PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAYAM (AmaranthusSp) AKIBAT PEMBERIAN MULSA ORGANIK *) Oleh : Wirnawati Paris (1), Nurdin (2) (3) **), Fauzan Zakaria ABSTRAK WIRNAWATI PARIS. Nim: 613408087. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bayam Akibat Pemberian Mulsa Organik. Skripsi. Di bawah bimbingan Nurdin sebagai Pembimbing I dan Fauzan Zakaria sebagai Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa organik dan mengetahui mulsa organik yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam ( Amaranthus Sp). Penelitian ini dilaksanakan di lahan perkebunan masyarakat di Desa Toluwaya Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango, mulai Juni 2013 sampai dengan Juli 2013. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan diulang tiga kali, sehingga seluruhnya terdapat 12 satuan percobaan atau petak dengan ukuran 2 x 1 m. rincian masing-masing perlakuan yaitu: M0= Tanpa mulsa (0 ton ha -1), M1= Mulsa jerami padi (5 ton ha -1), M2= Mulsa serbuk gergaji (5 ton ha -1), dan M3= Mulsa alang-alang (5 ton ha -1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mulsa organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam. Pemberian mulsa organik M 1 (5 ton/ha mulsa jerami) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam. Kata Kunci: Mulsa organik, pertumbuhan, produksi, bayam. PENDAHULUAN Permintaan bayam yang terus mengalami peningkatan belum dapat dipenuhi secara maksimal oleh petani bayam. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia maupun dunia meningkatkan permintaan sayuran. Menurut data BPS (2012) produksi bayam tahun 2012 adalah 154.961 ton, mengalami penurunan ( -3.46 persen) dari tahun sebelumnya. Anjuran konsumsi sayuran di Indonesia mencapai sehat gizi adalah sebesar 65,5 kg/kapita/tahun. Pada tahun 1993-1994 konsumsi sayuran sehat gizi baru terpenuhi 80%. Salah satu upaya untuk meningkatkan persediaan sayuran adalah meningkatkan produksi bayam (Rukmana, 1994). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang dapat merugikan tanaman. Salah satu masalah yang dapat mengurangi produksi bayam adalah masalah gulma yang *) Seminar hasil penelitian dibawakan pada forum seminar Prodi S1 Agroteknologi Jurusan Agroteknologi Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian, Tanggal 19 Juli 2013. **) 1. Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, 2. Pembimbing I, 3. Pembimbing II.
tumbuh pada tanaman bayam. Tumbuhnya gulma pada tanaman bayam dapat mengakibatkan persaingan dalam pengambilan unsur hara, air, udara dan ruang tumbuh yang memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman. Pengendalian gulma penting dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan hasil. Tindakan pengendalian gulma juga harus dilakukan dengan benar dan tepat sehingga tidak memberikan efek negatif bagi petani dan lingkungan. Penggunaan mulsa merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan gulma. Mulsa adalah suatu bahan yang dihamparkan diatas permukaan suatu pertanaman dengan maksud menjaga kelembaban tanah, mengurangi evaporasi, menekan pertumbuhan gulma dan mempertahankan fluktuasi suhu tanah. Berbagai cara telah diketahui untuk mempertahankan kadar kelembaban tanah. Penggunaan mulsa misalnya dapat meningkatkan kadar kelembaban tanah Asmin, et al. (1996). Hasil penelitian oleh Amin (2006) menunjukkan bahwa penanaman pegagan sebagai mulsa terhadap tanaman cabai merah berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman (rata -rata 51,58 cm) dan jumlah cabang (rata -rata 49,39). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kadarso (2008) bahwa penggunaan mulsa organik dapat memberikan hasil jumlah cabai besar segar per tanaman terbanyak (226,99 buah). Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan dan hasil tanaman bayam (Amaranthus Sp) akibat pemberian mulsa organik. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai Juni 2013 sampai dengan Juli 2013. Lokasi penelitian di lahan perkebunan masyarakat di Desa Toluwaya Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan diulang tiga kali, sehingga seluruhnya terdapat 12 satuan percobaan atau petak dengan ukuran 2 x 1 m. rincian masing-masing perlakuan yaitu: M0 = Tanpa mulsa (0 ton ha-1), M1= Mulsa jerami padi (5 ton ha-1), M2 = Mulsa serbuk gergaji (5 ton ha -1) dan M3= Mulsa alang-alang (5 ton ha-1). Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu yang dilakukan adalah Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman olah 20-30 cm, terdiri dari 12 petak yang berukuran 2 m x 1 m. Dibuat parit keliling dengan lebar 50 cm. Benih bayam disemaikan terlebih dahulu pada media semai. Media semai yang digunakan adalah campuran tanah, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Setelah itu benih disebar di atas media semai. Penyiraman dengan disemprot air menggunakan hand-sprayer agar terjaga kelembabannya. Benih bayam ditanam pada petakan-petakan yang telah dibuat. Bibit tanaman setelah berumur 14 hari setelah tanam dan telah berdaun 3-4 daun dapat dipindahkan ke petak-petak percobaan. Penanaman dilakukan dengan cara memindahkan bibit-bibit dari pesemaian, dengan terlebih dahulu memilih bibit-bibit yang pertumbuhannya
seragam. tiap lubang ditanami dengan satu bibit tanaman bayam. Benih bayam yang ditanam pada petak percobaan diberi jarak 50 cm antara lubang yang satu dengan lubang yang lain. Penyiraman dilakukan dengan menyiraman air secukupnya untuk mencegah kekeringan dengan menggunakan sprayer. Penyiraman untuk pemeliharaan dilakukan pada pagi dan sore hari. Pengamatan dilakukan sesuai dengan pengukuran pada parameter yang diamati. Sampel tanaman diamati atau diukur pada 2, 3, 4, 5 dan 6 MST. Pengamatan tersebut meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah tanaman. HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman bayam dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengamatan pada saat umur 3 MST, 4 MST, dan 5 MST berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bayam. Pengamatan yang tidak berpengaruh nyata, terdapat pada umur 2 MST dan 6 MST. Hasil uji BNT terlihat pada tabel 1. Rataan pertumbuhan tinggi tanaman bayam. Tabel 1. Rataan Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bayam melalui Pemberian Mulsa Organik Rataan tinggi tanaman umur ke- 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST M0 23,33ab 21,33a 24,33a 30,33a 37,33a M1 27,00b 31,33b 35,67c 40,67b 46,00b M2 22,00a 23,67a 29,67b 31,33a 37,67a M3 17,00c 23,33a 28,67b 32,00a 36,33a BNT (5%) 3,80 4,74 3,44 4,71 6,52 KK (%) 9,05 10,10 6,17 7,44 8,81 Keterangan: MST=minggu setelah tanam, BNT=beda nyata terkecil, KK=koefisien keragaman. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 0,05 Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pemberian mulsa organik tidak berpengaruh nyata pada saat umur tanaman bayam 2 MST dan 6 MST. Saat umur 3 MST, perlakuan yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah perlakuan M 1 (31.33 cm) berbeda nyata dengan perlakuan M 0, M 2 dan M 3. Saat umur 4 MST, perlakuan yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah M 1 (35.67 cm) berbeda nyata dengan perlakuan S 2, S 3 dan S 4. Pada pengamatan 5 MST perlakuan M 1 berbeda nyata dengan perlakuan M 0, M 2 dan M 3. Perbedaan dan persamaan tersebut, dapat dilihat pada Gambar berikut :
Tinggi tanaman (cm) 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 46.00 40.67 35.67 37.67 31.33 31.33 27.00 29.67 32.00 37.33 23.67 28.67 21.33 30.33 22.00 24.33 24.33 23.33 17.00 17.33 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST M0 M1 M2 M3 Gambar 1. Rataan Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bayam Terlihat bahwa pengamatan 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST pertambahan tinggi tanaman untuk keempat perlakuan semakin meningkat. Dari ke empat perlakuan menunjukan perlakuan serbuk gergaji dan alang-alang tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan tanpa pemberian mulsa (kontrol). Pertambahan tinggi tanaman bayam yang tertinggi terdapat pada perlakuan M 1 yaitu melalui pemberian mulsa jerami. Pengaruh baik pemberian mulsa terhadap pertumbuhan tingi tanaman diduga karena adanya mulsa dapat mengeliminir fluktuasi suhu tanah dan meningkatkan daya simpan air tanah sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Seperti dinyatakan Ong (1985) dalam Saefudin dan Pranowo (2006) bahwa mulsa berpengaruh baik terhadap tekstur dan struktur tanah, sehingga kapasitas air tanah menjadi baik. Menurut Widyasari et al. (2011) dalam Damaiyanti et al. (2013) menyatakan pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat. Pemulsaan berfungsi untuk menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah sehingga dapat mengurangi jumlah pemberian air. Hal ini sesuai dengan pendapat Vos (1994) dalam Sumarni et al. (2009) yaitu keuntungan mulsa jerami antara lain dapat menurunkan temperature dan evaporasi sehingga kelembaban tanah dapat terpelihara untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. tanpa mulsa menyebabkan perubahan kandungan air tanah cukup besar, sehingga terjadi devisit air yang menghambat pertumbuhan tinggi tanaman (Samiati et al, 2012) 4.2 Jumlah Daun Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengamatan saat umur 3 MST, 4 MST, 5 MST dan 6 MST yang berpengaruh nyata akibat pemberian mulsa organik. Pengamatan yang tidak berpengaruh nyata terhadap pemberian mulsa organik terdapat pada umur 2 MST.
Tabel 2. Rataan Pertumbuhan Jumlah Daun Bayam melalui Pemberian Mulsa Organik. Rataan jumlah daun (helai) umur ke- 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST M0 2,67tn 3,33a 3,67a 4,33a 5,00a M1 2,33 4,33b 5,33b 6,00c 8,67c M2 2,33 3,67ab 4,67ab 4,67ab 6,33b M3 2,00 3,00a 5,00b 5,33bc 6,00ab BNT (5%) - 4,74 1,33 0,94 1,21 KK (%) 21,43 10,10 15,15 9,84 9,93 Keterangan: MST=minggu setelah tanam, BNT=beda nyata terkecil, KK=koefisien keragaman. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 0,05 Dari Tabel di atas di jelaskan pada lima umur tanaman ini, terlihat bahwa pemberian mulsa jerami memberikan nilai jumlah daun yang lebih baik yaitu pada umur tanaman 2 MST sebanyak helai, umur 3 MST sebanyak 4.33 helai, umur 4 MST sebanyak 5.33 helai, umur 5 MST sebanyak 6.00 helai dan umur 6 MST sebanyak 8.67 helai. Perbedaan dan persamaan tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2 : jumlah daun (helai) 15.00 10.00 5.00 0.00 3.00 2.50 3.67 2.00 2.00 3.00 2.78 4.33 3.33 3.00 2.67 3.33 2.67 3.00 2.89 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST M3 M2 M1 M0 Gambar 2. Rataan Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Bayam Dari gambar 2 di atas, Perbedaan mulai terlihat pada 3 MST, lebih nyata lagi pada 5 MST dan selanjutnya perbedaan pada minggu ke 6 MST, adanya perbedaan perlakuan M 1 (Mulsa Jerami) dengan tiga perlakuan lainnya (M 0, M 2 dan M 3 ). Hasil ini menjelaskan bahwa, perlakuan mulsa jerami berbeda nyata dengan perlakuan M 0, M 2, dan M 3. Menurut Creamer et.al (1996) dalam Sumarni et al. (2005) Penggunaan mulsa organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang akan mempermudah penyediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pembentukan dan perkembangan buah mentimun. Penerapan mulsa jerami secara signifikan meningkatkan fosfor tersedia dan kalium dalam tanah (Sonsteby et al. 2004 dalam Damaiyanti et al. 2013). Hasil
dekomposisi bahan organik dapat meningkatkan unsur N, P, K dimana dapat meningkatkan karbohidrat pada proses fotosintesis, karena unsur N untuk membentuk klorofil dan yang berfungsi untuk menyerap cahaya matahari dan sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis sedangkan unsur K meningkatkan absorbsi CO 2 kaitannya dengan membuka menutupnya stomata daun selanjutnya karbohidrat tersebut setelah tanaman memasuki fase reproduktif (Harjadi, 1991 dalam Damaiyanti et al. 2013). Gosselin dan Trudel 1986 dalam Rosliani et al. 2002 menjelaskan bahwa dengan meningkatnya suhu tanah sekitar perakaran sampai 30 C, maka aktivitas fotosintesis akan meningkat. Hasil fotosintesis yang tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman meningkat, baik tinggi tanaman maupun jumlah daunnya. 4.3 Berat Basah Tanaman Berat basah tanaman ditimbang pada saat panen, yaitu tanaman sudah berumur 6 MST. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan pemberian mulsa organik berpengaruh nyata pada produksi tanaman bayam. Selanjutnya hasil uji BNT dilakukan untuk melihat perbedaan dari masing-masing perlakuan yang paling memberikan pengaruh terhadap produksi tanaman bayam. Rataan berat basah tanaman bayam dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan berat basah tanaman. Tabel 3. Rataan Berat Basah Tanaman Bayam melalui Pemberian Mulsa Organik Berat Basah (g) M0 25,67a M1 40b M2 34,33ab M3 33,67ab BNT (5%) 9,07 KK (%) 14,43 Keterangan: MST=minggu setelah tanam, BNT=beda nyata terkecil, KK=koefisien keragaman. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 0,05 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian mulsa organik pada tanaman bayam berpengaruh nyata pada taraf α = 5%. Dari rataan berat basah tanaman pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa perlakuan mulsa jerami memiliki rataan berat basah yang lebih tinggi yaitu 40.00 gram dan perlakuan yang memiliki berat basah terendah adalah tanpa perlakuan (kontrol) dengan berat 25.67 gram. Menurut Samiati et al. (2012) Produksi biomassa dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, dan kandungan air. Apabila faktor lingkungan kondusif untuk pertumbuhan tanaman, maka fotosintat yang dihasilkan juga meningkat sehingga alokasi biomassa ke bagian yang dipanen
