1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang, penyakit yang diderita akan menyebabkan perubahan perilaku normal sehingga klien perlu menjalankan perawatan secara umum, hospitalisasi akan menimbulkan beberapa perubahan yaitu privasi, gaya hidup, otonomi diri, peran dan ekonomi (Asmadi, 2008 ). Rawat inap (Hospitalisasi) dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada usia berapa pun. Ketakutan yang tidak diketahui selalu mengancam psikologis setiap individu yang menjalani rawat inap tidak terkecuali anak yang menghadapi rawat inap, anak-anak sering terlalu muda untuk mengerti apa yang terjadi atau takut untuk mengajukan pertanyaan (Hatfield, 2008). Rawat inap jangka pendek tetap terjadi lebih sering dari pada rawat inap yang lama, bahkan selama tinggal sebentar anak sering khawatir. Selain itu, anak dapat merasakan kekhawatiran keluarga dan emosi-emosi negatif yang dapat menghambat kemajuan kesehatan anak. Keluarga dari anak akan mengalami stres disebabkan oleh beberapa alasan antara lain penyebab oleh penyakit, perawatan, rasa bersalah, pengalaman masalalu dari sakit dan rawat inap, gangguan dalam kehidupan keluarga, ancaman untuk kesehatan jangka panjang anak, pengaruh budaya atau agama, metode koping keluarga dalam mengatasi dan dampak keuangan rawat-inap yang semua dapat mempengaruhi bagaimana keluarga merespon penyakit
2 anak. Meskipun dari beberapa keprihatinan keluarga dan tidak secara khusus terhadap anak, mereka akan tetap mempengaruhi bagaimana perasaan anak (Hatfield, 2008). Prevalensi yang terjadi akan dampak hospitalisasi pada anak, khususnya anak usia pra-sekolah cukup tinggi hampir dan tidak menutup kemungkinan terjadi disetiap rumah sakit. Menurut penelitian yang dilakukan Irawan (2012) tentang Pengaruh Peran Keluarga Dalam Mengurangi Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi di Ruang Rawat Inap C Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen didapatkan tingkat kecemasan anak usia pra-sekolah akibat hospitalisasi dari 16 responden, terdapat 7 orang (43,75%) dengan tigkat kecemasan panik, 4 orang (25%) dengan tingkat kecemasan berat, 3 orang (18,75%) dengan tingkat kecemasan sedang, 2 orang (12,5%) dengan tingkat kecemasan ringan dan pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit Husada Wava pada bulan Maret hingga pertengahan awal April terdapat 56 anak usia prasekolah dengan ratarata perawatan 7-10 hari yang mengalami proses hospitalisasi serta didapatkan anak yang mengalami hospitalisasi sering tidak kooperatif dan menunjukkan respon seperti : Menangis, meronta dan berteriak. Hospitalisasi dapat menjadi suatu gangguan psikologis terhadap anak sehingga anak akan mengalami beberapa reaksi adaptasi yang disebabkan oleh suatu keadaan-keadaan yang sementara dan reversibel berhubungan dengan tingkat stress anak (Redle, 1992). Reaksi hospitalisasi pada anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan perkembangan anak, pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak (Supartini, 2004). Pada usia pra-sekolah dan pada usia sekolah anak akan cenderung meningkatkan sifat dasar mereka yang berpengaruh terhadap lingkungan sekitar.
