1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng adalah cerita bersifat khayal yang dianggap tidak benarbenar terjadi, baik oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya (Itadz, 2008:73). Pada jaman dahulu dongeng disampaikan secara lisan sebelum manusia mengenal huruf. Setelah manusia mulai bisa mencatat, cerita-cerita leluhur mulai disimpan dalam bentuk peninggalan tertulis, meski cara penyampaiannya masih memakai format mendongeng. Selain itu dongeng juga sebuah cerita yang mampu membangkitkan emosi dan contoh teladan kehidupan, apabila tersampaikan dengan tepat dan benar akan berdampak besar pada proses perkembangan seorang anak. Salah satu bentuk pembelajaran sastra yang dapat meningkatkan keterampilan mengapresiasikan sastra adalah mengapresiasikan sebuah dongeng. Dengan bercerita anak dapat mengukur kemampuan untuk mengungkapkan ide yang diketahui dari cerita. Kemampuan seorang anak dalam membawakan cerita adalah bagian lain dari usaha memperagakan cerita dengan gerakan tubuh dan luapan emosi. Membawakan cerita mempunyai andil yang sangat signifikan, ketika seorang anak membawakan cerita, hal itu merupakan latihan baginya sekaligus sebagai tantangan dalam membawakan materi presentasi pelajaran yang ditakuti.
2 Namun demikian teknik bercerita melalui alat peraga yang dapat meningkatkan kemampuan lisan pada saat ini seperti diabaikan. Padahal mendongeng adalah seni warisan leluhur yang perlu dikembangkan sebagai salah satu sarana positif guna mendukung berbagai kepentingan sosial secara luas. Hal ini terjadi dikarenakan teknik bercerita melalui alat peraga banyak memerlukan persiapan yang lebih dari pada pembelajaran yang lain, dan banyak memerlukan banyak waktu dan kurang produktif. Akan tetapi hal itu bisa dipecahkan dengan cara membagi peran tokoh-tokoh cerita kepada para setiap anak, seperti yang sudah dijelaskan dalam (Majid, 2005 : 76). Dengan begitu kegiatan bercerita tidak terlalu banyak membutuhkan waktu yang lama. Selain itu pesatnya perkembangan teknologi modern serta terjadinya perubahan tatanan masayarakat yang begitu hebat, tanpa terasa turut menggeser keberadaan seni mendongeng sebagai tradisi penuturan cerita untuk siswa. Padahal dongeng bermanfaat untuk mendorong anak agar mau mendengarkan dan menunjukan kemampuannya menggunakan bahasa lisan. Para guru menyadari bahwa bercerita atau mendongeng dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan berbicara anak. Hal ini sesuai dalam (Tarigan, 1986 : 116) bercerita atau menceritakan suatu cerita tertentu di depan umum jelas menuntut keterampilan berbicara. Gaya bercerita yang menarik, dan intonasi yang tepat. Pengurutan cerita yang cocok dan sebagiannya harus dikuasai dengan benar.
3 Sedangkan fenomena yang terjadi pada saat ini adalah banyak guru yang belum memperoleh pengetahuan tentang teknik bercerita dengan baik, selain dapat membantu siswa dalam memahami suatu pesan, juga dianggap dapat merangsang kemampuan berbahasa siswa. Dengan penyajian yang menarik maka akan memberikan rangsangan yang positif sehingga siswa dapat mengungkapkan kembali dengan tepat sesuai apa yang didengar, dilihat dan dirasakan. Berdasarkan penjelasan dari Ibu Siti Khotimah, salah satu guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto pada tanggal 15 Juli 2009, bahwa kemampuan berbicara khususnya bercerita dengan alat peraga dari tahun ke tahun untuk kelas VII masih rendah, masih banyak siswa yang belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan oleh pihak sekolah yaitu 65. Setelah diadakan Pre Test tanpa menggunakan alat peraga pada tanggal 5 oktober 2009, diketahui bahwa nilai rata-rata siswa mencapai 60,16 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 10, dan nilai tertinggi mencapai 69 dan nilai terendah mencapai 37. Padahal sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII SMP, khususnya pada standar kompetensi berbicara ada beberapa kompetensi dasar. Salah satunya adalah bercerita dengan alat peraga. Pada kompetensi dasar tersebut menekankan aspek-aspek tertentu yang perlu dikuasai oleh para siswa. Proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, dapat menghasilkan siswa yang kompeten dalam bercerita atau mendongeng dengan memperhatikan aspek keruntutan cerita, volume
4 suara, dan Gestur sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai pada Kurikulum. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka guru harus memilih media yang tepat dalam pembelajaran mendongeng. Media tersebut digunakan untuk membantu siswa dalam memahami dan menghayati dongeng yang diceritakan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas penulis mencoba untuk meneliti tentang upaya meningkatkan kemampuan mendongeng melalui teknik bercerita dengan alat peraga di SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto tahun ajaran 2009-2010. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan teknik bercerita dengan alat peraga dapat meningkatkan kemampuan mendongeng pada siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto tahun ajaran 2009-2010. C. Tujuan Penelitian Agar penelitian tidak menyimpang dari apa yang diharapkan maka perlu adanya tujuan penelitian. Secara ringkas tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan mendongeng dengan alat peraga pada siswa kelas VII B SMP Muhammadiyah 3 Purwokerto tahun ajaran 2009-2010.
5 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain: 1. Bagi guru a. Guru dapat memotivasi siswa untuk berfikir dan memecahkan masalah. b. Menambah teori baru dan wawasan dalam pembelajaran bahasa Indonesia terutama pada dongeng. c. Menambah kreativitas guru. d. Untuk memperoleh gambaran alternatif media pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mendongeng dalam pengajaran sastra. 2. Bagi siswa a. Untuk memotivasi belajar siswa sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal. b. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mendongeng c. Siswa dapat bercerita melalui alat peraga. d. Menumbuhkan kreativitas siswa. e. Meningkatkan mental, nalar, dan rasa percaya diri siswa, dalam mendongeng atau bercerita didepan orang banyak. 3. Bagi peneliti Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan, dan wawasan tentang kemampuan mendongeng dengan alat peraga.
6 4. Bagi pembaca a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang berhubungan dengan kemampuan mendongeng. b. Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan kemampuan mendongeng. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, Yang meliputi bab I yaitu pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III rancangan penelitian, bab IV pelaksanaan dan hasil penelitian, bab V kesimpulan dan Saran Bab I yaitu Pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, dalam bab ini berisi landasan teori, kerangka pikir, dan landasan teori meliputi, pengertian dongeng, manfaaat dongeng, tujuan mendongeng, jenis-jenis dongeng, pengertian metode bercerita, bercerita dengan alat peraga, persiapan sebelum bercerita, nilai intrinsik sastra bagi anak, nilai ekstrinsik bagi pendidikan anak. kerangka berpikir dan hipotesis tindakan. Bab III Rancangan Penelitian, berisi penjelasan tentang tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, data serta cara pengambilannya, rencana tindakan dan teknik analisis data tentang upaya meningkatkan kemampuan mendongeng dengan alat peraga.
7 Bab IV Pelaksanaan dan Hasil Penelitian, dalam bab ini berisi kondisi awal sebelum pelaksanaan siklus I, deskripsi siklus I, deskripsi siklus II, hubungan siklus I, dan II. Bab V Penutup, dalam bab ini berisi Simpulan dan Saran