juga relatif lebih besar. Perbedaan dan persamaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 : Berat bersih (g) 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 40.00 34.33 33.67 25.67 M0 M1 M2 M3 (ton/ha) Gambar 3. Rataan Berat Basah Tanaman Bayam KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemberian mulsa organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah daun) pada semua minggu setelah tanam (MST) kecuali pada 2 MST tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Demikian halnya terhadap hasil tanaman bayam, pemberian mulsa organic berpengaruh nyata. 2. Pemberian mulsa organik M 1 (mulsa jerami 5 ton/ha) memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bayam. DAFTAR PUSTAKA Amin, F. 2006. Pemanfaatan Pegagan (Centella asiatica L (Urban)) Sebagai Mulsa Pada Budidaya Cabai Merah ( Capsicum annum L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Diakses tanggal 10 Maret 2013. Anggahyulin. 2011. Studi Populasi Tanaman Terhadap Peningkatan Prodiktivitas Dan Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L.) Pada Teknik Hidroponik. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Diakses tanggal 07 Maret 2013. Asmin; Lologau, A.B dan Yaha, B. 1996. Pengaruh Pemupukan Fosfat Dan Penggunaan Mulsa Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kapas Dilahan Sawah Sesudah Padi. Laporan Hasil Penelitian. Instalasi
Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa. Diakses tanggal 10 Maret 2013. Burdiono, M. 2012. Pemanfaatan Serasah Tebu Sebagai Mulsa Terhadap Pemadatan Tanah Akibat Lintasan Traktor Pada PG Takalar. Skripsi. Universitas Hasanudin. Makasar. Diakses tanggal 09 Maret 2013. Damaiyanti D.R.R., N. Aini, dan Koesriharti. 2013. Kajian Penggunaan Macam Mulsa Organik pada Pertumbuhan & Hasil Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.). J. Produksi Tanaman 1 (2). Kadarso, 2008. Kajian Penggunaan Jenis Mulsa Terhadap Hasil Tanaman Cabai Merah Varietas Red Charm. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Janabdra Yogyakarta. Diakses tanggal 12 Maret 2013. Kirani. W.V. 2011. Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Varietas Bayam (Amaranthus sp.) Pada Berbagai Macam Media Tanam Secara Hidroponik. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Diakses tanggal 12 Maret 2013. Lingga, P.dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Penebar Swadaya. Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agromedia Pustaka. Rosliani R., N. Sumarni dan Suwandi. 2002. Pengaruh Kerapatan Tanaman, Naungan, dan Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Umbi Bawang Merah Mini Asal Biji. J Hort. 12(1):28-34. Rukmana. R. 1994. Bertanam Bayam. Yogyakarta. Kanisius. Saefudin dan D. Pranowo, 2006. Pengaruh Interval Penyiraman dan Pemberian Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Samiati, A. Bahrun, dan L. O. Safuan. 2012. Pengaruh Takaran Mulsa Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.). Berkala PENELITIAN AGRONOMI (2): 121-125. Sudjianto. U. 2009. Studi Pemulsaan Dan Dosis NPK Pada Hasil Buah Melon. Jurnal Sains Dan Teknologi. Universitas Muria Kudus. Diakses tanggal 08 Maret 2013.
Sumarni, N., E.Sumiati, dan R. Rosliani. (2009). Respon Tanaman Mentimun Terhadap Penggunaan Tanaman Penutup Tanah Kacang-kacangan dan Mulsa Jerami. J. Hort. 19(3):294-300. Sutanto. R. 2002. Pertanian Organik.Yogyakarta. Kanisius. Sutedjo. M.M. 1994. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta. PT Rineka Cipta. Umboh. A.H. 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Jakarta. Penebar Swadaya.