BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PPN/S/001/

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 8, NO 1, Edisi Februari 2016 (ISSN : )

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PPN/S/001/

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 16/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAPORAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 28/PJ/2015 TENTANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-17/PJ/2014 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II LANDASAN TEORI

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak REVISI PJ.091/PPN/S/001/

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2014 TENTANG

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

FAKTUR PAJAK BERBENTUK ELEKTRONIK (e-faktur)

PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151/PMK.011/2013 Tanggal 11 November 2013

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 151/PMK.011/2013 TENTANG

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VII FAKTUR PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

Lembar ke 1 : untuk Pembeli BKP/Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan FAKTUR PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 13/PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

SEMINAR PERPAJAKAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cara Perpajakan (KUP), pengertian pajak adalah : Menurut Adriani dalam Purwono (2010 : 7) pengertian pajak yaitu :

Nomor :...,... Hal : Permintaan Sertifikat Elektronik. Nama PKP :... Alamat :...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-20/PJ/2014 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

PERPAJAKAN II. PENGISIAN e-spt PPN Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER /PJ.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 24 /PJ/2012 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II LANDASAN TEORI

SOSIALISASI PENOMORAN FAKTUR PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 24 /PJ/2012 TENTANG

Surat Edaran SE-13/PJ.52/2006

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas negara. Penerimaan

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

SE - 98/PJ/2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 TENTANG BENTUK, I

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR TAHUN 2014 TENTANG NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktek pada PT Dirgantara Indonesia

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB I PENDAHULUAN. sudah saatnya diletakkan suatu landasan yang dapat menjamin tersedianya dana

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Bagi semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki Sertifikat Elektronik, perlu diperhatikan bahwa

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. informasi.pada perekonomian secara keseluruhah pada saat ini teknologi

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang penerapan e-faktur diantaranya telah dilakukan oleh Elyong (2016), Oktaviarini (2016), Jovani (2016), dan Susanto (2016). Elyong (2016) yang menjelaskan bahwa PT. Goldfindo Intikayu Pratama telah sesuai dalam menerapkan penerbitan, penggantian, dan pembatatalan faktur pajak sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER/24/PJ/2012 dan PER/16/PJ/2014. Oktaviarini (2016) yang meneliti tentang penerapan e-faktur dalam melaporkan SPT Masa PPN, menjelaskan bahwa PT. Imbema Pacific Indonesia telah sesuai menerapkan e-faktur dalam penyampaian pelaporan masa sesuai dengan PER- 16/PJ/2014. Jovani (2016), menjelaskan bahwa staf pajak di PT. Supra Aluminium Industri belum efektif dan efisien dalam pembuatan faktur pajak elektronik karena masih membutuhkan waktu untuk penyesuaian dan mempelajarinya. Sedangkan, Susanto (2016) dalam penelitiannya tentang apakah sudah efektif bagi PKP di Jawa dan Bali dalam pelaporan SPT Masa PPN menjelaskan bahwa faktur pajak yang dibuat menggunakan e-faktur tidak perlu tanda tangan basah dan stempel (cap perusahaan) berbeda dengan e-spt yang tidak terdapat menu pembuatan faktur pajak sehingga diperlukan tanda tangan basah dan stempel (cap perusahaan). 5

6 B. Tinjauan Pustaka B.1. Teori Teknologi Informasi Menurut Laudon dan Laudon (2007:15), teknologi informasi (information technology) terdiri atas perangkat kerja dan peranti lunak yang dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya. Laudon dan Laudon (2007:21) memberikan konsep bahwa peranti keras komputer (computer hardware) adalah peralatan fisik yang digunakan untuk kegiatan input, pemrosesan, dan output dalam sebuah sistem informasi. Komponenkomponennya adalah komputer dengan berbagai macam ukuran dan bentuk, berbagai macam peralatan input, output, dan penyimpanan, serta peralatan telekomunikasi yang saling menghubungkan komputer. Sedangkan peranti lunak komputer (computer software) terdiri atas detail instruksi program yang mengawasi dan mengoordinasikan komponen peranti keras dalam sebuah sistem informasi. Berdasarkan uraian diatas teknologi informasi dapat digunakan apabila ada peranti keras dan peranti lunak yang mana keduanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan yaitu memberikan informasi secara cepat dan akurat. Adapun beberapa kriteria kualitas informasi menurut DeLone dan McLean (1992) dalam Hadi (2012) yang terdiri dari: 1. Completeness (Kelengkapan) Sistem informasi dikatakan memiliki informasi yang berkualitas jika informasi yang dihasilkan lengkap. Informasi yang lengkap ini sangat dibutuhkan oleh pengguna dalam pengambilan keputusan.

