BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 (satu) disebutkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup. Pelaksanaan pembangunan nasional berkaitan. dalam memperlancar pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB II LANDASAN TEORI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada Bab V (lima) Nomor 1 (satu) disebutkan, bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Disahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan untuk pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauhmana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah yang selanjutya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1

2 Berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 pajak Kabupaten atau Kota dibagi menjadi beberapa, sebagai berikut : 1. Pajak Hotel, 2. Pajak Restoran, 3. Pajak Hiburan, 4. Pajak Reklame, 5. Pajak Penerangan Jalan, 6. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, 7. Pajak Parkir, 8. Pajak Air Tanah, 9. Pajak Sarang Burung Walet, 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, 11. Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang di atas, salah satu pajak yang berpotensi di Kota Bandung adalah pajak reklame. Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2017, pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Oleh karena itu salah satu pembiayaan Kota Bandung diperoleh dari pajak reklame. Seiring dengan berlakunya otonomi daerah dan masuknya para investor baik dari dalam maupun luar negeri, dan dengan berlakunya era perdagangan bebas. Maka persaingan usaha semakin ketat dan tajam. Salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut, para pengusaha dituntut agar dapat mengembangkan perusahaannya dengan cara promosi melalui media reklame, baik itu reklame selebaran, papan/ bilboard ataupun reklame layar. Hal tersebut

3 dapat menarik perhatian konsumen dalam memperkenalkan atau memasarkan produk yang dijual. Kondisi yang seperti itu membantu perusahaan dalam mempertahankan eksitensinya, dan semakin banyak perusahaan yang terdaftar maka akan semakin banyak pula potensi pajak yang berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak. Tetapi pada kenyataannya penerimaan pajak reklame di Kota Bandung masih belum optimal, hal ini dapat dilihat dari sistem pemungutan pajak reklame itu sendiri yang dimana Kota Bandung masih menggunakan sistem Self Assessment. Self Assessment System adalah sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menetapkan, dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang. Sistem ini memungkinkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, selain itu juga membuka peluang dilakukannya kecurangan oleh wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Salah satu kecurangan tersebut ditemukan banyaknya reklame liar yang tersebar di wilayah Kota Bandung, dimana hal itu dapat merugikan perusahaan yang mengurus perizinan juga merusak keindahan Kota. Sebagaimana menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Reklame (Asper) Kota Bandung Aat Safaat Khodijat, mengatakan banyaknya perizinan yang harus dilakukan sangat menyulitkan Pengusaha reklame untuk mengembangkan lokasi baru. Selain itu menurutnya Pemkot Bandung sangat lamban dalam menertibkan reklame ilegal yang turut merugikan pengusaha reklame lainnya. Pemkot Bandung tidak tegas dengan membiarkan reklame tidak berizin terlalu lama, itu

4 merugikan pengusaha yang selalu berusaha mengurus perizinan. Kemudian diakui belum optimalnya penertiban oleh satpol PP, akibat tidak tersedianya anggaran untuk penertiban reklame di Kota Bandung. (sumber :http://kabar24.bisnis.com). Tabel 1.1 Potensi Pajak Reklame Kota Bandung Tahun 2012-2016 Tahun Jumlah Wajib SKPD (Surat Ketetapan SSPD (Surat Setoran Pajak (WP) Pajak Daerah) Pajak Daerah) 2012 1235 6237 6126 2013 1217 7008 6820 2014 1134 7381 7491 2015 1195 6528 5982 2016 1110 8998 8991 Sumber Data : BPPD Kota Bandung, diolah penulis tahun 2017 Data di atas menunjukkan bahwasanya potensi pajak reklame disetiap tahunnya mengalami penurunan, terbukti dari data wajib pajak selama lima tahun terakhir dan ditemukannya surat setoran pajak daerah yang tidak sebanding dengan surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Kota Bandung. Selain itu kebijakan pemerintah Kota Bandung terkait dengan pembatasan reklame yang terdiri dari peletakan reklame didasarkan pada kawasan tematik, kawasan khusus, kawasan selektif, dan kawasan umum di Kota Bandung turut memiliki andil yang cukup besar dalam pertumbuhan pajak dari sektor reklame. Sehingga akibat dari kebijakan tersebut potensi pajak reklame mengalami penurunan disetiap tahunnya,

