BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan 33 tahun

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2015 dan 2014

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah. semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberian otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama. Disamping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.2 Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2004 : 67) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah Menurut Bastian Indra (2006 : 148) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Kelompok Pendapatan asli daerah menurut jenis pendapatan terdiri atas: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di pisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang bersumber dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah Bab V, Sumber Penerimaan Daerah, PAD bersumber dari : 1. pajak daerah, 2. retribusi daerah, 3. bagian laba usaha daerah, 4. lain-lain PAD yang sah. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.

2.2.1 Pajak Daerah 1. Pengertian Pajak Daerah Menurut Kesit Bambang Prakoso (2003 : 1): Pengertian Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah sebagai berikut: Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:

a. pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah. b. penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang c. pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undangundang dan/atau peraturan hukum lainnya. d. hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak daerah merupakan pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. 2. Jenis-Jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Dan berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten /kota.

Tabel 2.1 Pajak Provinsi dan Kabupaten/Kota Pajak Provinsi Pajak Kabupaten / Kota 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air. 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan 6. Pajak Pengambilan Bahan Bermotor 4. Pajak Pengambilan Dari Galian Golongan C 7. Pajak Parkir Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan 3. Jenis-Jenis Pajak Kabupaten / Kota. a. Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. b. Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran, yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.

c. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. d. Pajak Reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. g. Pajak Parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan

tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 4. Pajak Kabupaten / Kota Lainnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat, selain ketujuh jenis pajak kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar spesifik dan potensial di daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisispasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Kurniawan Panca (2004 : 80), Pemungutan pajak kabupaten/kota lainnya tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah sepanjang memenuhi kriteria di bawah ini a. Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian yang ditentukan dalam defenisi pajak daerah. b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan

memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak pajak provinsi dan atau objek pajak pusat. e. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidakmengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor impor. g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan, antara lain objek pajak dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan memerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya, kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak. h. Menjaga kelestarian lingkungan, maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat. 5. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota a. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel. b. Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran

c. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. d. Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame e. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik f. Subjek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajakknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian gol C. g. Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir 6. Objek Pajak Kabupaten / Kota Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 55). Untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata).

Yang menjadi objek pajak dari pajak kabupaten/kota adalah sebagai berikut: a. objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk: 1) fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. 2) pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. 3) fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum, dan 4) jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel. b. objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. c. objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran. d. objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame. e. objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di ilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. f. objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C.

g. objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 7. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar : a. Pajak Hotel 10%; b. Pajak Restoran 10%; c. Pajak Hiburan 35%; d. Pajak Reklame 25%; e. Pajak Penerangan Jalan 10%; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%; g. Pajak Parkir 20%; Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing. 2.2.2 Retribusi Daerah 1. Pengertian Retribusi Daerah Menurut Marihot P. Siahaan (2005 : 5), Retribusi Daerah adalah Pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya

secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara. Keunggulan retribusi daerah dibandingkan dengan pajak daerah adalah pungutan retribusi daerah yang didasari oleh kontraprestasi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, dimana tidak ditentukan secara limitative seperti pada pajak daerah. Hal utama yang membatasai pengenaan retribusi daerah oleh Pemerintah Daerah terletak pada tersedia atau tidaknya suatu jasa layanan oleh Pemerintah Daerah. 2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah Sesuai dengan Undang Undang No 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 2, retribusi daerah digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu: a). Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan.pelayanan yang digolongkan sebagai jasa usaha tersebut tergolong quasy goods dan pelayanan yang memerlukan pengendalian dalam konsumsinya dan biaya penyediaan layanan tersebut cukup besar sehingga layak dibebankan pada masyarakat. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah sebagai berikut:retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu

penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi parkir di tepi jalan umum, retribusi pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta dan retribusi pengujian kapal perikanan. b). Retribusi Jasa Usaha merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parkir, retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyebrangan diatas air, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi penjualan produksi usaha daerah. c). Retribusi Perijinan Tertentu yang merupakan pungutan yang dikenakan sebagai pembayaran atas pemberian ijin untuk melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah seperti: retribusi pembentukan penggunaan tanah, retribusi ijin mendirikan bangunan, retribusi ijin pengambilan hasil hutan ikutan, retribusi pengelolaan hutan, retribusi izin gangguan,

retribusi izin trayek dan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. 3. Retribusi Lain-Lain Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4 menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa yang akan datang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memerhatikan aspirasi dari masyarakat dan kesederhanaan jenis retribusi daerah serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. 4. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah a. Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang

bersangkutan. Subjek Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum. b. Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha. c. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu. 5. Objek Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosialekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Adapun objek retribusi daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: a. objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan

b. objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. c. objek retribusi perizinan tertentu yakni kegiatan tertentu yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 6. Tarif Retribusi Daerah Menurut Panca Kurniawan (2005 : 177): Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, misalnya: i. Pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, ii. Retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil, iii. Retribusi pasar antara kios dan los, dan iv. Retribusi sampah antara rumah tangga dan industri. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan ketentuan ini, daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum sebagai cara untuk menutupi sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang

bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jasa pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh, tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutupi biaya pengumpulan, transportasi, dan pembuangan sampah. Sedangkan, untuk golongan masyarakat yang kurang mampu tarif ditetapkan lebih rendah. Penetapan tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, seperti keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izan yang bersangkutan. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh perkiraan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dapat tertutupi. 2.3 Belanja Daerah 1. Pengertian Belanja Daerah Bastian Indra (2006 : 152) belanja daerah adalah pengeluaran yang digunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksankan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Sedangkan menurut Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 2. Klasifikasi Belanja Daerah Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri 13/ 2006 terdiri atas : Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bentuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Menurut Halim (2004 : 18), belanja daerah digolongkan menjadi 4, yakni : Belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Klasifikasi belanja daerah yang dikemukakan oleh Halim (2004 : 18) sesuai dengan klasifikasi belanja daerah menurut Kepmendagri 29/ 2002. 2.3.1 Belanja Administrasi Umum Menurut Halim (2004 : 70): Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik.

kelompok belanja administrasi umum terdiri atas 4 jenis belanja, yaitu 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan. 1. Belanja Pegawai / Personalia Menurut Halim (2004 : 70), jenis belanja pegawai/ personalia merupakan belanja pemerintah daerah untuk orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai. Jenis belanja pegawai/ personalia untuk belanja aparatur daerah meliputi objek belanja : 1) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah 2) gaji dan tunjangan pegawai 3) biaya perawatan dan pengobatan 4) biaya pengembangan sumber daya manusia (Halim, 2004 : 70) Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja : 1) belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota dprd 2) gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah 3) gaji dan tunjangan pegawai daerah 4) biaya perawatan dan pengobatan 5) biaya pengembangan sumber daya manusia (Halim, 2004 : 71)

2. Belanja Barang dan Jasa Menurut Halim (2004 : 71), jenis belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa. Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas objek belanja berikut : 1) biaya bahan pakai habis kantor 2) biaya jasa kantor 3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor 4) biaya sewa kantor 5) biaya makanan dan minuman kantor 6) biaya pakaian dinas 7) biaya bunga utang 8) biaya depresiasi gedung (operasional) 9) biaya depresiasi alat angkutan (operasional) 10) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga 11) biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) (Halim, 2004 : 71) Jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini : 1) biaya bahan pakai habis kantor 2) biaya jasa kantor 3) biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor 4) biaya sewa kantor 5) biaya makanan dan minuman kantor 6) biaya pakaian dinas 7) biaya bunga utang 8) biaya depresiasi gedung (operasional) 9) biaya depresiasi alat-alat besar (operasional)

10) biaya depresiasi alat angkutan (operasional) 11) biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional) 12) biaya depresiasi alat pertanian (operasional) 13) biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga 14) biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) 15) biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional) 16) biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional) (Halim, 2004 : 71) 3. Belanja Perjalanan Dinas Menurut Halim (2004 : 71), belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan, objek belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja aparatur daerah meliputi biaya perjalanan dinas, sedangkan untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan. 4. Belanja Pemeliharaan Menurut Halim (2004, 71), belanja pemeliharaan merupakan belanja pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah. Objek belanja dari jenis belanja pemeliharaan untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas : 1) biaya pemeliharaan bangunan gedung 2) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan 3) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga 4) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi 5) biaya pemeliharaan buku perpustakaan 6) biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan

(Halim, 2004 : 71-72) Objek Belanja untuk Jenis Belanja Pemeliharaan untuk Bagian Belanja Pelayanan Publik terdiri atas : 1) biaya pemeliharaan jalan dan jembatan 2) biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) 3) biaya pemeliharaan instalasi 4) biaya pemeliharaan jaringan 5) biaya pemeliharaan bangunan gedung 6) biaya pemeliharaan monumen 7) biaya pemeliharaan alat-alat besar 8) biaya pemeliharaan alat-alat angkutan 9) biaya pemeliharaan alat-alat bengkel 10) biaya pemeliharaan alat-alat pertanian 11) biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga 12) biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi 13) biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran 14) biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium 15) biaya pemeliharaan buku perpustakaan 16) biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian, kebudayaan 17) biaya pemeliharaan hewan, ternak, serta tanaman 18) biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan (Halim, 2004 : 72). 2.3.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan Menurut Halim (2004 : 72), belanja operasi dan pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja : 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan.