7 Informasi yang lengkap ini mencakup seluruh informasi yang dibutuhkan yang dibutuhkan oleh pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Jika informasi yang tersedia dalam sistem informasi lengkap maka akan memuaskan pengguna. Pengguna mungkin akan menggunakan sistem informasi secara berkala setelah merasa puas terhadap sistem tersebut. 2. Relevance (Relevan) Kualitas informasi yang diberikan sistem informasi dapat dikatakan baik jika relevan terhadap kebutuhan pengguna atau dengan kata lain informasi tersebut mempunyai manfaat untuk penggunanya. Relevansi informasi untuk tiap-tiap pengguna satu dengan yang lainnya berbeda sesuai dengan kebutuhan. Relevansi dikaitankan dengan sistem informasi itu sendiri adalah informasi yang dihasilkan sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. 3. Accurate (Akurat) Keakuratan sistem informasi dapat diukur dari informasi yang diberikan harus jelas, mencerminkan maksud informasi yang disediakan oleh sistem informasi itu sendiri. Informasi harus akurat karena dari sumber informasi sampai ke penerima informasi kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat merubah atau merusak informasi tersebut.

8 4. Timeliness (Ketepatan Waktu) Informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat, informasi pada sistem informasi yang sudah usang tidak akan mempunyai nilai lagi, karena informasi merupakan landasan di dalam pengambilan keputusan. Jika pengambilan keputusan terlambat, maka dapat berakibat fatal untuk organisasi sebagai pengguna sistem informasi tersebut. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem informasi yang baik jika informasi dapat dihasilkan tepat waktu sehingga memudahkan pengguna untuk mengambil keputusan. 5. Format (Penyajian Informasi) Format sistem informasi yang memudahkan pengguna untuk memahami informasi yang disediakan oleh sistem informasi mencerminkan kualitas informasi yang baik. Penyajian informasi pada sistem informasi harus disajikan dalam bentuk yang tepat, maka dengan begitu informasi yang dihasilkan dianggap berkualitas sehingga memudahkan pengguna untuk memahami informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut. B.2. Pengertian Pajak Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

9 secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. B.3. Penggolongan Pajak Secara garis besar pajak di kelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Pajak Pusat (Pajak Negara) Pajak ini dipungut oleh pemerintah pusat/negara sehingga hasilnya masuk ke kas Negara. Dimana pengelolanya adalah Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai, sistem pemungutannya menggunakan self assessment system, official assessment system, dan withholding system. Adapun contoh pajak pusat yaitu: Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 2. Pajak Daerah Pajak ini dipungut oleh pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) sehingga hasilnya masuk ke kas daerah. Pajak ini yang mengelolanya adalah Dinas Pendapatan Daerah. Sedangkan sistem pemungutannya adalah official assessment system dan witholding system. Adapun contoh pajak Provinsi yaitu: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak rokok, Sedangkan contoh pajak Kabupaten/Kota yaitu: pajak hotel, pajak restoran, pajak parker, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

10 B.4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Utomo dkk (2011), Pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Jadi dapat dikatakan bahwa pajak pertambahan nilai adalah pajak yang pengenaannya berkaitan dengan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh konsumen dan produsen. Jadi prinsipnya pajak ini membebankan jumlah pajak terutang kepada konsumen akhir yang memakai barang atau jasa tersebut. B.5. Pajak Masukan Menurut UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 24, pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak dan/atau perolehan jasa kena pajak dan/atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor barang kena pajak. B.6. Pajak Keluaran Menurut UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 25, pajak keluaran adalah pajak pertambahan nilai terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan/atau ekspor jasa kena pajak.

11 B.7. Objek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Setyawan dan Lutfirahman (2014:160-161), objek pajak pertambahan nilai, yaitu: a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha meliputi: - Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian, - Pengalihan barang kena pajak oleh suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing, - Pengalihan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang, - Pemberian Cuma-Cuma atas barang kena pajak, - Persediaan barang kena pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang pajak pertambahan nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan yang dapat dikreditkan, - Penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan barang kena pajak antar-cabang, dan - Penyerahan barang kena pajak secara konsinyasi b. Impor barang kena pajak; c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha meliputi: - Jasa angkutan, - Jasa borongan,

12 - Jasa persewaan barang, - Jasa hiburan, - Jasa biro perjalanan, - Jasa perhotelan, - Jasa notaris, - Jasa pengacara, - Jasa akuntan, - Jasa konsultan, - Jasa kantor administrasi, dan - Jasa pelayanan yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan dengan bahan dan petunjuk dari pemesan d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. B.8. Pengusaha Kena Pajak Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 182/PMK03/2015, pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

