PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 Februari Penanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR DI TANAH ULTISOL

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

Penampilan dan Stabilitas Hasil Galur-galur Harapan Kedelai pada Dosis Pupuk Fosfor (P) Rendah di Tiga Lokasi di Bengkulu

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

UJI ADAPTASI VARIETAS KEDELAI DI LAHAN KERING KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,

BAHAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN*

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

III. BAHAN DAN METODE. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian,

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

Kata kunci : Rhizobium, Uji VUB kedelai, lahan kering

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

m. BAHAN DAN METODE KO = Tanpa pupuk kalium (control) Kl = 50 kg KCl/ha = 30 kg KjO/ha (30 g KCl/plot)

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND]

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PENAMPILAN GENOTIPE-GENOTIPE KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK DANGKAL ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI(Glycine max (L.)Merill) ARTIKEL ILMIAH RITA SARI

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK PELENGKAP PLANT CATALYST TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

Daya hasil 1,6-2,5 t/ha 1,22 t/ha 1,6 t/ha Warna hipokotil Ungu Ungu Ungu

HASIL DAN PEMBAHASAN

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

JURNAL SAINS AGRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Sepang Jaya Kecamatan Labuhan Ratu Bandar

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014.

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Pupuk anorganik. : / 0,25 m. : tanaman. : g / tan.

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

I. PENDAHULUAN. pangan masyarakat antara lain dengan penganekaragaman pola makan sehari-hari

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Transkripsi:

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH Dotti Suryati Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jln. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371 dotti@unib.ac.id ABSTRAK Perakitan varietas kedelai yang hemat pupuk fosfor (P) sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi kedelai di lahan-lahan marginal seperti ultisol. Lima galur harapan (11AB, 13ED, 14DD, 19BE, dan 25EC) hasil persilangan varietas Malabar dan Kipas Putih sudah diidentifikasi sebagai galur yang efisien menyerap hara P dan berpotensi hasil tinggi dibanding varietas tetuanya dan Wilis. Penelitian ini menguji lima galur harapan kedelai pada dosis 20 kg P2O5 Ha -1 dan 40 kg P2O5 Ha - 1 di dua lokasi dan waktu berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar dua dosis pupuk P, yang berarti tidak ada peningkatan hasil dengan penambahan dosis pupuk P. Galur-galur ini dari pengujian awal (F2 sampai F16) stabil efisien dalam menyerap hara P dan galur 11 AB, 13 ED, 14 DD, dan 25 EC adalah galur yang memiliki hasil biji lebih tinggi pada dosis 20 kg P 2 O 5 Ha -1, sementara varietas Wilis dan Slamet membutuhkan pupuk P lebih tinggi (40 kg P 2 O 5 Ha -1 ) untuk mendapatkan bobot biji lebih berat. Kata kunci; genotipe, galur harapan, efisien P. Dotti Suryati 1

PENDAHULUAN Upaya peningkatan produksi kedelai pada lahan-lahan marginal dapat dilakukan dengan penggunaan varietas-varietas yang adaptif pada kondisi tersebut. Untuk tanah ultisol yang mencakup luasan 29,7% dari luas lahan kering di Indonesia (Suwardjo dan Sinukaban, 1986) dan tanah marginal lainnya dengan kesuburan tanah rendah, ph dan ketersediaan fosfor (P) rendah, maka perakitan varietas kedelai yang hemat pupuk P menjadi sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi kedelai secara efisien. Dari percobaan persilangan 1996 telah diperoleh galur 11AB, 13ED, 14DD, 19BE, dan 25EC, keturunan dari persilangan varietas Malabar x Kipas Putih. Galur-galur tersebut dirakit dengan tujuan untuk mendapatkan varietas kedelai yang mampu berproduksi tinggi dengan masukan fosfor (P) dosis rendah (Suryati et al., 1998). Tanah ultisol bereaksi masam dengan karakteristik kelarutan Al tinggi dan kandungan Mn dan Fe pada umumnya juga tinggi, sedangkan unsur hara P, Ca, Mg, dan Mo kurang tersedia. Pada kondisi tanah masam fiksasi nitrogen (N) oleh tanaman kacang-kacangan juga terhambat (Widjaya-Adhi, 1985). Budidaya tanaman kedelai pada jenis tanah seperti ini memerlukan masukan P yang tinggi sehingga sangat boros dan dapat meningkatkan pencemaran tanah (Suryati et al., 2000). Oleh karena itu, pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas kedelai yang hemat penggunaan pupuk P diharapkan dapat mengatasi permasalahan budidaya tanaman kedelai di tanah-tanah ultisol dan tanah-tanah marginal lainnya. Dengan demikian, pemanfaatan tanah-tanah marginal yang pada umumnya miskin hara P dapat ditingkatkan dengan masukan P rendah tanpa mengurangi produksi, sehingga mengurangi beban petani membeli pupuk yang semakin mahal dan langka. Makalah ini menguraikan hasil pengujian lima galur harapan kedelai dan dua varietas pembanding dengan dua dosis pemupukan P. Pengujian dilakukan pada waktu dan lokasi berbeda. Dari hasil pengujian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kestabilan penampilan galur-galur tersebut pada dosis P rendah. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di dua lokasi, Lokasi 1 di Desa Pekik Nyaring, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Utara mulai Desember 2005 sampai Maret 2006 dan Lokasi 2 di Desa Medan Baru, Kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu mulai April sampai Juli 2008. Analisis tanah sebelum penelitian dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu (Tabel 1). Jenis tanah di kedua lokasi yaitu Ultisol dengan kandungan hara sangat rendah sampai sedang. Percobaan menggunakan rancangan Dotti Suryati 2

