BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Praktik Kolaboratif Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009) adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan adanya pembagian pengetahuan dan ketrampilan masing masing profesi untuk melakukan pengaruh yang sinergi kepada kesembuhan pasien. American Medical Assosiation (AMA) pada tahun 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan profesional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. Kolaborasi berarti hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab bersama dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan pasien. Praktik kolaboratif membutuhkan (dapat mencakup) diskusi diagnosis pasien dan kerja sama dalam manajemen dan pemberi layanan. Masing-masing kolaborator dapat saling berkonsultasi dengan baik secara langsung maupun dengan alat komunikasi, tetapi tidak perlu hadir secara fisik pada saat tindakan dilaksanakan. Penyedia layanan kesehatan yang ditunjuk untuk pasien
bertanggung jawab terhadap keseluruhan arahan dan manajemen perawatan pasien (ANA,1992). 2.2. Elemen Praktik Kolaboratif Dari beberapa definisi tentang kolaborasi diatas maka ada beberapa elemen yang harus dimiliki oleh 2 pihak profesi yang bekerja sama. Elemen penting kolaborasi adalah ketrampilan komunikasi efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses pembuatan keputusan (Siegler & Whitney, 2000). Suatu kolaborasi pasti memiliki konflik atau masalah yang penyelesaian masalah tersebut membutuhkan keterampilan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif hanya dapat terjadi bila pihak yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran profesional masing-masing dan saling menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka juga harus peka terhadap perbedaan gaya komunikasi yang terjadi (Musliha & Fatmawati, 2010). Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan rasa hormat dan dapat memberikan apresiasi satu sama lain. Rasa percaya terbina saat seseorang merasa percaya terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Saling menghargai dan rasa percaya keduanya menyiratkan proses dan hasil yang dicapai bersama. Keduanya harus diekspresikan dengan komunikasi baik secara verbal atau non verbal. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal, kata merupakan alat yang sangat penting dalam komunikasi (Musliha & Fatmawati, 2010). Proses pembuatan keputusan dalam tim mencakup tanggung jawab bersama terhadap hasil. Untuk menemukan solusi, tim tersebut harus mengikuti
tiap langkah pembuatan keputusan, yang diawali dengan definisi jelas dari masalah. Pembuatan keputusan tim harus diarahkan untuk mencapai tujuan upaya tertentu. Pembuatan keputusan membutuhkan pertimbangan penuh dan saling menghargai sudut pandang yang berbeda. Anggota harus mampu mengatakan perspektif mereka dalam lingkungan yang tidak mengancam. Kelompok profesional perlu memusatkan perhatian pada kesamaan mendasar mereka atau yang sering disebut visi mereka yakni kebutuhan klien (Siegler & Whitney, 2000). 2.3. Model Praktik Kolaboratif Perawatan kesehatan menurut National Amerika Joint Practice Commission (NJPC) dalam Siegler dan Whitney (2000) mengemukakan tiga model/pola praktik kolaborasi. Dokter Registered nurse Pemberi pelayanan lain Pasien Gambar 1 Model Praktik Hierarkis
Dokter Registered nurse Pemberi Pelayanan lain Pasien Gambar 2 Model Praktik Kolaboratif Dokter Registered nurse Pasien Pemberi Pelayanan lain Gambar 3 Pola Praktik Kolaboratif Pola pertama merupakan model hirarkis (gambar 1), menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter, dan dokter merupakan tokoh yang dominan. Pola kedua merupakan model praktik kolaborasi (gambar 2) menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien. Model ketiga pada gambar 3 agak mengubah pola tersebut. Pola ini lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama, juga dengan
pasien. Model ini tetap melingkar, menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus (Siegler & Whitney, 2000). Model Kolaborasi gambar 3 adalah yang paling sesuai dengan penelitian ini karena kolaborasi yang dilakukan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya harus berorientasi kepada pasien (Siegler & Whitney, 2000). Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri secara adekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien,sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan keputusan (Paryanto,2006). 2.4. Kriteria Praktik Kolaboratif Siegler dan Whitney (2000) dalam buku Kolaborasi Perawat-Dokter menuliskan 3 kriteria praktik kolaboratif yaitu harus melibatkan tenaga ahli dengan bidang keahlian yang berbeda yang dapat bekerja sama timbal balik dengan baik, anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerja sama, dan kelompok harus memberikan pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim tersebut.