13 Jadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya. Dengan demikian pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP wajib menerbitkan e-faktur apabila melakukan kegiatan usaha seperti diatas. B.9. E-Faktur Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER- 16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik, dijelaskan pada pasal 1 ayat 1 bahwa faktur pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Dirjen Pajak. Adapun dijelaskan pada pasal 4 ayat 1 dan 2 bahwa, e-faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang paling sedikit memuat:, yaitu a. nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP); b. nama, alamat, dan NPWP pembeli barang kena pajak atau penerima JKP c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga; d. PPN yang dipungut

14 e. Pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut; f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan g. Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani faktur pajak. B.10. Nomor Seri Faktur Pajak Berdasarkan Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang bentuk, ukuran, tata cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak pada pasal 1 ayat 8 menyatakan nomor seri faktur pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jendral Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran faktur pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jendral Pajak. Menurut Susanto (2016), Sebelum April 2013, nomor seri faktur pajak ditentukan sendiri oleh PKP yang menerbitkan faktur pajak tersebut. Kode dan nomor seri faktur pajak ada 16 (enam belas) digit (000.000.00.00000000), dengan ketentuan 2 (dua) digit depan menunjukkan kode transaksi, 1 (satu) digit dibelakang menunjukkan kode status, 3 (tiga) menunjukkan kode pusat dan cabang, 2 (dua) digit menunjukkan tahun dan 8 (delapan) digit menunjukkan nomor seri faktur. Mulai April 2013 dengan dikeluarkannya Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 24 /PJ/2012 pasal 7 ayat 2 menegaskan bahwa Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 16 digit terdiri dari:

15 a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status; dan c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengajukan nomor seri faktur pajak dan akan mendapatkan 13 digit. Jumlah nomor yang diminta sesuai dengan permohonan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Misalnya PKP mengajukan 20 nomor seri faktur pajak dan diberikan oleh Dirjen Pajak nomor 001.01.00000001 sampai dengan 001.01.00000020. Apabila kode dan nomor seri faktur pajak tersebut habis pada tahun yang sama, PKP bisa mengajukan kembali ke kantor pajak untuk mendapatkan nomor seri faktur pajak lagi. B.11. PER/16/PJ/2014 a. Subjek pajak yang wajib menggunakan e-faktur dan yang dikecualikan: Pada pasal 1 ayat (2), subjek pajak yang wajib menggunakan e-faktur adalah pengusaha kena pajak yang diwajibkan membuat e-faktur adalah pengusaha kena pajak yang telah ditetapkan dengan keputusan direktur jenderal pajak. Pada pasal 2 ayat (2), subjek pajak yang dikecualikan menggunakan e- faktur adalah: 1) Yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 PP 1 tahun 2012;

16 2) Yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN; dan 3) Yang bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN b. Saat pembuatan e-faktur Pada pasal 3 dijelaskan PKP wajib membuat e-faktur ketika pada: 1) Saat penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN; 2) Saat penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN; 3) Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP; 4) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau 5) Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. c. Keterangan yang wajib dalam e-faktur Pada pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa e-faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: 1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;

17 2) Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; 3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; 4) PPN yang dipungut; 5) PPnBM yang dipungut; 6) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan 7) nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Sedangkan tanda tangan ini berupa tanda tangan elektronik. (Pasal 4 ayat (2)) d. E-Faktur yang salah pengisian dan salah penulisan Pada pasal 6 dijelaskan bahwa, Atas e-faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang membuat e- Faktur tersebut dapat membuat e-faktur pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. e. Pembatalan e-faktur Pada pasal 7 dijelaskan bahwa, Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang e-fakturnya telah dibuat, PKP yang membuat e-faktur harus melakukan pembatalan e- Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

18 f. Kerusakan atau Kehilangan e-faktur Pada pasal 8 ayat (1) dijelaskan bahwa, atas hasil cetak e-faktur yang rusak atau hilang, PKP yang membuat e-faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. (Pasal 8 ayat (1) PER- 16/PJ/2014) Pada pasal 8 ayat (2) dijelaskan bahwa, atas data e-faktur yang rusak atau hilang, PKP dapat mengajukan permintaan data e-faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan data e-faktur sebagaimana diatur dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari peraturan direktur jenderal pajak ini. g. Bentuk e-faktur Dalam pasal 10 ayat (1) dijelaskan, bentuk e-faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dijelaskan juga dalam pasal 10 ayat (2), bahwa e-faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy). h. Kewajiban pelaporan e-faktur Dalam pasal 11 ayat 1-4 dijelaskan, bahwa: 1) E-Faktur wajib dilaporkan oleh PKP ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

19 2) Pelaporan e-faktur ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. 3) Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e- Faktur yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP yang membuat e-faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4) E-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak. B.12. PER/24/PJ/2012 dan PER/17/PJ/2014 Berdasarkan PER/24/PJ/2012 pasal 7 ayat 1-2 menjelaskan bahwa: a. PKP harus membuat faktur pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak sebagaimana ditetapkan dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan DJP ini. b. Kode dan nomor seri faktur pajak sebagaimana dimaksud diatas terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu: 1) 2 (dua) digit kode transaksi; 2) 1 (satu) digit kode status; dan 3) 13 (tiga belas) digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan oleh DJP.