Menurut Halim (2004 : 72), jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja berikut 1) honorarium/ upah, 2) uang lembur, 3) insentif. Jenis belanja barang dan jasa baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja : 1) biaya bahan/ material 2) biaya jasa pihak ketiga 3) biaya cetak dan penggandaan 4) biaya sewa 5) biaya makanan dan minuman 6) biaya bunga utang 7) biaya pakaian kerja. (Halim, 2004 : 72-73) Jenis belanja perjalanan dinas dan jenis belanja pemeliharaan memiliki klasifikasi yang sama dengan klasifikasi jenis belanja ini pada kelompok belanja administrasi umum, baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik. (Halim, 2004 : 73) 2.3.3 Belanja Modal Menurut Halim (2004 : 73), belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja berikut, baik untuk bagian aparatur daerah maupun pelayanan publik :

1) belanja modal tanah 2) belanja modal jalan dan jembatan 3) belanja modal bangunan air (irigasi) 4) belanja modal instalasi 5) belanja modal jaringan 6) belanja modal bangunan gedung 7) belanja modal monumen 8) belanja modal alat-alat besar 9) belanja modal alat-alat angkutan 10) belanja modal alat-alat bengkel 11) belanja modal alat-alat pertanian 12) belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga 13) belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi 14) belanja modal alat-alat kedokteran 15) belanja modal alat-alat laboratorium 16) belanja modal buku/ perpustakaan 17) belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan 18) belanja modal hewan, ternak, serta tanaman 19) belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan. (Halim, 2004 : 73) 2.3.4 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Menurut Halim (2004 : 73): Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang dan atau barang dari Pemerintah Daerah. Kelompok belanja bagi hasil dan bantuan keuangan terkhusus bagi kabupaten/kota terdiri atas jenis belanja berikut (hanya untuk bagian belanja pelayanan publik) : 1) belanja bagi hasil retribusi kepada Pemerintah Desa, 2) belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa/ Kelurahan, 3) belanja bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan, 4) belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi.

2.3.5 Belanja Tidak Tersangka Menurut Halim (2004 : 73), kelompok belanja tidak tersangka adalah belanja Pemerintah Daerah untuk pelayanan publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial. Kelompok belanja ini terdiri atas jenis belanja tidak tersangka. 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Variabel Hasil 1 Abdullah Syukriy (2006) Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dari Sumber Independen 1.Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen : 1.Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal pendapatan 2 Irma Syahfitri (2008) Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada Indepen : 1.Pertumbuhan ekonomi 2.Pendapatan Asli Daerah (PAD) 3.Dana Alokasi Umum (DAU) Dependen : 1.Belanja Modal 1. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi memiliki

Pemerintah Kabupaten /Pemerintah Kota di Provinsi Sumatera Utara pengaruh signifikan negative terhadap Belanja Modal. 2. Secara simultan pertumbuhan ekonomi,, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal. 3 Agave Sianturi (2010) Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara Independen: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah Dependen: 1. Belanja Modal 1. secara parsial dapat diambil kesimpulan, bahwa Pajak Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal, sementara Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap Belanja Modal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah memiliki pengaruh yang

lebih signifikan terhadap Belanja Modal. 2. secara simultan dapat diambil kesimpulan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap Belanja Modal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah: 1. Pada penelitian ini memiliki dua variabel baru yaitu Pajak daerah dan Retribusi Daerah yang juga merupakan komponen dari Pendapatan Asli Daerah. Disini peneliti ingin menguji apakah variabel ini juga berpengaruh terhadap Belanja Modal. 2. Sampel Penelitian pada Penelitian ini yakni hanya pada satu Kabupaten saja. Sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan banyak sample. 3. Tahun Penelitian pada penelitian ini hanya menggunakan 8 tahun. Yaitu mulai dari tahun 2005-2012.

2.5 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Penelitian ini menggunakan dua variable bebas yaitu pajak daerah dan retribusi daerah, serta satu variable terikat yaitu Belanja Daerah. Adapun yang menjadi kerangka konseptual dari penelitian ini adalah: Gambar 2.1 H 1 PAJAK DAERAH (X 1 ) RETRIBUSI DAERAH (X 2 ) H 3 BELANJA MODAL (Y) H 2 Gambar 2.1: Kerangka Konseptual

2. Hipotesis Penelitian Menurut Erlina dan Mulyani (2007 : 41) Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pembangunan daerah Melalui Belanja Modal Pemerintahan kabupaten Bener Meriah Aceh H2 : Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat Pembangunan Daerah Melalui Belanja Modal Pemerintahan kabupaten Bener Meriah Aceh H3 : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal Pemerintahan kabupaten Bener Meriah Aceh