1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan pendapatan merupakan salah satu indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menunjukkan jika sektor ekonomi berkembang secara simultan dan mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan hidup masyarakat. Salah satu tanda peningkatan kebutuhan adalah meningkatnya kebutuhan pelayanan, khususnya pelayanan birokrasi. Pelayanan birokrasi yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, namun tidak diimbangi oleh aksi pelayanan prima. Yang terjadi saat ini adalah demotion quality services oleh pemerintah akibat dari buruknya kinerja pelayanan, tingginya kebocoran anggaran negara, profesionalitas yang rendah, dan aparat pelayan publik yang belum kompeten. Buruknya pelayanan birokrasi merupakan dampak panjang dari masalahmasalah individu dan organsasi, antara lain rendahnya tingkat koordinasi, tumpang tindih kewenangan antar institusi, aturan yang tidak sinergis antar lembaga, dan tidak relevan dengan perkembangan terkini. Tampak kasat mata jika birokrasi seperti enggan menerima perubahan, merasa eksklusif, mekanisme kerja yang kaku, dan merasa dominan dalam struktur kemasyarakatan. Berbagai pengalaman menyatakan bahwa pelayanan birokrasi di negeri ini memiliki prosedur rumit yang tidak berorientasi pelanggan, tingginya biaya untuk pengurusan dokumen legal (baik resmi maupun tidak resmi), dan waktu pemrosesan yang lama. Bahkan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, Taufik Efendi menyatakan jika 55%
2 pegawai negeri sipil di Indonesia memiliki kinerja buruk dan harus segera diperbaiki serta dibenahi agar masyarakat kembali percaya pada pelayanan birokrasi (Kompas, 12 Januari 2007). Dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat pada kinerja pelayanan prima, maka aparatur pemerintah harus meningkatkan profesionalitas sumberdaya. Profesionalitas aparatur dapat terwujud jika ada strategi yang didesain dan dilakukan secara terus menerus, mengingat kebutuhan masyarakat pun semakin bertumbuh Pemerintah sebagai lembaga legal formal harus segera melakukan tindakan strategis untuk melakukan reformasi birokrasi. Negara telah memberikan mandat mengenai reformasi birokrasi kepada seluruh pelayan publik untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih, bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, serta memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan (Anonim, 2010 a ). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan reformasi birokrasi menekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur sebagai eksekutor pelayanan publik pada berbagai sektor. Sedangkan lembaga dan jabatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur berperan penting sebagai institusi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) beserta komponen penunjangnya.
3 Lembaga penyelenggara diklat memiliki widyaiswara sebagai komponen penunjang utama yang berfungsi sebagai pendidik, pengajar dan pelatih, serta konsultan program diklat. Peran widyaiswara dalam reformasi birokrasi sangat penting, karena mereka merupakan salah satu pejabat birokrasi yang bertanggungjawab penuh terhadap kualitas sumber daya aparatur pemerintah, yang nantinya akan menghasilkan kinerja birokrasi yang baik. Dalam pengertian formal, widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tangung jawab, wewenang, untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih aparatur pemerintah pada Lembaga Diklat Pemerintah (Anonim, 2010 b ). Tanggung jawab besar yang diemban widyaiswara, selayaknya diiringi kualifikasi tertentu yang mampu mendukung kinerjanya. Kinerja widyaiswara akan mempengaruhi kinerja organisasi, sehingga diharapkan kinerja widyaiswara dapat terus ditingkatkan. Secara umum, kinerja dapat dipahami sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Mangkunegara (2001) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sampai saat ini belum diketahui secara khusus pengaruh kinerja widyaiswara pada kinerja lembaga kediklatan dan kinerja aparatur secara umum. Hingga saat
