BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pelayanan kesehatan dihadapkan pada paradigma baru dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

Komunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Lilik s

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling

BAB 1 PENDAHULUAN. terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik, yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin. Tim pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PEDOMAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (CASE MANAGER)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini telah menunjukkan

BAB I DEFINISI BAB II A. DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. Sakit pasal 1 ayat 1 menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemberian pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Dalam

Contoh Panduan KORPS MARINIR RUMKITAL MARINIR CILANDAK PANDUAN. RUMKITAL MARINIR CILANDAK JAKARTA 2016 DAFTAR ISI

PT. AR. MUHAMAD RUMAH SAKIT AR. BUNDA JL. ANGKATAN 45 KEL. GUNUNG IBUL TELP. (0713) FAX. (0713) PRABUMULIH SUM - SEL 31121

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

PERENCANAAN PASIEN PULANG (DISCHARGE PLANNING) Mira Asmirajanti, SKp, MKep

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

PANDUAN INFORMED CONSENT

Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik

PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS

AP (ASESMEN PASIEN) AP.1

KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN TEORITIS. peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG

PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN * Oleh : F.X. Soekarno, SH

TELAAH KOMPETENSI DIII KEPERAWATAN

KOMPETENSI PERAWAT R. NETY RUSTIKAYANTI

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 2

DRUG RELATED PROBLEMS

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolaborasi perawat-dokter adalah ide yang berulang kali dibahas

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

pendidikan dan penelitian yang erat hubungannya dengan kehidupan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rekam medis merupakan berkas yang berisikan informasi tentang

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN PENYEDIAAN PELAYANAN RISIKO TINGGI. ( dr. Syukri, SpJP, Ns.Martalena,Skep, Ns.Syahlinda,Skep )

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi yang memiliki fungsi utama memberikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. medis lainnya. Sedangkan menurut American Hospital Assosiation rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang dilakukan (Putri, 2012).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG INDIKATOR KOLABORASI TERHADAP PRAKTEK KOLABORASI PERAWAT DOKTER DI UNIT RAWAT INAP RSJD

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu,

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. PMK RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan.

Materi Konsep Kebidanan

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

ASPEK LEGAL DAN ETIK DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN

PANDUAN PELAKSANAAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (HOSPITAL CASE MANAGER)

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Praktik Kolaboratif Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009) adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan adanya pembagian pengetahuan dan ketrampilan masing masing profesi untuk melakukan pengaruh yang sinergi kepada kesembuhan pasien. American Medical Assosiation (AMA) pada tahun 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan profesional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. Kolaborasi berarti hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab bersama dengan penyedia layanan kesehatan lain dalam pemberian (penyediaan) asuhan pasien. Praktik kolaboratif membutuhkan (dapat mencakup) diskusi diagnosis pasien dan kerja sama dalam manajemen dan pemberi layanan. Masing-masing kolaborator dapat saling berkonsultasi dengan baik secara langsung maupun dengan alat komunikasi, tetapi tidak perlu hadir secara fisik pada saat tindakan dilaksanakan. Penyedia layanan kesehatan yang ditunjuk untuk pasien

bertanggung jawab terhadap keseluruhan arahan dan manajemen perawatan pasien (ANA,1992). 2.2. Elemen Praktik Kolaboratif Dari beberapa definisi tentang kolaborasi diatas maka ada beberapa elemen yang harus dimiliki oleh 2 pihak profesi yang bekerja sama. Elemen penting kolaborasi adalah ketrampilan komunikasi efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses pembuatan keputusan (Siegler & Whitney, 2000). Suatu kolaborasi pasti memiliki konflik atau masalah yang penyelesaian masalah tersebut membutuhkan keterampilan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif hanya dapat terjadi bila pihak yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran profesional masing-masing dan saling menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka juga harus peka terhadap perbedaan gaya komunikasi yang terjadi (Musliha & Fatmawati, 2010). Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan rasa hormat dan dapat memberikan apresiasi satu sama lain. Rasa percaya terbina saat seseorang merasa percaya terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Saling menghargai dan rasa percaya keduanya menyiratkan proses dan hasil yang dicapai bersama. Keduanya harus diekspresikan dengan komunikasi baik secara verbal atau non verbal. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal, kata merupakan alat yang sangat penting dalam komunikasi (Musliha & Fatmawati, 2010). Proses pembuatan keputusan dalam tim mencakup tanggung jawab bersama terhadap hasil. Untuk menemukan solusi, tim tersebut harus mengikuti

tiap langkah pembuatan keputusan, yang diawali dengan definisi jelas dari masalah. Pembuatan keputusan tim harus diarahkan untuk mencapai tujuan upaya tertentu. Pembuatan keputusan membutuhkan pertimbangan penuh dan saling menghargai sudut pandang yang berbeda. Anggota harus mampu mengatakan perspektif mereka dalam lingkungan yang tidak mengancam. Kelompok profesional perlu memusatkan perhatian pada kesamaan mendasar mereka atau yang sering disebut visi mereka yakni kebutuhan klien (Siegler & Whitney, 2000). 2.3. Model Praktik Kolaboratif Perawatan kesehatan menurut National Amerika Joint Practice Commission (NJPC) dalam Siegler dan Whitney (2000) mengemukakan tiga model/pola praktik kolaborasi. Dokter Registered nurse Pemberi pelayanan lain Pasien Gambar 1 Model Praktik Hierarkis