acak kelompok lengkap (RAKL) yang disusun secara faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dua dosis pupuk P; 20 kg P2O5 Ha -1 dan 40 kg P2O5 Ha -1. Faktor kedua yaitu tujuh genotipe kedelai terdiri dari lima galur harapan dan dua varietas pembanding. Dari dua faktor ini diperoleh 14 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan sehingga terdapat 42 petak percobaan. Tanah di masing-masing lokasi dikapur ( 2 x Al-dd) menggunakan dolomit (CaMg (CO 3 ) 3 ) dan diolah sampai gembur. Petak percobaan berukuran 2 m x 1,5 m di Pekik Nyaring dan jarak tanam 30 cm x 40 cm dan 2 m x 4,8 m di Medan Baru dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Galur/varietas yang dievaluasi adalah 11AB, 13ED, 14DD, 19BE, dan 25EC generasi ke 14 (F14) di Lokasi 1 dan generasi 16 (F16) di Lokasi 2. Dua varietas nasional, yaitu Malabar (salah satu tetua) dan Wilis (Lokasi 1), Wilis dan Slamet (Lokasi 2) digunakan sebagai pembanding. Sebelum ditanam benih diinokulasi dengan Rhizobium japonicum yang berasal dari Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Genetik (BB-Biogen) Bogor. Penanaman dilakukan dengan cara tugal, dua benih setiap lubang tanam. Lubang tanam diberi Carbofuran 3 % (Furadan 3 G) secukupnya (dosis 1 kg untuk 10 kg benih). Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal pada jarak 3 7 cm dari lubang tanam dengan dosis 75 kg ha -1 Urea, 55,6 kg ha -1 SP-36 (setara 20 kg P 2 O 5 ), dan 100 kg ha -1 KCl. Urea diberikan dua kali, separuh dosis pada saat tanam dan separuh lagi pada saat tiga minggu setelah tanam (mst) atau 21 hari setelah tanam (hst), sedangkan SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam. Penyiraman dilakukan apabila tidak turun hujan dalam waktu 1 minggu atau lebih. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan pada minggu ke tiga. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali dengan penyemprotan Matador 25 EC (Sihalotrin 25g/l) dan Dithane M-45). Panen dilakukan pada saat 95 % polong pada satu tanaman telah matang yang ditandai dengan perubahan warna kulit polong dari kuning menjadi coklat kering. Pengamatan/pengukuran variabel pertumbuhan dan hasil meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, umur panen, dan jumlah polong dilakukan setelah panen, sedangkan hasil biji kering per tanaman dan bobot 100 biji dilakukan setelah biji dijemur selama beberapa hari sampai kadar air lebih kurang 11 %. Dotti Suryati 3