4 ini belum banyak penelitian yang menggunakan obyek kinerja widyaiswara sebagai subtansi. Evaluasi berkala oleh peserta diklat memang sering dilakukan, tetapi hanya sebatas evaluasi performa widyaiswara pada saat proses belajar di kelas, tanpa ada penilaian pada kualitas keseluruhan proses dan hasil belajar. Sedangkan evaluasi yang dilakukan oleh atasan widyaiswara setiap tahun cenderung sekedar memenuhi formalitas administratif kepegawaian yaitu pengisian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Hasil akhir kinerja widyaiswara adalah kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Indikator keberhasilannya adalah unsur utama dan unsur penunjang sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 tahun 2009 tentang Jabatan Widyaiswara dan Angka Kreditnya (Anonim, 2009). Permasalahan kinerja widyaiswara terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Widyaiswara di NTB memiliki masalah beragam seperti hasil evaluasi pasca diklat yang menunjukkan jika kinerja aparatur pelayan publik setelah mengikuti pelatihan tidak berubah nyata. Hal ini menunjukkan kalau dampak pelatihan tidak ada atau sangat minim. Selain itu berkenaan dengan personal widyaiswara ditemukan bahwa jabatan widyaiswara belum dilihat sebagai sebuah jabatan karir yaitu sebuah jabatan yang dirintis dari awal seseorang menduduki jabatan tersebut. Kecenderungan yang terjadi adalah widyaiswara merupakan jabatan pelarian. Artinya, seseorang yang sudah tidak lagi menduduki jabatan struktural, maka widyaiswara merupakan jabatan yang realistis untuk mengurangi tekanan psikologis dari post power syndrome effect dan tekanan sosial terhadap pandangan orang lain bahwa seseorang itu sudah tidak menjabat lagi. Secara tidak langsung ada dua kategori widyaiswara, yaitu
5 widyaiswara karir dan widyaiswara non karir. Widyaiswara karir adalah widyaiswara yang memulai karirnya sejak yang bersangkutan bergabung dengan birokrasi. Sedangkan widyaiswara non karir adalah jabatan widyaiswara diakhir masa purna tugas seorang pejabat publik atau setelah beberapa kali menduduki jabatan struktural dikarenakan alasan tertentu yang bersangkutan tidak lagi menjabat. Permasalahan lain yang dihadapi widyaiswara adalah pendidikan formal yang tidak serumpun dengan pengalaman kerja, spesifikasi keahlian yang tidak jelas, perekrutan widyaiswara tidak berdasar pada analisa kebutuhan jabatan yang detail, dan belum ada pembagian spesialisasi keilmuan karena pada umumnya widyaiswara adalah seorang generalis. Penelitian ini berupaya menganalisis fakta lapangan tentang kinerja widyaiswara yang diharapkan mampu memberi kontribusi pada peningkatan sumberdaya aparatur negara, serta menganalisis perbedaan kinerja widyaiswara karir dan widyaiswara non karir. Dalam penelitian ini analisis kinerja widyaiswara menggunakan variabel karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan lamanya masa kerja jabatan widyaiswara. Variabel lain yang diharapkan mendukung adalah variabel motivasi dalam hal ini menggunakan teori harapan dari Victor Vroom (dalam Gibson, 2005) yang meliputi nilai (valence), harapan (expectacy) dan pertautan (instrumentaly). Karakteristik merupakan sesuatu yang unik dalam diri manusia, karena, dari mulai lahir setiap orang mempunyai sesuatu yang unik dan pengalaman selama hidup yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Perlu pendekatan yang berbeda untuk mengakomodir keunikan individu tersebut bukan pendekatan generalis berdasarkan angka-angka statistik. Hal ini sejalan dengan Law of
6 Individual Differences yang menyatakan jika kepercayaan setiap orang itu berbeda satu sama lainnya (Muchlas, 1997). Di sinilah letak betapa pentingnya karakteristik yang nantikan akan sangat mempengaruhi kinerja seseorang. Cherrington (1994) menyatakan bahwa faktor karakteristik yang mempengaruhi kinerja seseorang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja. Selain karakteristik yang berpengaruh terhadap kinerja adalah motivasi. Motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang, yang berarti setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai (Hasibuan, 2005). Rangsangan dipengaruhi dari diri sendiri (internal) dan dari faktor eksternal. Disamping pengertian di atas, pengertian lain dari motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar bersedia bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Dalam penelitian ini menekankan motivasi yang berdasarkan harapan yang dimiliki seseorang, karena harapan ingin memperoleh sesuatu tersebut orang akan berusaha keras untuk mendapatkannya. Penelitian ini ditujukan kepada para widyaiswara yang bertugas di Provinsi NTB. Alasan pemilihan Provinsi NTB sebagai lokasi penelitian adalah bahwa NTB merupakan salah satu provinsi di kawasan Indonesia Timur yang memiliki masalah kualitas layanan birokrasi relatif rendah, tingkat aksesibilitas masyarakat yang rendah, dan infrastruktur yang belum memadai. Selain itu Provinsi NTB memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di peringkat 32 dari 33 provinsi di seluruh Indonesia (Anonim, 2008).