Dokter Registered nurse Pemberi Pelayanan lain Pasien Gambar 2 Model Praktik Kolaboratif Dokter Registered nurse Pasien Pemberi Pelayanan lain Gambar 3 Pola Praktik Kolaboratif Pola pertama merupakan model hirarkis (gambar 1), menekankan komunikasi satu arah, kontak terbatas antara pasien dan dokter, dan dokter merupakan tokoh yang dominan. Pola kedua merupakan model praktik kolaborasi (gambar 2) menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien. Model ketiga pada gambar 3 agak mengubah pola tersebut. Pola ini lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama, juga dengan

pasien. Model ini tetap melingkar, menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus (Siegler & Whitney, 2000). Model Kolaborasi gambar 3 adalah yang paling sesuai dengan penelitian ini karena kolaborasi yang dilakukan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya semuanya harus berorientasi kepada pasien (Siegler & Whitney, 2000). Dalam situasi apapun, praktik kolaborasi yang baik harus dapat menyesuaikan diri secara adekuat pada setiap lingkungan yang dihadapi sehingga anggota kelompok dapat mengenal masalah yang dihadapi pasien,sampai terbentuknya diskusi dan pengambilan keputusan (Paryanto,2006). 2.4. Kriteria Praktik Kolaboratif Siegler dan Whitney (2000) dalam buku Kolaborasi Perawat-Dokter menuliskan 3 kriteria praktik kolaboratif yaitu harus melibatkan tenaga ahli dengan bidang keahlian yang berbeda yang dapat bekerja sama timbal balik dengan baik, anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerja sama, dan kelompok harus memberikan pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim tersebut.

2.5. Indikator Praktik Kolaboratif Penilaian praktik kolaboratif dapat di analisis berdasarkan 4 indikator yaitu kontrol kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama, dan tujuan bersama (Siegler & Whitney, 2000). 1. Kontrol kekuasaan Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina apabila baik dokter maupun perawat mendapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu. Sebelumnya kedua profesi ini harus tahu apa yang menjadi kewenangan profesinya masing-masing. Kekuasaan atau kewenangan profesi dokter adalah dalam hal mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit serta melakukan prosedur pembedahan. Dalam hal ini dokter juga sering berkonsultasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian pengobatan. Dukungan perawat dalam memberi informasi yang akurat tentang keadaan pasien sangat membantu dokter dalam menjalankan kewenangan ini (Siegler & Whitney, 2000). Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat menyadari kewenangannya masing masing dan mengkomunikasikannya dengan baik kepada setiap anggota tim. Sepuluh Kewenangan dokter menurut UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004 pasal 35 antara lain 1) Mewawancarai pasien ; 2) memeriksa fisik dan mental pasien; 3) menentukan pemeriksaan penunjang 4) menegakkan diagnosis; 5) menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien; 6) melakukan tindakan kedokteran; 7 ) menuliskan resep obat; 8) menerbitkan surat keterangan dokter.

Kewenangan perawat yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 / MenKes / SK / XI / 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat dalam Bab IV pasal 15 mengakatakan bahwa perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk: a) melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan; b) tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan; c) dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi d) pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berasarkan permintaan tertulis dari dokter. Hambatan hambatan yang seringkali terjadi adalah adanya keengganan masing masing profesi untuk menerima dan memberi pendapat, dari pihak perawat sendiri kurang memahami kedudukannya sebagai mitra dokter, sehingga hanya mematuhi setiap perintah yang ditulis dokter dilembar rekam medis (Polohindang, Rattu, Umboh, dan Tilaar (2012). Perawat sebagai salah satu anggota tim kolaborasi membawa perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan termasuk dokter (Tarigan, 2010).

Pada proses penyembuhan pasien, dokter perlu mendelegasikan kewenangan tertentu kepada perawat. Hal ini dapat terjalin dengan baik apabila dokter maupun perawat membina komunikasi yang efektif. Dokter dan perawat perlu mendapat kesempatan sama untuk mendiskusikan pasien tertentu. Kalau kemungkinan ini tidak ada maka mungkin saja ada informasi penting yang terlewati saat pemberi perawatan merencanakan dan melaksanakan perawatan pasien (Rumanti, 2009) 2. Lingkup Praktik Lingkup praktik menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masingmasing pihak. Meskipun perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang terpisah dan berbeda sesuai dengan peraturan praktik perawat dan dokter, tapi ada tugas-tugas tertentu yang harus dibina bersama. Maka dari itu perawat dan dokter harus menyadari bahwa kesehatan pasien adalah tanggung jawab bersama (Rumanti, 2009). Demi membangun tanggung jawab bersama, perawat dan dokter harus dapat merencanakan dan mempraktikkan bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktik dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat (Siegler & Whiney, 2000). Peran penting perawat bukan untuk mengobati (cure) melainkan untuk memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). (PPNI, 1999). Menurut Tamblyn (1988) dalam Rumanti (2009) tanggungjawab