3 Dalam teori Erikson pada tahap usia sekolah, anak mengembangkan inisiatif versus rasa bersalah setelah berhasil menanamkan rasa percaya dan otonomi yang berkembang, jika anak merasa aman secara psikososial melalui interaksi yang sesuai dengan orang tuanya maka pada masa ini anak akan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar dan cenderung bertanya mengapa sehingga ketika anak mengalami perpisahan maka akan terjadi reaksi perpisahan seperti menolak makan, menangis pelan, sering bertanya dan tidak kooperatif hal ini dilihat kembali dari seberapa lama anak akan mengalami masa perpisahan dengan kedua orang tua dan lingkungan sekitarnya seperti : sekolah dan tempat bermain (Behrman,1996). Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peran strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat (Azwar 1996). Ketika pasien mulai berinteraksi dengan rumah sakit maka akan ada proses hospitalisasi yaitu suatu proses yang karena suatu alasan berencana atau darurat, mengharuskan untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. (Wong, 2000). Semakin tingginya tingkat derajat sakit pasien maka semakin tinggi pula dampak hospitalisasi yang dapat dirasakan oleh pasien hal ini sering terjadi pada anak usia prasekolah hingga anak usia sekolah karena tingkat pengetahuan mereka akan konsep hospitalisasi masih rendah dan disertai tingkat populasi anak yang di rawat dirumah sakit juga cukup tinggi sehingga anak akan memberikan respon, baik itu respon yang negatif maupun positif. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
4 kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000). Beberapa rumah sakit sudah memberikan penerapan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi terhadap anak seperti terapi bermain yaitu anak-anak didorong untuk bermain dengan bebas yang menyebabkan anak melepaskan tegangan-tegangan emosi (Yustinus,2005) dan Rooming in yaitu menghadirkan keluarga dalam proses pendekatan agar anak mampu mengekspresikan emosional mereka (Wong, 2000) akan tetapi hal tersebut belum mampu membuat anak terhindar dari dampak hospitalisasi di kemudian hari ketika anak diharuskan untuk kembali kerumah sakit, sehingga hal ini juga mampu menciptakan beberapa trauma psikologis akibat hospitalisasi, hal tersebut dikarenakan konsep terapi bermain dan rooming in masih berfokus pada keadaan individu dan keluarga tanpa memperhatikan dan melibatkan anak terhadap keadaan lingkungan sekitar yaitu semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktifitasnya (Darsonno,1995). Sehingga ketika anak mengalami proses hospitalisasi anak wajib untuk diusahakan mampu beradaptasi terhadap lingkungan karena dengan suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi (Samadi, 2006) sehingga dengan bantuan perawat dan orang sekitar proses adaptasi tidak akan tercapai. Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak baik secara emosional maupun psikologis sehingga terapi lingkungan atau Milieu therapy yaitu sebuah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan
5 psikis individu serta mendukung proses penyembuhan (Murray Z., 1985). Dengan menciptakan suatu lingkungan hidup (belajar) yang baru, program milieu therapy secara khas merupakan suatu pendekatan tim yang terdiri dari para anggota profesional (Yustinus, 2005). Milieu therapy terdiri dari Terapi Rekreasi, Terapi kreasi seni, Petthe therapy dan Plant therapy (Yosep, 2009). Milieu therapy semula digunakan pada pasien yang mengalami gangguan jiwa akan tetapi dengan melihat konsep atau tujuan utama Milieu therapy yang berfokus pada lingkungan dalam proses meningkatkan kesehatan mental maupun fisik serta berdasarkan Body of knowledge ilmu keperawatan yaitu Holistik (Holism) dengan melihat manusia dan lingkungan secara menyeluruh dalam suatu sistem; melihat manusia secara utuh; bio, psiko, sosial dan spiritual dengan segala sifatnya yang hakiki; mempunyai kebutuhan dasar dan kebutuhan interpersonal; punya perasaan; keinginan dan kemampuan (Nursalam, 2008). Sehingga Milieu therapy dapat dipergunakan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dengan melihat aspek Body of knowledge ilmu keperawatan tersebut maka dengan terapi ini anak diharapkan dapat pulih kembali tidak hanya secara fisik melainkan psikis jangkan panjang yang berpengaruh terhadap proses hospitalisasi dikemudian hari dan meningkatkan pengetahuan anak terhadap proses hospitalisasi tersebut. Mengingat pentingnya dampak hospitalisasi terhadap anak dalam proses adaptasi terhadap lingkungan rumah sakit maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektivitas Milieu therapy terhadap kemampuan adaptasi pada anak yang mengalami hospitalisasi. Dengan tujuan kondisi psikologi anak tidak mengalami penurunan dan proses penyembuhan penyakit dapat tercapai sesuai yang diharapkan serta merubah paradigma keperawatan anak bahwa pelayanan keperawatan terhadap anak tidak hanya berfokus kepada keadaan fisik anak melainkan berfokus juga
6 terhadap psikologi anak sehingga dengan milieu therapy diharapkan dapat meningkatkan mutu dan pelayanan keperawatan yang lebih baik di masa mendatang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Adakah pengaruh Milieu therapy terhadap tingkat adaptasi anak usia pra sekolah yang menjalani hospitalisasi. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh Milieu Therapy terhadap tingkat adaptasi anak (Usia pre-school) yang mengalami hospitalisasi. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi tingkat adaptasi pada anak yang mengalami hospitalisasi sebelum dilakukan Milieu Therapy. 2. Mengidentifikasi tingkat adaptasi anak yang mengalami hospitalisasi setelah dilakukan Milieu Therapy. 3. Menganalisis pengaruh Millieu therapy terhadap tingkat adaptasi pada anak yang mengalami hospitalisasi.
7 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1.Manfaat Teoritis 1. Bagi Tempat Penelitian Menambah tingkat pengetahuan petugas kesehatan, khususnya dalam menangani anak usia pre-school dalam menghadapi dampak hospitalisasi. 2. Bagi Anak Memberikan suatu pelayanan yang lebih komprehensif dan professional dalam meningkatkan derajat kesehatan pasien secara fisik maupun psikis. 3. Bagi Peneliti Peneliti memperoleh pengetahuan tentang dampak milieu therapy terhadap adaptasi anak yang mengalami hospitalisasi. 1.4.2.Manfaat Praktis 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber informasi, wacana kepustakaan serta dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan karya ilmiah. 2. Bagi Perawat Menjadi bahan masukan dan sumber informasi baru dalam ilmu keperawatan terutama mengenai peran perawat untuk mengurangi dampak hospitalisasi pada anak usia pre-school dengan menggunakan Milieu therapy. 1.5.Definisi istilah 1. Milieu therapy Terapi lingkungan (milieu therapy) adalah perencanaan ilmiah dari lingkugan untuk tujuan yang bersifat terapeutik (dukungan kesembuhan) tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta
8 mendukung proses penyembuhan, jenis terapi lingkungan terdiri dari Terapi rekreasi, Terapi kreasi seni, pet therapy dan plant therapy (Yosep, 2009). 2. Hospitalisasi Hospitalisasi adalah merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang, penyakit yang diderita akan menyebabkan perilaku normal sehingga klien perlu menjalankan perawatan (Hospitalisasi) secara umum hospitalisasi akan menimbulkan beberapa aspek yaitu privasi, gaya hidup, otonomi diri, peran dan ekonomi (Asmadi, 2008 ). 3. Adaptasi Adaptasi adalah pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman menangani stressdan cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas (task oriented) (Sunaryo,2004). 1.6.Keaslian Penelitian 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwandari (2009) tentang pengaruh terapi seni dalam menurunkan tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi di wilayah kabupaten banyumas, desain penelitian yang digunakan adalah metode quasi Experiment, dengan pre-test dan posttest non equivalent control group design, Populasi penelitian adalah anak usia 6-12 tahun yang dirawat di RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo dan RSUD banyumas dan sampel diambil secara puprposive. Hasil penelitian menunjukan intervensi Terapi seni tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan, namun untuk menurunkan denyut nadi yang merupakan salah satu respon fisiologis kecemasan.
9 Perbedaan penelitian ini dengan penilitian Purwandari (2009) adalah pada variabel yang digunakan, tempat, dan waktu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah Milieu therapy (terapi lingkungan) sebagai variabel independen dan adaptasi anak usia pra-sekolah yang mengalami hospitalisasi sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian pre-eksperimen one grup pre test post tes design pendekatan dengan metode purposive sampling. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen pada Bulan Juli 2013. 2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryanti,dkk (2011) tentang pengaruh terapi bermain mewarnai dan origami tehadap tingkat kecemasan sebagai efek hospitalisasi pada anak usia pra-sekolah di RSUD dr.r.goethe Tarunadibrata Purbalingga, desain penelitian yang digunakan preeksperimental dengan one group pre test-post test design. Hasil penelitian ini ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kecemasan sebelum dan sesudah terapi bermain, terapi bermain dapat mengurangi tingkat kecemasan pra-anak usia sekolah, dari kecemasan sedang sampai kecemasan ringan. Tehnik pengambilan sampel non probability sampling yaitu tehnik pengambilan sampel dengan tidak memberikan peluang yang sama dari setiap anggota populasi atau sampling quota. Perbedaan penelitian ini dengan penilitian Suryanti,dkk (2011) adalah pada variabel yang digunakan, tempat, dan waktu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah Milieu therapy (terapi lingkungan) sebagai variabel independen dan adaptasi anak usia pra-sekolah yang mengalami hospitalisasi sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian pre-eksperimen one grup pre test post tes design pendekatan
10 dengan metode purposive sampling. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen pada Bulan Juli 2013. 1.7. Batasan penelitian 1. Pada anak usia balita dan sekolah yang mengalami hospitalisasi. 2. Tanpa melihat respon hospitalisasi keluarga. 3. Tanpa melihat peran perawat terhadap hospitaisasi anak. 4. Tidak memberikan terapi hingga pasien selesai melakukan perawatan. 5. Tidak menggunakan semua terapi pada setiap sampel. 6. Pada anak yang tidak mengalami gangguan mental seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan AUTISME