BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus Type II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 2 DATA DAN ANALISA. mendukung Tugas Akhir ini, seperti : Literatur berupa media cetak yang berasal dari buku-buku referensi yang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. tua, Tipe III disebut Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM) dan Tipe IV

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Hidayat, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG DIABETES MELLITUS ( DM ) YAYASAN PENDIDIKAN SETIH SETIO AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan. RSUD Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kencing manis, dan merupakan penyakit kronis atau menahun, DM. darah (American Diabetes Assosiation, 2012).

DIABETES MELITTUS APAKAH DIABETES ITU?

BAB I PENDAHULUAN. kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

MODUL PRAKTIKUM KEPERAWATAN KLINIK VI A : Pemeriksaan Kadar Gula Darah dan Tes Toleransi Glukosa Oral

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KETAATAN POLA MAKAN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI BESAR BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

DIABETES MELITUS. Bila nialai hasil pemeriksaan laboratorium lebih tinggi dari angka normal,maka ia dapat dinyatakan menderita DM.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Perawatan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley,2007). a. Faktor faktor yang mendukung kepatuhan pasien : Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh pasien, diantaranya : (Faktul,2009,5,http://www.Bidanlia- Blogspot,diambil 24-7-2009). 1) Pendidikan. Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari : ( Notoatmodjo,2002). a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan(knowledge). b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). 5

c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan. 2) Akomodasi : Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan. 3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan. 4) Perubahan model terapi. Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. 5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien. 6) Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa. b. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien Menurut Dinicola menyebutkan ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan pasien yaitu : 1) Buat intruksi tertulis yang mudah diinterprestasikan. 2) Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal lain. 3) Jika seseorang memberi daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat maka akan ada keunggulan yaitu mengingat hal yang pertama ditulis. 6

4) Intruksi intruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis) dalam hal yang perlu ditekankan. c. Kepatuhan seseorang sangat berhubungan dengan : (Stanley, 2007) 1) Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman. 2) Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang. 3) Kepercayaan yang ada sebelumnya. Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Perilaku kesehatan merupakan perilaku kepatuhan, menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan adalah sebagai berikut : 1. Faktor - faktor predisposisi (Prodisposing Factors) yaitu faktor faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai tradisi. Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa disana akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya serta akan memperoleh imunisasi untuk mencegah penyakit. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu. 2. Faktor - faktor pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor - faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, 7

Posyandu, rumah sakit, makanan bergizi. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, makan bergizi dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mampu mengadakan fasilitas itu semua, maka dengan terpaksa menggunaka air kali, makan seadanya. 3. Faktor - faktor penguat (Reinforcing Factors) adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Perlu adanya contoh contoh perilaku sehat dari para tokoh masyarakat. Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (healt related behavior) sebagai berikut : 1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi. 2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yangmerasa sakit, untuk merasakan dan mengenanl keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit. 8

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. 2. Kepatuhan perawatan Perawatan pada lansia dengan Diabetes Mellitus difokuskan pada suatu program yang melibatkan aktifitas sehari hari yang dirancang untuk mengendalikan penyakit, perawatan ini meliputi : mengendalikan asupan nutrisi / diet, berolah raga secara teratur, menggunakan obat sesuai resep serta memantau kadar gula darah (Stanley,2007). a. Diet Diabetes Mellitus / Perencanaan Makan Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia yang telah disusun oleh PERKENI antara lain memberikan pedoman tentang kebutuhan gizi orang dengan Diabetes dan anjuran penggunaan Daftar Bahan Makanan Penukar dalam perencanaan diit. Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %), protein (10-15 %) dan lemak (20-25 %). (Sukardji.K,1999). Beberapa petunjuk pemberian diet pada penderita Diabetes Mellitus (Tjokroprawiro,1996) : 1. Pemberian diit diusahakan untuk dapat memenuhi beberapa persyaratan antara lain : a. memperbaiki kesehatan umum pederita. b. menyesuaikan berat badan penderita ke berat badan normal. 9