5 dan hal tersebut berpengaruh pada penerimaan pajak reklame. Berikut tabel mengenai realisasi penerimaan pajak reklame periode waktu tahun 2012-2016 yang bersifat fluktuatif. Tabel 1.2 Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Kota Bandung Tahun 2012-2016 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase % 2012 15.500.000.000 18.575.238.358 119,84% 2013 18.500.000.000 17.603.910.300 95,15 % 2014 24.000.000.000 23.641.404.085 98, 50 % 2015 18.000.000.000 18.107.052.336 100, 59 % 2016 316.000.000.000 25.646.023.484 8,12 % Sumber Data: BPPD Kota Bandung, diolah penulis tahun 2017. Berdasarkan penelitian data di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak reklame belum berjalan dengan baik karena sistem pemungutan Kota Bandung itu sendiri yang bersifat self assesssment system sehingga mengakibatkan potensi pajak reklame yang kurang berkembang, dan hal tersebut mempengaruhi penerimaan pajak. Oleh sebab itu, maka penulis menganggap perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui judul skripsi: Pengaruh Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame Terhadap Penerimaan Pajak pada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung.

6 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah diantaranya : 1. Masih rendahnya tingkat kepatuhan dan kesadaran akan pentingnya membayar pajak. 2. Timbulnya ribuan reklame liar dan pembatasan peletakkan reklame yang menyebabkan hilangnya potensi pajak reklame, yang bisa saja diakibatkan oleh proses pemungutan/ karena mekanisme dalam perizinan reklame membutuhkan waktu yang lama sehingga menimbulkan wajib pajak enggan melakukan kewajiban perpajakannya. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu seberapa besar pengaruh efektivitas pemungutan pajak reklame terhadap penerimaan pajak pada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung? D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui besaran pengaruh efektivitas pemungutan pajak reklame terhadap penerimaan pajak pada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung.

7 E. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka dapat diambil kegunaan dari penelitian tersebut antara lain : 1. Secara Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka mengembangkan teori dan konsep serta diharapkan dapat menambah wawasan khazanah ilmu pengetahuan dalam disiplin ilmu administrasi, dan administrasi negara khususnya yang berkaitan dengan ilmu perpajakan. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Mengembangkan wawasan, terutama bagi peneliti, dalam rangka menerapkan hasil-hasil studi perpajakan yang dikaitkan dengan efektivitas pemungutan pajak reklame dan penerimaan pajak agar lebih baik. b. Bagi Instansi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran baik dari segi pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam pemecahan berbagai masalah terutama yang terjadi di jajaran pemerintahan Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung. c. Bagi Umum Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan dan informasi bagi pihak yang berkepentingan dengan masalah yang diteliti oleh peneliti.

8 d. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan bahan referensi mengenai teori-teori perpajakan untuk studi lanjutan para peneliti pada bidang yang sama secara lebih mendalam. F. Kerangka Pemikiran Penelitian ini berfokus pada pengaruh efektivitas pemungutan pajak reklame terhadap penerimaan pajak pada Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Bandung. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effektive yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi, efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Pengertian kamus sebagaimana yang dimaksud di atas artinya selalu sama dari waktu ke waktu. Menurut Mahmudi dalam buku manajemen kinerja sektor public (2015 : 97), yaitu : Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi pada output atau proses, maka efektivitas berfokus pada outcome (hasil). Suatu organisasi, program atau kegiatan dinilai efektif apabila output yang dihasilkan bisa memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely.