Tabel 1. Hasil analisis tanah di dua lokasi penelitian Jenis analisis Pekik Nyaring Kriteria Medan Baru Kriteria ph (H 2 O) 4,6 masam 5,6 agak masam Al-dd (me/100g) 3,10 sangat rendah 0,2 sangat rendah N-total (%) 0,33 sedang 0,14 rendah P-tersedia (ppm) 9,10 sangat rendah 7,2 sangat rendah K-dd (me/100g) 0,16 rendah 0,42 sedang HASIL DAN PEMBAHASAN Data semua variabel yang diamati/diukur menunjukkan berbeda tidak nyata antar dosis pupuk P di kedua lokasi (Tabel 2), mengindikasikan bahwa semua genotipe tidak menunjukkan perbedaan respon terhadap dosis pupuk P yang berbeda. Tidak adanya perbedaan antara dosis pupuk P 20 kg P 2 O 5 Ha -1 dan 40 kg P 2 O 5 Ha -1 pada semua variabel pengamatan semakin mempertegas bahwa galur-galur harapan ini sudah beradaptasi baik dan berpenampilan konsisten pada dosis P rendah (20 kg P 2 O 5 Ha -1 ). Dari awal pembentukan galur-galur ini dosis 20 kg P 2 O 5 Ha -1 terpilih sebagai dosis yang mempunyai keragaman tinggi (antar genotipe yang diuji) dibanding dosis 40 kg P 2 O 5 Ha -1 dan 60 kg P 2 O 5 Ha -1 (Suryati et al., 1997) dan merupakan dosis yang memiliki efisiensi serapan hara P yang lebih tinggi daripada dosis P 40 kg P 2 O 5 Ha -1 dan 60 kg P 2 O 5 Ha -1 (Utama, 2000). Begitu juga dari hasil penelitian Utama (2000) silangan Malabar dan Kipas Putih merupakan silangan yang menunjukkan respon yang lebih baik dibanding silangan B-997 dan Kipas Putih dalam pemanfaatan hara P, sehingga silangan Malabar dan Kipas Putih menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik. Perbedaan penampilan antar genotipe terdapat pada variabel tinggi tanaman dan bobot 100 biji di kedua lokasi dan pada variabel jumlah cabang dan umur panen di Lokasi 2. Terdapat interaksi antara dosis pupuk P dan genotipe pada tinggi tanaman di Lokasi 1 dan pada jumlah cabang di Lokasi 2. Perbedaan antar genotipe pada tinggi tanaman dan bobot 100 biji di Lokasi 1 menunjukkan bahwa varietas Wilis adalah yang paling tinggi, berbeda nyata dengan galur 11 AB, 13 ED, 19 BE, dan Malabar, tetapi sama dengan 14 DD dan 25 EC. Pada bobot 100 biji, Dotti Suryati 4

galur 19 BE merupakan genotipe yang memiliki bobot 100 biji terberat (13,59 g), berarti bijinya lebih besar dan berbeda nyata dengan galur 11 AB dan Wilis, akan tetapi sama dengan galur 13 ED, 14 DD, 25 EC, dan Malabar. Adanya perbedaan ini diduga karena sifat genetik untuk beradaptasi terhadap kondisi lingkungan masing-masing genotipe tidak sama (Hove, 2008). Tabel 2. Nilai F hitung dari hasil analisis varian untuk masing-masing variabel pengamatan di dua lokasi. LOKASI 1 LOKASI 2 Pengamatan Dosis P Genotipe Interaksi Dosis P Genotipe Interaksi Tinggi tanaman 0,12 tn 7,30* 2,50* 0,01 tn 4,18* 1,24 tn Jumlah cabang 1,67 tn 1,66 tn 1,10 tn 1,49 tn 9,19 ** 16,78 ** Umur panen 0,13 tn 1,22 tn 1,24 tn 0,01 tn 930,84** 0,01 tn Jumlah polong 2,60 tn 2,16 tn 1,32 tn 0,10 tn 1,89 tn 0,53 tn Bobot biji/tan. 3,26 tn 1,55 tn 1,70 tn 0,04 tn 0,73 tn 0,71 tn Bobot 100 biji 1,01 tn 5,13* 0,95 tn 0,19 tn 5,01** 1,15 tn Keterangan: 1) * Berbeda nyata (P<0,05): ** berbeda sangat nyata: tn: berbeda tidak nyata Perbedaan antar genotipe pada tinggi tanaman dan bobot 100 biji di Lokasi 2 menunjukkan bahwa varietas Slamet memiliki tinggi tanaman tertinggi, berbeda nyata dengan semua genotipe kecuali galur 25 EC dan Wilis. Jadi Wilis dan galur 25 EC adalah varietas dan galur yang memiliki tinggi tanaman lebih tinggi di kedua lokasi (Hove, 2008 dan Yuandra, 2009). Interaksi antara dosis pupuk P dan genotipe pada tinggi tanaman di Lokasi 1 terjadi karena perbedaan tinggi tanaman pada galur 11 AB yang memiliki tinggi lebih tinggi pada dosis 20 kg P 2 O 5 Ha -1 daripada dosis 40 kg P 2 O 5 Ha -1, sedangkan galur lain, Malabar dan Wilis tidak berbeda (Hove, 2008). Interaksi pada jumlah cabang di Lokasi 2 menunjukkan bahwa genotipe mempunyai tanggap yang berbeda terhadap peningkatan dosis pupuk P dari 20 kg P 2 O 5 Ha -1 (P rendah) menjadi 40 kg P 2 O 5 Ha -1 (P sedang). Peningkatan dosis P tidak mempengaruhi jumlah cabang pada galur 11 AB, 13 ED, dan 14 DD, akan tetapi pada galur Dotti Suryati 5

19 BE dan 25 EC peningkatan dosis pupuk P nyata menurunkan jumlah cabang (Yuandra, 2009). Rata-rata hasil biji per tanaman masing-masing genotipe pada dua dosis pupuk P di kedua lokasi dapat dilihat pada Gambar 1. Di Lokasi 1 bobot biji per tanaman galur 11 AB, 13 ED, 25 EC, dan Malabar lebih tinggi pada dosis P 20 kg P 2 O 5 Ha -1 daripada dosis P 40 kg P 2 O 5 Ha -1, sebaliknya galur 14 DD, 19 BE, dan Wilis mempunyai bobot biji lebih berat pada dosis P 40 kg P 2 O 5 Ha -1 daripada dosis P 20 kg P 2 O 5 Ha -1. Sedangkan di Lokasi 2 bobot biji galur 11 AB, 14 DD, dan 25 EC lebih berat pada dosis P 20 kg P 2 O 5 Ha -1 daripada dosis P 40 kg P 2 O 5 Ha -1, sebaliknya bobot biji galur 13 ED, 19 BE, dan pembanding Wilis dan Slamet lebih berat pada dosis P 40 kg P 2 O 5 Ha -1 daripada dosis P 20 kg P 2 O 5 Ha -1. Hasil ini menunjukkan bahwa tiga galur (11 AB, 13 ED/14 DD, 25 EC dan tetuanya Malabar) mempunyai bobot biji lebih tinggi pada dosis P 20 kg P 2 O 5 Ha -1 sementara dua galur lainnya (14 DD/13 ED dan 19 BE) dan varietas pembanding (Wilis dan Slamet) memiliki bobot biji lebih tinggi pada dosis 40 kg P 2 O 5 Ha -1. Jadi dua atau tiga galur disimpulkan menyerap hara P lebih efisien dibanding 19 BE dan varietas unggul nasional. Akan tetapi pada penelitian Polorensius (2008) di tanah Inceptisol, galur 19 BE memiliki bobot biji per tanaman lebih tinggi daripada galur lain dan varietas Wilis dan Slamet. Gambar 1 menunjukkan rata-rata bobot biji pada dosis rendah 20 kg P 2 O 5 Ha -1 di Lokasi 1 lebih tinggi daripada di Lokasi 2, misal galur 25 EC di Lokasi 1 bobot biji 11,82 gram sementara di Lokasi 2 hanya 6, 09 gram. Meskipun kedua lokasi sama-sama Ultisol dan memiliki kesuburan sangat rendah akan tetapi di Lokasi 1 pengujian pada musim hujan sedangkan di Lokasi 2 pada musim kemarau. Galur 25 EC merupakan galur yang memiliki tingkat pertumbuhan dan produktivitas lebih tinggi di Ultisol dibandingkan tetuanya dan galur lainnya (Suryati, 2006). Dotti Suryati 6