c. menormalkan pertumbuhan Diabetes Mellitus anak atau dewasa muda (masa pertumbuhan). d. mempertahankan glukosa darah sekitar normal. e. menekan atau menunda timbulnya angiopati diabetik. f. memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. g. menarik serta mudah diterima penderita. 2. Dalam melaksanakan diit Diabetes hendaknya diikuti pedoman " 3J " ( Jumlah, Jadwal, Jenis),artinya : J1 : jumlah kalori yang diberikan harus habis. J2 : jadwal diit harus diikuti sesuai dengan intervalnya tiga jam. J3 : jenis makanan yang manis harus dihindari. 3. Untuk kasus-kasus yang kadar glukosa darahnya sulit normal (resisten), latihan tiga kali sehari pada saat 1-1½ jam sesudah makanan utama adalah mutlak harus dilaksanakan. 4. Penentuan jumlah kalori diit Diabetes Mellitus disesuaikan dengan status gizi penderita. Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif dengan rumus : BBR = ( BB: kg, TB:cm ) Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa adalah : Kurus Normal : BB X 40 60 kalori sehari. : BB X 30 kalori sehari. 10

Gemuk Obesitas : BB X 20 kalori sehari. : BB X 10 15 kalori sehari. b. Olah Raga Secara Teratur Olah raga pada Diabetisi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif,sehingga secara langsung menyebabkan penurunan glukosa darah (Ilyas. E, 1999). Pada pria paruh baya dan lansia membuktikan bahwa aktifitas fisik yang terdiri atas latihan setidaknya seminggu sekali menurunkan resiko keseluruhan timbulnya Diabetes Melitus dengan 40 %. ( Darmojo,1999). 1) Olah raga yang dapat dilakukan lansia antara lain ( Maryam,2008) : a) Pekerjaan rumah dan berkebun. b) Berjalan jalan. c) Jalan cepat. d) Berenang. e) Bersepeda. f) Senam. 2) Manfaat olah raga bagi penderita Diabetes Mellitus antara lain : ( Ilyas.E,1999 ). a) Meningkatkan penurunan kadar glukosa darah. b) Mencegah kegemukan. c) Berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi. d) Mengurangi resiko penyakit jantung koroner. 11

e) Meningkatkan kualitas hidup diabetisi dengan meningkatnya kemampuan kerja. c. Penggunaan obat sesuai resep Pemberian obat peroral diberikan untuk menstimulasi sekresi insulin oleh pankreas. Obat obat Diabetes yang sering diresepkan dan dianjurakn untuk lansia antara lain (Stanley,2007) : 1. Sulfoniluera (Glucotrol, Gliburide). 2. Glucophage : obat ini tidak menurunkan kadar gula darah, tetapi meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer dan usus. 3. Terapi insulin : diperlukan untuk menambah suplai dari tubuh dan untuk membatasi komplikasi penyakit. Ketidakpatuhan pada penderita lansia terutama pada pengobatan sangatlah besar. Untuk mengurangi ketidakpatuhan pada pemberian obat dapat diupayakan hal hal sebagai berikut : (Darmojo,1999) a. Penjelasan pada penderita : selama 15 menit akan mengurangi kesalahan bahkan pada penderita yang orientasinya sudah berkurang. b. Pilihan preparat : berperan sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan. Obat betuk cair lebih disukai dibanding tablet. c. Wadah obat : mudah dibuka dan terbuat dari transparan, karena para lansia sering menganali obatnya dari bentuk,warna dan ukurab tablet. d. Label : harus memberikan petunjuk yang jelas. e. Bantuan mengingat : dengan menggunakan kartu identifikasi obat atau kalender sobek. f. Pengawasan minum obat dapat dilakukan oleh keluarga atau perawat. 12

