Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEED) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Bawang Merah Bawang merah adalah salah satu komoditas sayuran unggulan yang telah lama diusahakan oleh petani

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kerontokan Bunga dan Buah

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

TINJAUAN PUSTAKA. bawang merah adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta;

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEKNOLOGI PERBENIHAN BAWANG MERAH MELALUI TSS (TRUE SHALLOT SEED) S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO. Abstrak

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lapangan

PERAN VERNALISASI DAN ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM PENINGKATAN PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BIJI BAWANG MERAH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

Produksi Biji Bawang Merah Samosir Aksesi Simanindo Terhadap Konsentrasi GA3 dan Lama Perendaman di Dataran Tinggi Samosir

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Bawang merah memiliki batang semu atau disebut discus yang. mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman

2. KERANGKA TEORITIS Tinjauan Pustaka Tanaman Leek Botani Tanaman leek mempunyai taksonomi sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Bawang Merah

Tipe perkecambahan epigeal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan bahan pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kering (Sunarjono

terhadap Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan (Effects of Varieties and GA 3

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

Tanggap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Bawang Merah Terhadap Konsentrasi Dan Lama Perendaman GA 3 Di Dataran Rendah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIVITAS KONSENTRASI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG KOPI (Coffea canephora) DALAM MEDIA CAIR

Pengaruh Waktu Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh Mepiquat Klorida terhadap Pembungaan dan Pembijian Bawang Merah (TSS)

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

TINJAUAN PUSTAKA Belimbing ( Averrhoa carambola L.)

Kelebihan dan Kekurangan Hormon. Pada Tumbuhan dan Hewan. A. Pada Tumbuhan 1. HORMON AUKSIN. Kelebihan :

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

TINJAUAN PUSTAKA. kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

Respons Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah Terhadap Aplikasi GA3 dan Fosfor

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

I. PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

GIBBERELLIN (GA) Bambang B. Santoso

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kopi merupakan produk tanaman perkebunan yang dibutuhkan oleh

ALAT POLINASI DAN AKTIVITAS TERHADAP PRODUKSI BENIH BAWANG DAUN (Alium fistolosum) U. SUMPENA

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu komoditi tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Bunga Matahari

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan salah satu penyumbang devisa negara terbesar dibidang perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Purwoceng

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

TINJAUAN PUSTAKA Botani

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah termasuk ke dalam devisi Spematophyta, famili Papilionaceae, genus Arachis, species Arachis hypogaea L.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Widdy Hardiyanti, 2013

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra produksi, antara lain akibat kualitas benih yang rendah. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi bawang merah dapat dimulai dengan menjamin ketersediaan benih dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Produksi bawang merah umumnya diusahakan dengan menggunakan umbi bibit. Kendalanya, biaya penyediaan umbi bibit cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dari total biaya produksi (Suherman & Basuki 1990). Disamping itu, mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir selalu membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp., Colletotrichum sp., Alternaria sp. dan virus dari tanaman asalnya yang terserang, sehingga menurunkan produktivitasnya (Permadi 1993). Oleh karena itu, penggunaan benih botani bawang merah atau true shallot seed (TSS) menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Pada umumnya bawang merah dapat berbunga dan menghasilkan biji di dataran tinggi, namun tidak semua bawang merah dapat berbunga di dataran rendah. Oleh karena itu penelitian terkait produksi TSS di dataran rendah perlu dikembangkan, karena luas areal penanaman yang lebih besar serta sentra produksi bawang merah di Indonesia berada di dataran rendah. Masalah dalam produksi TSS adalah pembungaan dan produksi benih yang masih rendah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan pembungaan dan pembentukan biji bawang merah. Perlakuan vernalisasi pada umbi bibit dengan suhu 10 0 C selama 3 minggu pada umbi bibit dapat menghasilkan persentase tanaman yang berbunga sebesar 51.33% dan 51.67% dengan kombinasi perlakuan vernalisasi dan penyemprotan 200 ppm GA 3 pada tanaman umur 3 dan 5 minggu setelah tanam. Produksi TSS yang diperoleh pada penelitian tersebut sebesar 1.02 g atau setara dengan 6.89 kg/ha jika diberi perlakuan vernalisasi saja, dan sebesar 3.36 g atau setara dengan 18.59 kg/ha dengan mengkombinasikan perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 (Sumarni & Sumiati 2001). Dari hasil penelitian tersebut bisa dikatakan bahwa pembungaan dan produksi TSS masih rendah. Hal

