentang unsur apa yang penting dalam mutu layanan kesehatan. Berbagai pandangan yang berbeda tersebut, dapat dilihat sebagi berikut: 1. Perspektif pasien/masyarakat Dari pandangan pasien/masyarakat, layanan kesehatan yang bermutu apabila layanan kesehatan dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat sangat penting karena pasien yang merasa puas dengan layanan akan mematuhi pengobatan dan melakukan kunjungan kembali. 2. Perspektif pemberi layanan kesehatan (provider) Provider lebih mengaitkan mutu layanan kesehatan dengan ketersediaan peralatan, prosedur kinerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu. 3. Perspektif penyandang dana Penyandang dana atau asuransi kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu adalah layanan yang efesien dan efektif, mampu menyembuhkan pasien dalam waktu sesingkat mungkin, untuk meminimalisir biaya kesehatan. Kegiatan-kegiatan promotif juga lebih dikedepankan untuk mencegah penyakit sehingga penggunaan layanan kesehatan dalam hal kuratif atau rehabilitatif berkurang. 4. Perspektif pemilik sarana layanan kesehatan Pemilik saranan layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat. 5. Perspektif administrator layanan kesehatan
11 Administrator layanan kesehatan tidak secara langsung memberikan layanan kesehatan, namun ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu, akan membantu administrator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas masalah dan dalam meyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan. Dari beberapa batasan tentang mutu pelayanan kesehatan, dapat disimpulakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah penilaian yang diberikan atas dua dasar, yaitu penilaian pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan, dan penilaian sesuai standar baku mutu pelayanan yang sudah ditetapkan bagi pelayanan kesehatan yang harus dijalankan oleh segenap unsur pemberi layanan kesehatan. 2.3. Kepuasan Pelanggan 2.3.1. Definisi Kepuasan Pelanggan Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang karena mengonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa. Menurut Pohan (2007) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya, setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya. 2.3.2. Pengukuran Tingkat Kepuasan Konsumen Tingkat kepuasan pelanggan sangat bergantung pada mutu atau kualitas suatu produk/jasa (Supranto, 2011). Aspek mutu dapat diukur. Pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan mutu produk (barang atau jasa). Sebetulnya banyak metode untuk mengukur kualitas pelayanan, namun metode yang banyak digunakan adalah sebagai berikut (Nursya bani, 2006):
12 1. Metode Servqual dengan Gap Model, yaitu Servqual berasal dari kata Service Quality yang artinya kualitas layanan. Kualitas layanan merupakan fungsi gap antara harapan konsumen terhadap layanan dan persepsi mereka terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan. 2. Metode Servqual dengan Bobot Kepentingan, yaitu pada metode Servqual dengan Gap Model diatas tidak mempertimbangkan bobot tertentu. Dengan kata lain masing-masing dimensi dianggap memiliki bobot yang sama, maka pada metode ini masing-masing dimensi diberikan bobotnya untuk mengetahui dimensi mana yang paling berpengaruh. 3. Analisis Importance-Performance, yaitu analisis ini digunakan untuk membandingkan antara penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan terhadap kualitas layanan (Importance) dengan tingkat kinerja kualitas layanan (Performance). 2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Kepuasan pasien dipengaruhi oleh karakteristik produk, harga, dan faktorfaktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat (Rangkuti, 2006). Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Karakteristik Produk Karakteristik produk yang dimaksud adalah karakteristik dari pelayanan kesehatan secara fisik, seperti kebersihan ruang perawatan beserta perlengkapannya. Pasien akan merasa puas dengan kebersihan ruangan yang diberikan oleh pemberi pelayanan; 2. Harga Faktor harga memiliki peran penting dalam menentukan kepuasan pasien, karena pasien cenderung memiliki harapan bahwa semakin mahal biaya pelayanan kesehatan maka semakin tinggi kualitas pelayanan yang ia terima; 3. Faktor Pribadi Faktor yang berasal dari dalam individu, dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang meliputi:
13 a. Jenis Kelamin Tingginya angka kesakitan pada perempuan daripada lakilaki menyebabkan perempuan membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak; b. Umur Kebutuhan seseorang terhadap suatu barang atau jasa akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Faktanya kebutuhan terhadap pelayanan kuratif atau pengobatan semakin meningkat saat usia mulai meningkat dibandingkan dengan kebutuhan terhadap pelayanan preventif; c. Pendidikan Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Perbedaan tingkat pendidikan akan memiliki kecenderungan yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan; d. Pekerjaan Secara langsung pekerjaan akan mempengaruhi status ekonomi seseorang. Seseorang yang berpenghasilan di atas rata-rata mempunyai minat yang lebih tinggi dalam memilih pelayanan kesehatan. 2.4. Harapan Pelanggan Harapan atas kinerja produk berlaku sebagai standar perbandingan terhadap kinerja aktual produk (Hasan, 2013). Harapan pelanggan diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan pelanggan. Pada dasarnya ada hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Dalam mengevaluasinya, pelanggan akan menggunakan harapan sebagai standar atau acuan. Oleh karena itu dalam konteks kepuasan, harapan umumnya dimaknai sebagai keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya dari standar prediksi dan standar ideal yang dibuat oleh pelanggan itu
14 sendiri. Riset dalam sektor jasa menunjukan bahwa harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh faktor enduring service intensif, transitory service intensif, personal needs, past experience, dan positive word of mouth (Hasan, 2013), dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Enduring Service Intensif Enduring service intensif merupakan faktor yang bersifat stabil dan men-dorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap produk jasa. Harapan muncul disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang produk jasa. Seorang pelanggan akan berharap bahwa ia patut dilayani dengan baik apabila pelanggan lain dilayani dengan baik oleh pemberi jasa. 2. Transitory Service Intensif Transitory service intensif merupakan faktor individual yang bersifat sementara yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa, karena situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin perusahaan bisa membantunya dan jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik-buruknya jasa berikutnya. 3. Personal Needs Kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis yang dirasakan seseorang akan menjadi dasar bagi kesejahteraannya yang sekaligus akan menentukan harapannya. 4. Past Experience Pengalaman pelanggan dengan produk/ jasa lain yang memiliki karakteris-tik serupa. Pengalaman ini dapat mempengaruhi pembentukan norma atau standar tingkat kinerja yang harus dapat dipenuhi. 5. Positive Word of Mouth Rekomendasi yang positif yang bersumber dari orang lain yang terpercaya (para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media massa) lebih cepat diterima sebagi refrensi karena pelanggan sering mengalami kesulitan
15 dalam mengevaluasi jasa yang belum dirasakannya sendiri, kecuali pelanggan telah memiliki past experience. 2.5. Kerangka Teori Penelitian Tangible Reliability Responsiveness Kepuasan Pasien Assurance Emphaty 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Gambar 1. Kerangka Teori Penilitian Pasien 1. Faktor Enduring 2. Service Intensif, 3. Transitory Service Intensif, 4. Personal Needs, 5. Past Experience, dan 6. Positive Word Of Mouth Dimensi Mutu Pelayanan: 1. Tangibles 2. Reability 3. Responsiveness 4. Empathy 5. Assurance Pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) Pelayanan yang ada (realita) Persepsi pelayanan yang dierima Kepuasan pasien Klinik Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
16 2.6. Hipotesis Terdapat perbedaan tingkat kepuasan antara pasien peserta JKN dan pasien Non JKN terhadap pelayanan kesehatan di Klinik SWA Turi.