d) Pemantauan Kadar Gula Darah Pemantauan Diabetes Mellitus merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai kondisi senormal mungkin. Dengan terkendalinya kadar gula darah maka akan terhindar dari keadaan hiperglikemia dan hipoglikemia serta mencegah terjadinya komplikasi.( Soewondo, 1999 ). Hasil Diabetes Control And Complcation Trial (DCCT) menunjukan bahwa pengendalian diabetes yang baik dapat mengurangi komplikasi Diabetes antara 20 30 %. (Soewondo,1999). Tabel 1. Kriteria Pengendalian DM (Soewondo. P, 1999) Baik Sedang Kurang Gula darah puasa ( plasma vena mg/dl ) 80-120 120 140 > 140 Gula darah 2 jam ( plasma vena mg/dl ) 120-160 160 200 > 200 HBA1c 4-6 6 8 > 8 Kolesterol total (mg/dl ) > 200 200 2400 > 240 Kolesterol LDL tanpa PJK (mg/dl) < 130 130-160 > 160 dengan PJK (mg/dl) < 100 100 130 > 130 Kolesterol HDL ( mg/dl ) > 45 35 45 > 35 Triglicerid (mg/dl) tanpa PJK > 250 > 250 > 250 dengan PJK > 150 < 200 > 200 BMI = IMT wanita 19-23 23-25 > 27 Pria 20-25 25 27 > 27 Tekanan darah ( mmhg ) < 140/90 < 160/95 > 160/95 13

B. Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti si subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang di ketahuinya itu. Akhirnya rangsangan yang telah diketaui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan respon lebih jauh berupa tindakan (action) terhadap stimulus. Namun demikian dalam kenyataannya stimulus yang diterima oleh subyek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo, 2003). 1. Tingkatan Pengetahuan Menurut Soekidjo Notoatmojo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkataan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalam pengetahuan tingkat ini adalah 14

mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memaham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analisis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 15

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian penilain itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria kriteria yang ada. Kemampuan kognitif dapat dikaitkan dengan penurunan fisiologis organ otak. Pada teori proses penuaan terdapat teori spikologi tentang terjadinya proses penurunan dari intelektualitas yang menyebabkan sulit untuk dipahami dan berinteraksi, yaitu meliputi persepsi, kemampuan koknitif, memori, dan belajar (Maryam,2008). 1. Persepsi : merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses dan 16

merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi atau reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada. 2. Memori : adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu kejadian atau peristiwa baik jangka pendek maupun panjang. Memori terdiri atas tiga komponen sebagai berikut : a. Ingatan yang paling singkat dan segera. b. Ingatan jangka pendek. c. Ingatan jangka panjang. 3. Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan fungsional organ otak serta kurangnya motifasi pada lansia. C. Diabetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer,2001). Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan atau kelainan dimana terdapat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan insulin atau tidak berfungsinya insulin. ( Maryam,2008 ). 17

2. Klasifikasi Diabetes mellitus Diabetes Mellitus (DM) memiliki beberapa tipe yang berbeda, penyakit DM ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik serta terapinya (Brunner and Suddarth, 2002) : a. Tipe I : Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). b. Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) (NIDDM). c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya. d. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestational Diabetes Mellitus) (GDM). Pada lansia dibagi menjadi dua yaitu Diabetes Mellitus Type I (IDDM) dan Diabetes Mellitus Type II (NIDDM) (Maryam, 2008). 3. Etiologi Diabetes Mellitus Diabetes Melitus tipe I (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadiankejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. (Anderson, 2006). Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel- 18

sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes Mellitus tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang sel nya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. (Anderson,2006). 4. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi terjadinya Diabetes Mellitus antara lain : (Sidartawan, 1999). a. Orang dengan riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus. b. Orang obesitas atau gemuk (> 120 % berat badan idaman). c. Usia diatas 45 tahun dengan faktor tersebut diatas. d. Orang dengan tekanan darah tinggi (> 140 / 90 mm Hg). e. Orang dengan dislipidemia (kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl). f. Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Terganggu). g. Riwayat diabetes pada kehamilan. h. Wanita yang sebelumnya didapat Diabetes Gestasional. i. Wanita yang melahirkan bayi > 4000 gram. j. Pernah TGT atau GDPT. 5. Manifestasi Klinis Diabetes mellitus Penderita Diabetes Mellitus Type I (IDDM) sering memperlihatkan awitan gejala yang ekplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat 19

badan, polifagia, lemah, mengantuk (somnolen). Penderita dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis yang dapat mengakibatkan kematian. (Anderson,1995). Banyak tanda dan gejala awal Diabetes Mellitus Type II (NIDDM) yang mungkin samar dan tidak spesifik sehingga diabaikan. Oleh karena itu pada lansia diagnosis aktual sering dibuat ketika penyakit telah mencapai tahap lanjut. Peninggian nilai nilai laboratorium yang ditemukan selama hospitalisasi dapat juga menjadi awal untuk evaluasi lebih detail dalam mengungkapkan adanya NIDDM. Adanya perubahan status kesehatan yang persisten harus diselidiki. Peningkatan berkemih (poliuria), rasa haus yang berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang jelas (polifagia), dan kerentanan terhadap infeksi (khususnya jamur), adalah indikator yang selalu muncul pada Diabetes Mellitus. (Stanley,2007). 6. Komplikasi Diabetes Mellitus Pada usia lanjut faktor yang masih dapat berubah adalah makroangiopati (Aterosklerosis). Komplikasi akut yang sering terjadi yaitu hipoglikemi, koma hiperosmoler (Sing.,1995 dalam Darmojo, 1999). Komplikasi Diabetes Mellitus secara umm terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik (Mansjoer,2001). 1) Komplikasi akut a) Koma Hipoglikemia. b) Ketoasidosis. c) Koma hiperosmolar non-ketotik. 20

2) Komplikasi kronik a) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar : pembuluh darah jantung,pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. b) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil : Retinopati Diabetik, Nefropati Diabetik. c) Neuropati diabetik. d) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru, gingivitis dan infeksi saluran kemih. e) Kaki diabetik. 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4.000 g, riwayat DM pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa (tabel), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, perlu pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi pasien yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. (Mansjoer,2001). 21

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (Sudoyo. A, 2006). Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena < 110 110 199 200 Darah kapiler < 90 90 199 200 Kadar glukosa darah puasa Plasma vena < 110 110 125 126 Darah kapiler < 90 90 109 110 Cara pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral), adalah : a. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seoerti biasa. b. Kegiatan jasmani sementara cukup,tidak terlalu banyak. c. Pasien puasa semalam selama 10 12 jam. d. Periksa glukosa darah puasa. e. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit. f. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa. g. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Mansjoer,2001). 22

D. Kerangka Teori Faktor Predisposisi (Predissposing Faktor) Pengetahuan. Budaya / tradisi. Keyakinan Nilai- nilai kepercayaan Faktor Pemungkin ( Enabeling Faktor ) Posyandu Diet Kepatuhan perawatan Diabetes Mellitus Faktor Penguat ( Reinforcing Faktor ) Keluarga Masyarakat Petugas kesehatan Gb.1 Kerangka Teori Sumber : Lawrence Green Dalam Notoatmodjo (2007) E. Kerangka Konsep Vareabel bebas Vareabel terikat Pengetahuan Kepatuhan Perawatan Diabetes Mellitus Gb. 2 kerangka konsep penelitian 23

F. Vareabel Penelitian 1. Vareabel bebas adalah pengetahuan dan Diabetes Mellitus. 2. Vareabel terikat adalah kepatuhan perawatan Diabetes Mellitus. G. Hipotesis Dari uraian tersebut diatas diambil suatu hipotesis ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan perawatan Diabetes Mellitus. 24