masing masing pihak dan tanggungjawab yang dapat dilakukan bersama adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Tanggung jawab perawat, tanggung jawab dokter, tanggung jawab bersama TANGGUNG JAWAB PERAWAT TANGGUNG JAWAB DOKTER TANGGUNG JAWAB BERSAMA Koordinasi pengawasan kesehatan pribadi atau keluarga. Identifikasi masalah kesehatan pribadi atau keluarga. Membantu hubungan pribadi atau keluarga dengan sistem kesehatan. Identifikasi adanya kondisi medis darurat dan kecepatan evaluasi medis. Identifikasi prosedur dan tes laboratorium yang sesuai. Penjabaran secara cermat mengenai kondisi khusus, penyakit kedokteran yang diderita dan patofisiologi yang mendasarinya. Pengkajian kesehatan pribadi atau keluarga (riwayat medis/ status kesehatan pasien ). Identifikasi kondisi yang membahayakan jiwa. Keputusan mengenai penanganan kesehatan pribadi dan keluarga. Identifikasi dan penanganan kebutuhan fisik yang belum terpenuhi. Ketentuan terapi medis yang sesuai. Pendidikan pribadi. kesehatan Konsultasi pribadi atau keluarga mengenai praktik pencegahan, adaptasi sakit/ ketidakmampuan, dan penyelesaian situasi krisis perkembangan. Kepemimpinan dalam kelompok kesehatan, dokumentasi perawatan kesehatan. Pengawasan kesehatan. personil Bentuk tanggung jawab perawat selama berkolaborasi dengan dokter adalah: mengenal status kesehatan pasien, identifikasi kondisi yang membahayakan jiwa, memberikan tindakan keperawatan yang dapat mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan pasien, tanggung jawab dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan, dan bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan pasien (Rumanti, 2009). Tanggung jawab perawat erat kaitannya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar pasien, tugas praktik klinis rutin misalnya memeriksa vital sign pasien. Perawat mampu secara mandiri memutuskan kebutuhan pasien yang belum terpenuhi. Ketika terjadi penurunan kondisi pasien atau kegawatan pasien, perawat mampu memutuskan apa yang seharusnya dilakukan, misalnya segera melakukan pertolongan pertama dan segera menghubungi dokter. Dalam hal ini koordinasi diperlukan untuk efisiensi pengorganisasian dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan (Rumanti, 2009). Dalam membangun tanggungjawab bersama, perawat dan dokter harus mampu merencanakan dan mempraktikkan bersama sebagai teman sekerja, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang berkontribusi terhadap perawatan pasien (AMA, 1994). 3. Kepentingan Bersama Peneliti yang menganalisa kepentingan bersama sebagai indikator kolaborasi antara perawat dan dokter seringkali menanggapi dari sudut pandang perilaku organisasi. Dijabarkan bahwa kepentingan bersama secara operasional menggunakan istilah tingkat ketegasan masing-masing (usaha untuk memuaskan

sendiri ) dan faktor kerja sama ( usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain ). Perawat dan dokter harus menyadari bahwa kolaborasi bisa berhasil bila mereka punya satu visi dan tujuan. Untuk itu kebutuhan untuk mengembangkan kembali tujuan awal dan motivasi lebih penting dari sebelumnya (Lindeke & Sieckert, 2005). Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang, seperti lembaga atau pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu (KBBI,. Gardner (2005) menyebutkan kerjasama yang efektif antara keperawatan dan profesi kesehatan yang lain untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang semakin baik, semakin penting dan berkembang. Tentunya hal ini tidak bisa dicapai dengan praktis melainkan membutuhkan proses yang akan dihadapkan dengan berbagai konflik. Namun kedua belah pihak harus terbiasa melihat bahwa konflik adalah bagian alami dari kolaborasi. Konflik ini justru memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat untuk duduk berdiskusi untuk mendapat sebuah strategi untuk peningkatan pelayananan. 4. Tujuan Bersama Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada pasien dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat kaitannya dengan prognosis pasien. Kontiniuitas, kolaborasi, dan koordinasi dalam perawatan berkontribusi untuk keamanan klien dan hubungan antara penyedia layanan kesehatan dan sistem perawatan ( Walker & Elberson, 2005). Daldiyono (1997) dalam Rumanti (2009) menyatakan bahwa perawat dan dokter memiliki tujuan bersama yang sama yaitu untuk kesembuhan pasien, untuk

itu peran masing-masing profesinya harus dijaga kelancarannya, dokter tidak lebih penting dari perawat demikian juga sebaliknya. Profesi kedokteran dan profesi keperawatan harus bekerja bersama-sama, serasi, selaras dan seimbang saling menghargai dan saling membina pengertian. Daerah kerja yang tumpang tindih harus dikerjakan bersama-sama bukan saling tarik menarik atau sebaliknya saling melemparkan tanggung jawab.