20 Sedangkan berdasarkan PER/17/PJ/2014 yang mana peraturan ini merupakan perubahan kedua dari PER/24/PJ/2012, dimana dijelaskan secara ringkas oleh peneliti pada pasal 8 dan pasal 9, bahwa ada beberapa tahapan dan prosedur yang harus dilakukan oleh PKP: a. Langkah 1: Lengkapi formulir dan Dokumen yang disyaratkan 1) Menyiapkan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik harus diisi lengkap dan ditandatangani oleh pengurus PKP yang nama tercantum pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak Terakhir. Selain itu, Pengurus PKP juga perlu menyiapkan: a) WNI: KTP Elektronik asli, Kartu Keluarga (KK) asli, beserta fotokopi kedua dokumen tersebut. b) WNA: Paspor asli, KITAS/KITAP asli, beserta fotokopi kedua dokumen tersebut. c) Softcopy pas foto WNI/WNA terbaru yang disimpan ke dalam CD (compact disc) atau media lain. File foto diberi nama: NPWP-nama pengurus-nomor KTP. d) Asli SPT Tahunan Badan & Bukti Penerimaan Surat atau Tanda Terima Pelaporan SPT. 2) Menyiapkan Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password a) Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password harus diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh pengurus PKP.

21 b) PKP dengan pendapatan kurang dari Rp 4,8 miliar setahun jika ingin tetap menjadi PKP harus melakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh KPP tempat PKP terdaftar (berdasarkan Peraturan DJP 120 PER-05/PJ/2012 beserta perubahannya) dan laporan hasil registrasi ulang tersebut menyatakan bahwa PKP tetap dikukuhkan atau telah diverifikasi berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No. PMK-73/PMK.03/2012. 3) Menyiapkan Surat Permohonan Aktivasi Akun PKP Isi dan tanda tangani Surat Permohonan Aktivasi Akun PKP. b. Langkah 2: Datang ke KPP Sesuai Tempat PKP Terdaftar 1) Pengurus PKP harus secara langsung menyampaikan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. a) Petugas KPP menerima perwakilan untuk pengajuan surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password jika ditandatangani oleh selain pengurus PKP dengan melampirkan surat kuasa. b) Penerbitan surat penyetujuan atau penolakan Kode Aktivasi dan Password paling lama 3 (tiga) hari kerja. Kode Aktivasi dikirim melalui pos ke alamat PKP, sedangkan password dikirim melalui email ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

22 c. Langkah 3: Aktivasi Akun PKP 1) Untuk mengaktivasi akun PKP, pengurus PKP wajib datang ke KPP dengan membawa: a) Surat Penyetujuan Aktivasi dan Password yang dikirim oleh DJP. b) Surat Permintaan Aktivasi Akun PKP yang sudah dilengkapi. 2) PKP menunggu prosesnya dan aktivasi akun akan selesai pada hari itu juga. d. Langkah 4: Melakukan Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak pada Website e-nofa Pajak 1) PKP dapat mengakses website e-nofa pajak dengan memasukkan username dan password yang sudah diberikan oleh DJP. 2) Jumlah permintaan nomor seri faktur pajak elektronik yang dapat diajukan berdasarkan jumlah invoice atau faktur komersial yang diterbitkan dalam tiga bulan terakhir. 3) Bila nomor seri faktur pajak elektronik sudah habis, PKP dapat mengajukan permintaan kembali melalui e-nofa pajak. B.13. Tahapan Aplikasi E-faktur Ada beberapa tahapan-tahapan dalam pembuatan e-faktur diantaranya adalah: a. Install aplikasi e-faktur dan pastikan computer terhubung dengan jaringan internet. b. Buka aplikasi e-faktur yang sudah dimiliki dan dilanjutkan dengan mengklik aplikasi ETaxInvoice.

23 c. Masukkan username dan password yang sudah diberi oleh DJP. d. Menambah lawan transaksi. e. Menambah barang atau jasa. f. Menambahkan nomor faktur. g. Membuat e-faktur pajak keluaran. B.14. Efektifitas Menurut Muasaroh (2010:13) dalam Muhshiy (2016), aspek-aspek efektifitas dijelaskan bahwa efektifitas suatu program dapat dilihat dari aspek-aspek antara lain: (1) Aspek tugas atau fungsi, yaitu dikatakan efektivitas jika melaksanakan tugas atau fungsinya; (2) Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program disini adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana dapat dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif; (3) Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat dari berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga berlangsungnya proses kegiatannya atau program; dan (4) Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari sudut hasil jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai.