BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia mulai mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Terbukti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam menyiapkan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rika Nurjanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN. dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar. menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengalaman belajarnya. Hasil belajar memepunyai peranan penting dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

I. PENDAHULUAN. Fisika sebagai salah satu ilmu dasar dewasa ini telah berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN. khusus berusaha untuk memantapkan penanaman nilai-nilai dari masyarakat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu usaha yang dilaksanakan siswa dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal

BAB I PENDAHULUAN. hanya penguasaan kumpulan pengetahu yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN STRUCTURE EXERCISE METHODE (SEM) DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SAINS PADA SISWA DI SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas keseharian yang berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa inggris Natural Sains secara singkat sering disebut Science. Natural

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri 26 Bandar. ketika pertanyaan dibalik dengan rumus yang sama, siswa tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar dan terencana. untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia yang serba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang diamanatkan dan ditetapkan (UU Sisdiknas No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari IPA tidak terbatas pada pemahaman konsep-konsep IPA, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Swasta Eria Medan peneliti mengamati bahwa proses pembelajaran di dalam kelas

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elis Juniarti Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar kita

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ditentukan oleh kreativitas pendidikan bangsa itu sendiri.kompleksnya

MODEL PEMBELAJARAN CLIS (CHILDREN LEARNING IN SCIENCE) DENGAN ORIENTASI MELALUI OBSERVASI GEJALA FISIS DALAM PEMBELAJARAN IPA-FISIKA DI SMP

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, ekonomi maupun teknologi, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengimbanginya agar tidak tertinggal dari orang-orang yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang ini. Salah satu hal yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut adalah pendidikan. Kualitas pendidikan Indonesia menurut data UNESCO (Handoko, 2013) adalah sebagai berikut ini. Menurut data UNESCO 2009 peringkat pendidikan Indonesia turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei Darussalam (0.965). Demikianlah cukup data yang memaparkan sekaligus menggambarkan kenyataan bahwasanya daya saing pendidikan Indonesia sekarang masih jauh panggang dari api. Melihat pentingnya peran pendidikan dalam menghadapi era globalisasi, dan menurunnya kualitas pendidikan Indonesia sesuai dengan data di atas maka dibutuhkan peningkatan kualitas pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Syah (2005: 10) adalah Sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga yang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Adapun pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sagala, 2003: 2) diartikan sebagai Proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala pengalaman belajar dengan metode tertentu yang berlangsung sepanjang hidup sebagai perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang yang dilakukan di sekolah atau lembaga formal. Dalam sistem 1

2 pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (Sudjana, 2009: 22) Secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Berdasarkan pernyataan di atas keberhasilan pendidikan di sekolah tidak hanya dilihat dari hasil akhir yang berupa nilai-nilai saja, namun proses pembelajaran juga sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan pendidikan, sehingga aspek-aspek pembelajaran seperti aspek kognitif, aspek apektif dan aspek psikomotor yang dikemukakan di atas dapat terlaksana. Oleh karena itu, peran guru sangat penting dalam hal ini. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar-mengajar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar menyampaikan materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar-mengajar itu dilaksanakan. Oleh karena itu, guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebih efektif dan menarik, sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Salah satu pelajaran tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang di dalamnya tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja melainkan kemampuan afektif dan kemampuan psikomotor seperti sikap ilmiah, dan keterampilan proses siswa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Bundu (2006: 10) bahwa: Sains bukan hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dapat dihafal, tetapi terdiri atas proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan. Mata Pelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa memahami konsep-konsep IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam

3 kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar, serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka pembelajaran pendidikan IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang tidak terlalu akademis dan verbalistik. Adapun mengenai komponen-komponen sains, Bundu (2006: 11) menyatakan bahwa: Sains secara garis besar memiliki tiga komponen, yaitu: 1. proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen, 2. produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, dan 3. sikap ilmiah, misalnya ingin tahu, hati-hati, objektif dan jujur. Pernyataan di atas dapat dijabarkan dalam arti luas bahwa IPA itu memiliki cakupan yang luas yang tidak hanya mengembangkan dan meningkatkan salah satu aspek saja, sehingga apabila pembelajaran IPA hanya dititikberatkan pada salah satu komponen maka makna dan materi pembelajaran IPA tidak akan tercapai. Pembelajaran IPA hendaknya disesuaikan dengan karakteristik siswa. Karakteristik siswa yang senang bermain dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi menuntut guru untuk pintar dalam memanipulasi situasi belajar menjadi sutuasi bermain. Siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit. Oleh karena itu, IPA lebih menekankan pada keterampilan proses untuk menentukan produk IPA. Siswa akan lebih memahami pembelajaran yang terjadi melalui peristiwa nyata yang mereka alami sendiri. Salah satu komponen dalam pembelajaran IPA adalah keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan berpikir dalam belajar yang diperlukan dalam kegiatan ilmiah. Dengan keterampilan proses sains, siswa dapat membangun suatu gagasan baru ketika melakukan interaksi dengan teman sebayanya ataupun dengan guru. Pembentukan gagasan dan pengetahuan siswa tidak hanya diperoleh dari karakteristik pembelajaran, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana siswa memahami dan memproses suatu informasi sehingga dapat membangun suatu gagasan baru yang ditemukan oleh siswa itu sendiri. Pada saat ini keterampilan proses sains siswa masih sangat

4 kurang dilaksanakan. Padahal pengembangan keterampilan proses sains sangat penting dalam suatu proses pendidikan untuk membekali siswa baik saat ini dan masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Bundu (2006: 3), Dari segi proses pendidikan, penilaian kemampuan proses (proses sains) dan sikap ilmiah (sikap ilmiah) masih sangat kurang dilaksanakan bahkan mungkin belum sama sekali. Agar keterampilan proses sains siswa meningkat, baiknya pembelajaran menggunakan model yang dapat mempermudah siswa untuk belajar dan mengembangkan keterampilan proses sainsnya. Salah satu model yang layak ditawarkan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah model CLIS (Children Learning in Science). Model CLIS adalah konsep belajar untuk menciptakan lingkungan belajar yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan. Menurut Sutarno (2009: 8.30) model CLIS terdiri dari lima tahapan utama, yaitu : 1. Orientasi atau orientation. 2. Pemunculan gagasan atau elicitation of ideas. 3. Penyusunan ulang gagasan atau restructuring of ideas. 4. Penerapan gagasan atau application of ideas. 5. Pemantapan gagasan atau review change in ideas. Dilihat dari tahapan-tahapan model CLIS (Children Learning in Science) di atas, model CLIS (Children Learning in Science) mempunyai kelebihan yaitu memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan pada saat pembelajaran berlangsung dan memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba memecahkan masalahnya sendiri sehingga terjadi proses kemandirian pada diri siswa. Selain itu, model CLIS (Children Learning in Science) dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga mampu mengembangkan kreativitas siswa dan keterampilan proses sains siswa. Dari kelebihan-kelebihan CLIS (Children Learning in Science) di atas, maka model CLIS (Children Learning in Science) juga dianggap mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas penulis bertujuan melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Model CLIS (Children Learning

5 in Science) terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa SD Kelas IV pada Materi Perpindahan Panas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas IV secara signifikan pada materi perpindahan panas dengan menggunakan model CLIS (Children Learning in Science)? 2. Apakah terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas IV secara signifikan pada materi perpindahan panas dengan menggunakan pembelajaran konvensional? 3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas IV kelompok unggul, sedang dan asor pada materi perpindahan panas dengan menggunakan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science)? 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas IV kelompok unggul, sedang dan asor pada materi perpindahan panas dengan menggunakan pembelajaran konvensional? 5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan keterampilan proses sains yang signifikan pada materi perpindahan panas antara siswa yang menggunakan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) dan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas IV secara signifikan pada materi perpindahan panas dengan menggunakan model CLIS (Children Learning in Science).

6 2. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas IV secara signifikan pada materi perpindahan panas dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas IV kelompok unggul, sedang dan asor pada materi perpindahan panas dengan menggunakan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science). 4. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang signifikan antara keterampilan proses sains siswa kelas IV kelompok unggul, sedang dan asor pada materi perpindahan panas dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 5. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan proses sains yang signifikan pada materi perpindahan panas antara siswa yang menggunakan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) dan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Siswa a. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi perpindahan panas. b. Meningkatkan motivasi belajar siswa. c. Meningkatkan peran siswa secara penuh di dalam pembelajaran perpindahan panas. d. Memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa dalam memahami konsep perpindahan panas. e. Untuk melatih kemampuan dalam keterampilan proses sains siswa. f. Menjadikan pembelajaran IPA lebih menyenangkan. 2. Bagi Guru Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seoptimal mungkin, sehingga guru dapat mempersiapkan diri dalam kemampuannya untuk memilih dan menetapkan

7 metode pembelajaran, materi dan media serta evaluator yang tepat untuk proses belajar-mengajar. 3. Bagi Sekolah Untuk memberikan catatan kualitas sekolah dalam nemingkatkan keterampilan proses sains siswa terutama dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam dengan menggunakan model CLIS (Children Learning in Science). 4. Bagi Peneliti Dapat mengetahui bagaimana pengaruh model CLIS (Children Learning in Science) terhadap keterampilan proses sains siswa SD kelas IV pada materi perpindahan panas. E. Batasan Istilah Untuk memperjelas bahasan dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan istilah yang berkaitan dengan judul, yaitu: 1. Model CLIS (Children Learning in Science) adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan menggunakan LKS (Handayani, 2002: 8). 2. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh para ilmuwan dalam meneliti penomena alam. Keterampilan proses sains yang digunakan oleh para ilmuwan tersebut dapat dipelajari oleh siswa dalam bentuk yang lebih sederhana sesuai dengan tahap perkembangan anak usia sekolah dasar (Samatowa, 2006: 137). Keterampilan proses sains yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, klasifikasi, prediksi, menggunakan alat dan mengkomunikasikan. a. Observasi merupakan proses pengumpulan data dengan menggunakan alat indera. b. Klasifikasi merupakan keterampilan proses sains untuk menggolongkan sesuatu dengan ciri kegiatan mencari kesamaan, mencari dasar penggolongan, membandingkan dan mencari perbedaan.

8 c. Prediksi merupakan keterampilan proses sains yang memperkirakan sesuatu berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan. d. Menggunakan alat merupakan keterampilan proses sains yang menuntut siswa mampu menggunakan alat secara langsung, mengetahui mengapa dan bagaimana alat tersebut digunakan. e. Mengkomunikasikan merupakan keterampilan membaca grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, mendiskusikan hasil percobaan, dan menyampaikan laporan secara sistematis. 3. Konduksi adalah peristiwa perambatan panas yang memerlukan suatu zat/medium tanpa disertai adanya perpindahan bagian-bagian zat/medium tersebut (Wahyono dan Setyo, 2008: 98). 4. Konveksi adalah perpindahan panas dengan disertai aliran zat perantaranya (Wahyono dan Setyo, 2008: 98). 5. Radiasi adalah perpindahan panas tanpa medium perantara (Wahyono dan Setyo, 2008: 98). 6. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu SDN Maja Selatan III. Metode yang digunakan di sekolah adalah metode ceramah yang disertai percobaan.