46 ini menunjukkan bahwa masih ada potensi untuk meningkatkan pembungaan dan produksi TSS yang lebih tinggi lagi baik di dataran tinggi terutama di dataran rendah. Selain itu, Sumarni & Soetiarso (1998) serta Rosliani et al (2005) melaporkan bahwa pembungaan dan hasil biji bawang merah dapat ditingkatkan lagi dengan mengkombinasikan perlakuan vernalisasi (10 0 C) selama 4 minggu pada umbi bibit, waktu tanam yang tepat (musim kemarau), dan penggunaan umbi bibit berukuran besar (> 5 g/umbi). a b Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) Bawang merah termasuk ke dalam tanaman yang membutuhkan vernalisasi untuk pembungaannya (Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Perlakuan vernalisasi (t=10 0 C) pada umbi bibit bawang merah selama 30 hari dapat meningkatkan tanaman yang berbunga (Satjadiputra 1990). Hal ini disebabkan karena perlakuan vernalisasi dapat merangsang sintesis prekursor giberelin yaitu asam mevelonat. Giberelin yang terbentuk selanjutnya menstimulasi sistem molekul mrna dan DNA templat, dan selanjutnya terjadi transkripsi sintesis asam amino, protein dan enzim de novo. Protein serta enzim yang baru terbentuk diperlukan untuk mendukung peningkatan pembelahan dan pembentukan sel-sel baru yang mengarah pada inisiasi primordium bunga pada meristem apeks (Galston & Davies 1970). Peningkatan pembungaan dan produksi biji TSS dapat dilakukan dengan cara pemberian zat pengatur tumbuh seperti Giberelin (GA 3 ). Giberelin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat mendorong terjadinya pembungaan. Giberelin dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi suhu

47 rendah dan hari panjang untuk menstimulasi pembungaan. Hasil penelitian di Dramaga menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan vernalisasi dan perendaman umbi dalam larutan GA 3 dengan konsentrasi 200 ppm meningkatkan jumlah umbel per m 2 233 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan meningkat 1.5 kali lipat dibandingkan perlakuan vernalisasi tanpa GA 3. Jumlah bunga per umbel meningkat 11 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan meningkat 1.5 kali lipat dibandingkan perlakuan vernalisasi tanpa GA 3. Tingginya hasil yang diperoleh pada penanaman di dataran rendah menunjukkan bahwa di dataran rendah sangat berpotensi untuk menghasilkan bunga bawang merah. Hasil percobaan di Cipanas menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 meningkatkan jumlah umbel per m 2 sebesar 4 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan 1.5 kali lipat dibandingkan perlakuan vernalisasi tanpa GA 3. Jumlah bunga per umbel meningkat sebesar 2.3 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan meningkat sebesar 18% jika dibandingkan dengan vernalisasi tanpa GA 3. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Sumarni & Sumiati (2001), karena dengan penyemprotan 200 ppm GA 3 pada tanaman bawang merah hanya meningkatkan jumlah umbel per m 2 5 kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan meningkat 1% dibandingkan perlakuan vernalisasi tanpa GA 3 di dataran tinggi. Pembentukan bunga dan perkembangan bunga selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh perlakuan NAA. Perkembangan bunga lebih banyak diatur oleh auksin, dimana produksi auksin dalam bunga akan meningkat dengan pemberian GA 3 dan meningkat dengan disertai pemberian NAA secara eksogen. Peningkatan produksi auksin dalam bunga juga berperan dalam pengangkutan asimilat dari daun ke bunga. Hal ini diperlukan untuk perkembangan bunga menjadi buah dan biji. Sehubungan dengan itu, maka pemberian NAA dan GA 3 selain dapat memacu produksi auksin dalam bunga, juga dapat menghambat gugur bunga. Apabila kadar NAA dan GA 3 yang diberikan tidak sesuai maka bunga yang terbentuk akan banyak gugur dan fruitset serta hasil biji akan rendah (Leopold & Kriederman 1979). Hasil penelitian di dataran tinggi menunjukkan bahwa penambahan 0-200 ppm NAA dengan cara penyemprotan pada tanaman umur 3 dan 5 minggu setelah