7 Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB tahun 2005 2009. No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 1 Nasional 69,60 70,22 70,66 71,17 71,76 2 NTB 62,40 63,04 63,71 64,12 64,66 3 Rangking 32/33 32/33 32/33 32/33 32/33 Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD NTB 2009-2013) Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kinerja birokrasi aparatur pemerintah Provinsi NTB masih harus didorong untuk segera memperbaiki diri. Widyaiswara mempunyai peran penting dalam memperbaiki kinerja birokrasi tersebut. Dari pengalaman lapangan yang dialami peneliti, maka ada dorongan untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Karakteristik dan Motivasi dengan Kinerja Widyaiswara Pada Lembaga Diklat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik widyaiswara di Provinsi NTB? 2. Bagaiana motivasi kerja widyaiswara di Provinsi NTB? 3. Bagaimana tingkat kinerja widyaiswara di Provinsi NTB? 4. Bagaimana hubungan karakteristik dengan kinerja widyaiswara di Provinsi NTB? 5. Bagaimana hubungan motivasi dengan kinerja widyaiswara di Provinsi NTB? 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yang harapan kedepanya dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, adapun tujuan penelitian ini adalah :
8 1. Mengetahui karakteristik widyaiswara di Provinsi NTB 2. Mengetahui motivasi kerja widyaiswara di Provinsi NTB. 3. Menganalisis kinerja widyaiswara di Provinsi NTB. 4. Menganalisis hubungan karakteristik dengan kinerja widyaiswara di Provinsi NTB. 5. Menganalisis hubungan motivasi dengan kinerja widyaiswara di Provinsi NTB. 1.4.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memberikan rekomendasi praktis kepada Pemerintah Daerah NTB untuk melakukan perbaikan kinerja widyaiswara di wilayahnya. 2. Menjadi acuan dalam melakukan penelitian yang serupa di masa yang akan datang. 1.5.Keaslian Penelitian Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Pada sub bab ini peneliti sajikan beberapa peneliti terdahulu sebagai pembanding. Diantaranya : 1. Relationship between Motivation and Job Performance at the University of Mines and Technology, Tarkwa, Ghana: Leadership Lessons oleh : Anthony Afful-Broni (2012). Penelitian ini menekankan tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja. Hasilnya adalah bahwa bahwa faktor motivasi eksternal yang gaji bulanan yang rendah secara signifikan menekan motivasi kerja karyawan
9 di University of Mines and Technology, Tarkwa, Ghana. Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada sisi variabelnya dimana penelitian tersebut hanya 1 variabel bebas yang dianalisis pengaruhnya terhadap kinerja, itupun menggunakan indikator motivasi intrinsi dan ekstrinsik. Selain itu perbedaan mendasar yang lain adalah faktor objek dan lokasi penelitian. 2. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri oleh : Purwianti (2007). Pada penelitin ini menekankan permasalahan yaitu: a. Seberapa kuat hubungan motivasi dengan kinerja widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri, b. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pengelolaan widyaiswara pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif, karena ingin memperoleh penjelasan dan pengertian yang mendalam dan menyeluruh tentang fenomena sosial serta memberikan gambaran yang bersifat holistik. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh widyaiswara yang ada di Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri (sensus). Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Motivasi mempunyai hubungan yang sangat endah dengan kinerja widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri, 2. Terdapat faktorfaktor yang menghambat manajemen sumberdaya widyaiswara yang ada di Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah
10 variabel yang diteliti, dalam penelitian ini menggunakan 1 variabel bebas yang digunakan untuk dianalisis pengaruhnya pada variabel terikatnya. Sedang dalam penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan 3 variabel bebas untuk dianalisis pengaruhnya pada variabel terikatnya. 3. Pengaruh Pelatihan dan Karakteristik Individu terhadap Kinerja Pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara, oleh Ahmad Syarif (2011). Penelitian ini dilalcukan untuk mengetahui apakah faktor pelatihan dan karakteristik individu berpengaruh terhadap kinerja pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buton secara mandiri maupun secara bersama-sama. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa adanya korelasi yang cukup kuat dengan nilai koefisien korelasinya (R = 0,982), angka tersebut adalah merupakan hubungan nilai pelatihan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Karakteristik individu juga mempunyai pengaruh terhadap kinerja dengan nilai determinasi sebesar 99,7 % dan sisanya 0,3% ditentukan oleh faktor lain yang belum disentu dalampenelitian ini. Sebagai kesimpulan, penelitian ini menrmjukan bahwa secara keselunrhan pelatihan dan karakteristik individu saugat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan. 4. Pengaruh Karakteristik Individu dan Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Dokter dalam Kelengkapan Pengisian Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PT. Perkebunan Nusantara IV tahun 2008, oleh : Elynar Lubis (2009). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu dan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja dokter dalam kelengkapan
11 pengisian rekam medis pasien rawat inap. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kinerja dokter dalam kelengkapan pengisian rekam medis adalah kondisi kerja dengan nilai p=0,001 < p = 0,05 dan motivasi ekstrinsik dengan nilai p = 0,047 < p = 0,05. 5. Penggunaan Expectancy Theory Dalam Upaya Mengukur Motivasi Kerja Karyawan Di PT. Cahaya Kawi Ultra Polyintraco oleh Lamriana Panjaitan (2011). Peneliti ini meneliti tentang Penggunaan Expectation Theory Dalam Upaya Mengukur Motivasi Kerja Karyawan di PT. Cahaya Kawi Ultra Polyintraco. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat tingkat motivasi kerja karyawan dan mengidentifikasi faktor-faktor motivasi kerja karyawan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang ada di lantai produksi PT. Cahaya Kawi Polyintraco yang berjumlah 26 orang/responden. Sampel penelitian diambil berdasarkan teknik total sampling sehingga seluruh populasi sebanyak 26 karyawan dijadikan sampel penelitian. Variabel penelitian ini adalah harapan, valensi dan instrumentalitas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masih banyak karyawan yang bekerja pada motivasi rendah yaitu 16 orang atau 61,54% dan motivasi sedang sebanyak 7 orang atau 26,92%. Sedangkan karyawan dalam tingkat motivasi tinggi sangat sedikit yaitu hanya 3 orang atau 11,54%.