Bobot biji per tanaman (gram) 14 12 10 8 6 4 2 P 20 kg P 40 kg 0 11 AB 13 ED 14 DD 19 BE 25 EC MLBR WILIS P2O5 (kg/ha) 8 Bobot biji/tanaman (gram) 7 6 5 4 3 2 1 P 20 kg P 40 kg 0 11 AB 13 ED 14 DD 19 BE 25 EC WILIS Slamet P2O5 (kg/ha) Gambar 1. Rata-rata bobot biji per tanaman galur-galur dan varietas.pembanding pada dosis 20 kg P 2 O 5 Ha -1 dan 40 kg P 2 O 5 Ha -1 di Lokasi 1 (atas) dan Lokasi 2 (bawah) KESIMPULAN Tidak terdapat perbedaan penampilan galur-galur harapan hasil persilangan varietas Malabar dan Kipas Putih pada pengujian dosis pupuk P 20 kg P 2 O 5 Ha -1 dan 40 kg P 2 O 5 Ha -1, sehingga tidak ada peningkatan hasil dengan pemberian pupuk P yang lebih tinggi. Galurgalur harapan ini dari pengujian awal (F2 sampai F16) stabil efisien dalam menyerap hara P dan galur 11 AB, 13 ED, 14 DD, dan 25 EC adalah galur yang memiliki hasil biji lebih tinggi pada dosis 20 kg P 2 O 5 Ha -1, sementara varietas Wilis dan Slamet membutuhkan pupuk P lebih tinggi (40 kg P 2 O 5 Ha -1 ) untuk mendapatkan bobot biji lebih berat. Dotti Suryati 7

SANWACANA Makalah ini merupakan hasil dari sebagian penelitian Program Penelitian Unggulan Terpadu Universitas Bengkulu tahun anggaran 2008 dengan nomor kontrak 27/J30.2/PG/2008, tanggal 6 Februari 2008. Terima kasih kepada saudara Mike Van Hove dan Roni Yuandra atas bantuan pengumpulan data. DAFTAR PUSTAKA Hove V. M. 2008. Penampilan galur-galur harapan kedelai hasil persilangan varietas Malabar dan Kipas Putih pada pemberian dosis fosfor (P) berbeda. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universita Bengkulu. Bengkulu. (Tidak dipublikasikan). Polorensius, B. 2008. Pengujian daya hasil galur-galur harapan kedelai hasil persilangan varietas Malabar dan Kipas Putih di Arga Makmur. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universita Bengkulu. Bengkulu. (Tidak dipublikasikan). Suryati. D., A. Munawar, D.W.Ganefianti, Alnopri, dan Riwandi. 1997. Penampilan 40 genotipe kedelai pada kondisi P rendah. Akta Agrosia Vol. 1. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu Suryati. D., A. Munawar, D.W.Ganefianti, Alnopri, dan Hasanudin.1998. Perakitan varietas kedelai yang efisien dalam penyerapan hara P: Pewarisan sifat efisiensi hara P. Laporan Penelitian Hibah Bersaing V/2. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu Suryati. D., A. Munawar, D.W.Ganefianti, Hasanudin, dan D. Apriyanto.2000. Perakitan varietas kedelai yang efisien dalam penyerapan hara P: Pewarisan sifat efisiensi hara P. Laporan Penelitian Hibah Bersaing V/4. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.Bengkulu Suryati, D., D. Hartini, Sugianto, dan D. Minarti. 2006. Penampilan lima galur harapan kedelai dan kedua tetuanya di tiga lokasi dengan jenis tanah berbeda. Akta Agrosia. Vol.9 No. 1 (7-11). Suwardjo dan Sinukaban, 1986 Masalah erosi dan kesuburan tanah di lahan kering PMK di Indonesia. Lahan usaha tani konservasi di lahan alang-alang PMK. Palembang. Utama, D. 2000. Respon dua galur kedelai (Glycine max (L.) Merrill geberasi ketiga (F3) pada empat dosis fosfor.skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universita Bengkulu. Bengkulu. (Tidak dipublikasikan). Widjaya-Adhi, I. G. P. 1985. Pengapuran tanah masam untuk kedelai hlmn 171-188 dalam S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, dan Yuswandi. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Dotti Suryati 8

Yuandra, R. 2009. Tanggap galur-galur harapan kedelai hasil persilangan varietas Malabar dan Kipas Putih terhadap dosis pupuk fosfor (P) rendah dan fosfor (P) sedang. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universita Bengkulu. Bengkulu (Tidak dipublikasikan). Dotti Suryati 9