48 tanam menghasilkan 100% tanaman berbunga. Hal ini menunjukkan bahwa NAA dapat meningkatkan persentase tanaman yang berbunga, namun perlakuan 50 ppm NAA pada tanaman yang sebelumnya diberikan perlakuan vernalisasi dan perendaman umbi dalam larutan 200 ppm GA 3 meningkatkan jumlah umbel per m 2 sebesar 32% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Sumarni dan Sumiati (2001) yang hanya meningkat sebesar 1.97% dari tanaman yang diberi perlakuan vernalisasi dan penyemprotan 200 ppm GA 3. Perlakuan 100-200 ppm GA 3 tanpa vernalisasi menghasilkan 100% tanaman yang berbunga, namun jumlah umbel per m 2 maupun produksi bijinya lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan vernalisasi saja. Semakin tinggi konsentrasi GA 3 yang diberikan, maka semakin tinggi jumlah bunga serta produksi biji yang dihasilkan. Perlakuan vernalisasi yang dikombinasikan dengan perendaman umbi pada larutan 200 ppm GA 3 menghasilkan persentase tanaman berbunga sebesar 100% di dataran rendah dan di dataran tinggi, dengan produksi biji bawang merah sebesar 3.93 g/m 2 atau (39.3 kg/ha) di dataran rendah dan 4.41 g/m 2 (44.1 kg/ha). Produksi biji yang dihasilkan dengan perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 di Dramaga maupun di Cipanas lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Diduga karena konsentrasi tersebut optimum dalam meningkatkan jumlah bunga dan mengurangi keguguran bunga sehingga bunga yang menjadi buah lebih banyak, dan biji yang dihasilkan lebih banyak. Menurut Taiz dan Zeiger (1991), Giberelin berperan pada enzim-enzim yang melemahkan dinding-dinding sel dan mendorong enzim-enzim proteolitik yang diduga melepaskan triptotan yang merupakan prekursor auksin. Peningkatan kandungan auksin selanjutnya akan menghambat proses absisi bunga, sehingga buah yang dihasilkan lebih banyak yang secara tidak langsung meningkatkan produksi biji bawang merah. Hasil penelitian ini lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Sumarni dan Sumiati (2001) yang hanya menghasilkan persentase tanaman berbunga sebesar 51.67% dengan produksi biji sebesar 18.59 kg/ha dengan cara penyemprotan GA 3 pada tanaman umur 3 dan 5 minggu setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi GA 3 yang diberikan dengan cara perendaman umbi menghasilkan bunga yang lebih banyak dan produksi TSS

49 yang lebih tinggi baik di Dramaga dan Cipanas. Hasil penelitian ini lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarni dan Sumiati (2001) dengan aplikasi penyemprotan GA 3 pada tanaman berumur 3 dan 5 minggu setelah tanam. Perendaman yang dilakukan pada umbi bibit bawang merah dalam larutan GA 3 dapat meningkatkan induksi bunga pada titik tumbuh karena GA 3 menghasilkan hormon yang disebut florigen yang menginduksi kuncup untuk menginisiasi bunga. Pada tanaman yang diberikan dengan penyemprotan, GA 3 akan merangsang pemanjangan sel sehingga tidak memiliki efek pada primordia bunga karena tunas generatif telah terbentuk sejak induksi dalam umbi. Selain itu aplikasi perendaman lebih efisien dan lebih baik dibandingkan dengan penyemprotan. Hasil uji t menunjukkan bahwa produksi biji bawang merah dengan kombinasi perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 di Dramaga tidak berbeda nyata dengan di Cipanas. Hal ini menunjukkan bahwa GA 3 memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap pembungaan di dataran rendah, sehingga dataran rendah sangat berpotensi untuk memproduksi biji bawang merah. Pemberian GA 3 di dataran rendah bertujuan untuk menggantikan vernalisasi karena fungsi dari GA 3 selain terhadap pembungaan juga berperan menggantikan fungsi suhu dingin dan panjang hari di dalam merangsang pembungaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan GA 3 tidak bisa menggantikan perlakuan vernalisasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarni dan Sumiati (2005) bahwa GA 3 yang diberikan secara eksogen tidak dapat menggantikan peran vernalisasi dalam pembungaan. Begitupun sebaliknya perlakuan vernalisasi saja belum cukup untuk meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah di dataran rendah Dramaga. Bawang merah yang ditanam di dataran tinggi Cipanas menunjukkan bahwa tanaman yang diberi perlakuan GA 3 dapat menggantikan vernalisasi dan sudah dapat meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah, namun untuk meningkatkan pembungaan dan produksi TSS di Dramaga dan Cipanas, umbi bibit yang diberi perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 memberikan hasil yang lebih tinggi. Hasil penelitian di dataran tinggi menunjukkan bahwa penambahan 50 ppm NAA dengan cara penyemprotan menghasilkan produksi biji bawang merah