2.5. Indikator Praktik Kolaboratif Penilaian praktik kolaboratif dapat di analisis berdasarkan 4 indikator yaitu kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama, dan tujuan bersama (Siegler & Whitney, 2000). 1. Kontrol kekuasaan Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila baik dokter maupun perawat mendapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu. Sebelumnya kedua profesi ini harus tahu apa yang menjadi kewenangan profesinya masing-masing. Kekuasaan atau kewenangan profesi dokter adalah dalam hal mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit serta melakukan prosedur pembedahan. Dalam hal ini dokter juga sering berkonsultasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian pengobatan. Dukungan perawat dalam memberi informasi yang akurat tentang keadaan pasien sangat membantu dokter dalam menjalankan kewenangan ini (Siegler & Whitney, 2000). Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat menyadari kewenangannya masing masing dan mengkomunikasikannya dengan baik kepada setiap anggota tim. Sepuluh Kewenangan dokter menurut UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004 pasal 35 antara lain 1) Mewawancarai pasien ; 2) memeriksa fisik dan mental pasien; 3) menentukan pemeriksaan penunjang 4) menegakkan diagnosis; 5) menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien; 6) melakukan tindakan kedokteran; 7 ) menuliskan resep obat; 8) menerbitkan surat keterangan dokter.
Kewenangan perawat yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 / MenKes / SK / XI / 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat dalam Bab IV pasal 15 mengakatakan bahwa perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk: a) melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan; b) tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan; c) dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi d) pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berasarkan permintaan tertulis dari dokter. Hambatan hambatan yang seringkali terjadi adalah adanya keengganan masing masing profesi untuk menerima dan memberi pendapat, dari pihak perawat sendiri kurang memahami kedudukannya sebagai mitra dokter, sehingga hanya mematuhi setiap perintah yang ditulis dokter dilembar rekam medis (Polohindang, Rattu, Umboh, dan Tilaar (2012). Perawat sebagai salah satu anggota tim kolaborasi membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan termasuk dokter (Tarigan, 2010).
Pada proses penyembuhan pasien, dokter perlu mendelegasikan kewenangan tertentu kepada perawat. Hal ini dapat terjalin dengan baik apabila dokter maupun perawat membina komunikasi yang efektif. Dokter dan perawat perlu mendapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu. Kalau kemungkinan ini tidak ada maka mungkin saja ada informasi penting yang terlewati saat pemberi perawatan merencanakan dan melaksanakan perawatan pasien (Rumanti, 2009) 2. Lingkup Praktik Lingkup praktik menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah dan berbeda sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter, tapi ada tugas-tugas tertentu yang harus dibina bersama. Maka dari itu perawat dan dokter harus menyadari bahwa kesehatan pasien adalah tanggung jawab bersama (Rumanti, 2009). Demi membangun tanggung jawab bersama, perawat dan dokter harus dapat merencanakan dan mempraktikkan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktik dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat (Siegler & Whiney, 2000). Peran penting perawat bukan untuk mengobati (cure) melainkan untuk memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). (PPNI, 1999). Menurut Tamblyn (1988) dalam Rumanti (2009) tanggungjawab
masing masing pihak dan tanggungjawab yang dapat dilakukan bersama adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Tanggung jawab perawat, tanggung jawab dokter, tanggung jawab bersama TANGGUNG JAWAB PERAWAT TANGGUNG JAWAB DOKTER TANGGUNG JAWAB BERSAMA Koordinasi pengawasan kesehatan pribadi atau keluarga. Identifikasi masalah kesehatan pribadi atau keluarga. Membantu hubungan pribadi atau keluarga dengan sistem kesehatan. Identifikasi adanya kondisi medis darurat dan kecepatan evaluasi medis. Identifikasi prosedur dan tes laboratorium yang sesuai. Penjabaran secara cermat mengenai kondisi khusus, penyakit kedokteran yang diderita dan patofisiologi yang mendasarinya. Pengkajian kesehatan pribadi atau keluarga (riwayat medis/ status kesehatan pasien ). Identifikasi kondisi yang membahayakan jiwa. Keputusan mengenai penanganan kesehatan pribadi dan keluarga. Identifikasi dan penanganan kebutuhan fisik yang belum terpenuhi. Ketentuan terapi medis yang sesuai. Pendidikan pribadi. kesehatan Konsultasi pribadi atau keluarga mengenai praktik pencegahan, adaptasi sakit/ ketidakmampuan, dan penyelesaian situasi krisis perkembangan. Kepemimpinan dalam kelompok kesehatan, dokumentasi perawatan kesehatan. Pengawasan kesehatan. personil Bentuk tanggung jawab perawat selama berkolaborasi dengan dokter adalah: mengenal status kesehatan pasien, identifikasi kondisi yang membahayakan jiwa, memberikan tindakan keperawatan yang dapat mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan pasien, tanggung jawab dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan, dan bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan pasien (Rumanti, 2009). Tanggung jawab perawat erat kaitannya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar pasien, tugas praktik klinis rutin misalnya memeriksa vital sign pasien. Perawat mampu secara mandiri memutuskan kebutuhan pasien yang belum terpenuhi. Ketika terjadi penurunan kondisi pasien atau kegawatan pasien, perawat mampu memutuskan apa yang seharusnya dilakukan, misalnya segera melakukan pertolongan pertama dan segera menghubungi dokter. Dalam hal ini koordinasi diperlukan untuk efisiensi pengorganisasian dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan (Rumanti, 2009). Dalam membangun tanggungjawab bersama, perawat dan dokter harus mampu merencanakan dan mempraktikkan bersama sebagai teman sekerja, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan pasien (AMA, 1994). 3. Kepentingan Bersama Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi. Dijabarkan bahwa kepentingan bersama secara operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-masing (usaha untuk memuaskan
sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain ). Perawat dan dokter harus menyadari bahwa kolaborasi bisa berhasil bila mereka punya satu visi dan tujuan. Untuk itu kebutuhan untuk mengembangkan kembali tujuan awal dan motivasi lebih penting dari sebelumnya (Lindeke & Sieckert, 2005). Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang, seperti lembaga atau pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu (KBBI,. Gardner (2005) menyebutkan kerjasama yang efektif antara keperawatan dan profesi kesehatan yang lain untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang semakin baik, semakin penting dan berkembang. Tentunya hal ini tidak bisa dicapai dengan praktis melainkan membutuhkan proses yang akan dihadapkan dengan berbagai konflik. Namun kedua belah pihak harus terbiasa melihat bahwa konflik adalah bagian alami dari kolaborasi. Konflik ini justru memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat untuk duduk berdiskusi untuk mendapat sebuah strategi untuk peningkatan pelayananan. 4. Tujuan Bersama Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis pasien. Kontiniuitas, kolaborasi, dan koordinasi dalam perawatan berkontribusi untuk keamanan klien dan hubungan antara penyedia layanan kesehatan dan sistem perawatan ( Walker & Elberson, 2005). Daldiyono (1997) dalam Rumanti (2009) menyatakan bahwa perawat dan dokter memiliki tujuan bersama yang sama yaitu untuk kesembuhan pasien, untuk
itu peran masing-masing profesinya harus dijaga kelancarannya, dokter tidak lebih penting dari perawat demikian juga sebaliknya. Profesi kedokteran dan profesi keperawatan harus bekerja bersama-sama, serasi, selaras dan seimbang saling menghargai dan saling membina pengertian. Daerah kerja yang tumpang tindih harus dikerjakan bersama-sama bukan saling tarik menarik atau sebaliknya saling melemparkan tanggung jawab.