9 Sedangkan menurut Indrawijaya dalam bukunya Teori Perilaku dan Budaya Organisasi (2010: 176), efektivitas berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan tepat waktu yang telah ditetapkan yang artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak, terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan beberapa biaya yang dikeluarkannya itu. Ada beberapa dimensi atau faktor dari variabel efektivitas pemungutan pajak (X), yang mendukung pencapaian efektivitas yaitu : 1. Tepat Waktu, yaitu penyelesaian tugas yang ditetapkan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan sebelumnya. Pegawai tidak menunda pekerjaan, tidak ada jam lembur dan setiap pekerjaan terjawab secara pasti sehingga mudah menyelesaikannya. 2. Tepat Kualitas, yaitu pekerjaan yang ditangani oleh pegawai sesuai dengan standar dan kualitas yang ditetapkan oleh instansi, pekerjaan dilakukan dengan penuh ketelitian dan kesungguhan hingga terbebas dari kesalahan dan hasil kerja dapat memberikan kepuasan kepada para pengawas. (atasan atau masyarakat). 3. Tepat Kuantitas, yaitu kemampuan pegawai untuk memenuhi target atau jumlah yang ditetapkan dan dapat menyelesaikan pekerjaan yang lebih banyak dengan tanggungjawab yang lebih luas. Definisi efektivitas di atas penulis menyimpulkan bahwa efektifitas itu sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara dengan tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi ukuran dalam mengukur peningkatan penerimaan pajak Menurut peraturan mentri keuangan no. 99/PMK, 60/2006

10 mengatakan bahwa, penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan pajak dalam negri dan penerimaan pajak perdagangan internasional. Sedangkan menurut Sutedi dalam bukunya Hukum Keuangan Negara Penerimaan pajak adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Kemudian Menurut Devano dan Rahayu (27: 2013) dalam bukunya Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal. Mengemukakan beberapa faktor atau dimensi dari variabel peningkatan penerimaan pajak reklame (Y) yaitu yang berperan penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara antara lain: 1. Kebijakan Pemerintah dalam Mengimplementasikan UU Perpajakan Merupakan suatu cara atau alat pemerintah dibidang perpajakan yang memiliki suatu sasaran untuk mencapai suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi. 2. Tingkat Intelektual Masyarakat Dengan tingkat intelektual yang cukup baik, secara umum maka akan makin mudah bagi wajib pajak untuk memahami peraturan perundang-undangan perpajakan berlaku. Wajib pajak yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tentunya akan dapat melaksanakan administrasi perpajakan, seperti menghitung pajak terhutang atau mengisi surat pemberitahuan.

11 3. Kualitas Petugas Pajak Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektivitas Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan.Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan tekhnis, efisien dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil. Petugas pajak harus berkompeten dibidangnya, dapat menggali objek-objek pajak yang menurut undangundang harus dikenakan pajak. 4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat Merupakan prioritas tertinggi karena pengampunan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak. Sistem administrasi perpajakan diharapkan tidak rumit, tetapi ditekankan pada kesederhanaan prosedur. Jadi keterkaitan efektivitas Pemungutan pajak Daerah dan penerimaan pajak daerah adalah :...Berkaitan dengan optimalisasi sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Melalui efektivitas dan efisiensi sumber atau objek pendapatan daerah, maka produktivitas pendapatan asli daerah (PAD) dapat ditingkatkan tanpa harus melakukan perluasan sumber atau objek pendapatan baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang. (Rosidin, 2010: 231-232).

12 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penulis merumuskan model kerangka pemikiran dalam gambar 1.1sebagai berikut : Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Variabel X Efektivitas : 1. Ketepatan Waktu 2. Kuantitas 3. Kualitas Indrawidjaya (2010: 176) Variabel Y Penerimaan Pajak : 1. Kebijakan Pemerintah dalam Mengimplementasikan UU Perpajakan. 2. Intelektual Masyarakat. 3. Kualitas Petugas Pajak. 4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat. Siti Kurnia Rahayu (2013: 27) G. Hipotesis Hipotesis menurut Sugiyono (2012: 64) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.jadi hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

13 Bentuk hipotesis yang akan penulis ajukan dalam penelitian ini adalah hipotesis asosiatif. Hipotesis asositif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih, Dengan demikian penulis dapat merumuskan hipotesis asosiatifnya adalah: Terdapat Pengaruh Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame terhadap Penerimaan Pajak Reklame Pada Badan Pengelolaan Pendapatan Derah Kota Bandung. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis statistiknya yaitu : : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame terhadap Penerimaan Pajak Reklame Pada Badan Pengelolaan Pendapatan Derah Kota Bandung : Terdapat pengaruh secara signifikan antara Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame terhadap Penerimaan Pajak Reklame Pada Badan Pengelolaan Pendapatan Derah Kota Bandung.