50 sebesar 4.80 g/m 2 (44.80 kg/ha) dan hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Sumarni dan Sumiati (2001) menghasilkan produksi biji sebesar 22.40 kg/ha. Wareing dan Philips (1978) serta Leopold dan Kriederman (1979) menyatakan bahwa setelah terjadi inisiasi pembungaan, pertumbuhan dan pembentukan bunga selanjutnya lebih lanjut sampai terbentuknya buah dan biji sangat ditentukan oleh faktor luar tanaman. Faktor dalam diantaranya adalah keseimbangan hormonal. Apabila keseimbangan hormonal tanaman itu baik, maka bunga yang terbentuk akan berkembang dan akan menghasilkan biji. Sehubungan dengan itu, pemberian NAA dan pada konsentrasi yang sesuai dapat menciptakan keseimbangan hormonal di dalam tanaman yang baik, sehingga menghasilkan jumlah bunga per umbel dan persentase pembentukan buah lebih banyak, dan dapat menghasilkan biji yang lebih banyak. Pada umumnya tanaman bawang merah mulai berbunga pada umur 28-35 hari setelah tanam. Pembungaan berlangsung sampai tanaman berumur 75 hari setelah tanam. Bunga-bunga mulai mekar 90 hari setelah tanam. Hasil penelitian pada percobaan I di Dramaga dan Cipanas menunjukkan bahwa vernalisasi dan perendaman umbi dalam larutan 200 ppm GA 3 mempercepat waktu muncul kuncup bunga 21 hari lebih cepat, waktu bunga mekar 17 hari serta waktu panen biji 5 hari lebih cepat dibandingkan perlakuan kontrol. Penanaman di Cipanas menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 mempercepat waktu muncul kuncup bunga 15 hari, waktu bunga mekar 13 hari serta waktu panen biji 8 hari lebih cepat dibandingkan perlakuan kontrol. Dengan adanya pemberian GA 3 pada konsentrasi dan waktu atau interval pemberian yang tepat, maka pembesaran sel dan aktivitas meristematik pada bagian bunga akan lebih cepat, sehingga pembukaan mahkota bunga akan semakin cepat pula, yang akibatnya dapat memperpendek umur panen bunga (Leopold & Kriedemann 1975). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa GA 3 mendorong transfer hasil asimilat ke bunga dan memacu fase perkembangan bunga ke arah anthesis. Semakin cepat inisiasi bunga terjadi, maka waktu muncul kuncup bunga semakin cepat dan secara tidak langsung mempercepat waktu bunga mekar. Semakin tinggi konsentrasi GA 3 yang diberikan maka akan mempercepat waktu muncul kuncup bunga, waktu bunga mekar serta waktu panen biji bawang merah.

51 Penambahan NAA dengan cara penyemprotan tidak mempercepat waktu muncul kuncup bunga, waktu bunga mekar serta panen biji bawang merah di dataran tinggi. Jika dilihat secara visual pada Tabel 6, perlakuan NAA tidak mempercepat waktu bunga mekar dan waktu panen biji bawang merah, karena jarak pemanenan antar tiap perlakuan yang diberikan hanya berbeda 1 hari. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan NAA tidak mempercepat waktu muncul kuncup bunga, waktu bunga mekar serta panen biji bawang merah. Perkecambahan merupakan suatu proses awal dari pertumbuhan awal tanaman yang dimulai dari aktivitas embrio sampai terbentuknya tanaman baru (Khan 1977). Secara umum tanaman menghasilkan benih yang bermutu tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh daya berkecambah biji. Daya berkecambah biji bawang merah di Dramaga dan Cipanas tertinggi dihasilkan pada perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 yaitu sebesar 87%, namun perlakuan kontrol menunjukkan bahwa daya berkecambah biji bawang merah > 75% (Tabel 5). Di Dramaga maupun Cipanas, pemberian 200 ppm GA 3 tanpa vernalisasi meningkatkan daya kecambah > 80%. Hal ini diduga karena GA 3 yang merupakan salah satu zat pengatur tumbuh sintetik berperan dalam meningkatkan perkecambahan. Weiss dan Ori (2007) menyebutkan bahwa salah satu efek fisiologis dari giberelin adalah mendorong aktivitas enzim-enzim hidrolitik pada proses perkecambahan benih. Selama proses perkecambahan benih, embrio yang sedang berkembang melepaskan giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase. Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperma dan menghidrolisis pati dan protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio. Rendahnya daya berkecambah pada perlakuan kontrol diduga karena benih kurang viabel sebingga banyak benih yang tidak berkecambah. Perlakuan NAA 50 ppm yang sebelumnya diberi perlakuan vernalisasi dan 200 pm GA 3 pada umbi bibitnya menghasilkan daya kecambah sebesar 87% namun tingginya persentase daya kecambah tersebut tidak berbeda dengan perlakuan kontrol (87%). Menurut Lakitan (1996) kerja hormon akan optimum pada konsentrasi rendah. Semakin tinggi konsentrasi NAA yang diberikan akan menurunkan daya berkecambah biji bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan

52 bahwa perlakuan vernalisasi dan 200 ppm GA 3 serta penambahan 50 ppm NAA menghasilkan daya kecambah diatas 75%. Menurut Direktorat Bina Perbenihan (2007) persentase daya kecambah sebesar > 75% telah memenuhi standar sertifikasi benih. Perlakuan vernalisasi dan perendaman umbi dalam larutan 200 ppm GA 3 serta penambahan NAA dengan cara penyemprotan di dataran rendah Dramaga tidak menghasilkan bunga dan biji bawang merah, sehingga pengamatan hanya dilakukan pada pertumbuhan vegetatif. Hal ini disebabkan keadaan cuaca pada bulan Februari, dimana curah hujan berlangsung cukup tinggi (548.90 mm/bulan) sehingga menyebabkan cuaca yang tidak sesuai untuk pertumbuhan generatif bawang merah. Tanaman yang sudah terinduksi untuk berbunga, gagal membentuk bunga dan menyebabkan tunas bunga kembali ke fase vegetatif. Karena tanaman tidak memasuki fase generatif, maka tanaman akan terus melanjutkan pembentukan fase vegetatifnya. Hal ini bisa dilihat pada lampiran 10 dan 11 bahwa di dataran rendah Dramaga tinggi tanaman yang dihasilkan lebih tinggi dan jumlah daun yang terbentuk lebih banyak dibandingkan tinggi tanaman dan jumlah daun di dataran tinggi Cipanas. Hal ini sesuai dengan pendapat Lovelees (1991), bila fase vegetatif tanaman lebih dominan daripada fase reproduktifnya, maka banyak karbohidrat yang digunakan daripada yang disimpan dan sedikit sekali karbohidrat yang tersisa untuk perkembangan kuncup bunga, bunga, buah, dan biji, maka tanaman tersebut terkonsentrasi pada perkembangan vegetatif tanaman. Hal serupa dinyatakan oleh Harjadi (1991) bahwa apabila proses vegetatif lebih lama jika dibandingkan dengan proses generatifnya maka tanaman akan kekar dan pertumbuhan vegetatif akan tinggi. Selain itu ada faktor lingkungan lain seperti curah hujan, kelembaban, suhu, serta fotoperiodisitas yang turut mempengaruhi sehingga tidak terinduksinya pembungaan tanaman, bahkan ketika diperlakukan dengan kondisi atau perlakuan lain yang mendukung untuk pembungaan. Selain dengan pemberian vernalisasi, GA 3, dan NAA, untuk meningkatkan pembungaan dan produksi TSS, sebaiknya waktu pembungaan, pembuahan dan pembijian bawang merah di usahakan berlangsung pada musim kemarau (Sumarni & Soetiarso 1998). Pembuahan bawang merah juga harus dibantu oleh serangga

53 pollinator atau oleh manusia, karena pollen (tepung sari) bawang merah bersifat lengket. Serangga yang berperan sebagai pollinator adalah sejenis lebah galo-galo (stingless bee) atau lalat hijau. Untuk mengundang serangga pollinator, telah dicoba penanaman tanaman tagetes dan caisim ditambah denganpenaburan ikan busuk disekitar tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa caisim lebih baik dibandingkan tagetes (Sumarni et al. 2011).